Rabu, 14 Mei 2014

Ta'lim 1 Keluh Kesah kepada Allah SWT: Di Tuduh Syiah

Barangkali dunia ini sudah mau kiamat,...fitnah sudah merata dan nyaris tidak ditemukan tempat yang tidak sepi dari fitnah dan syubhat. Bahkan untuk hal-hal yang seharusnya menjadi penjaga moral dan spiritual. Teringat dengan ucapan imam ali bin abi thalib ra.
“Aku khawatir terhadap suatu masa yang roda kehidupannya dapat menggilas iman. Keimanan hanya tinggal pemikiran, yang tidak berbekas dalam perbuatan. Banyak orang baik tapi tidak berakal, ada orang berakal tapi tak beriman.
Ada lidah fasih tapi berhati lalai. Ada yang khusyuk namun sibuk dalam kesendirian. Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis. Ada ahli maksiat rendah hati bagaikan ahli zuhud.
Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat dan ada yang banyak menangis karena kufur nikmat. Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat dan ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut. Ada yang berkata bijak tapi tidak memberi teladan dan ada pelacur yang tampil jadi pujaan.
Ada orang punya ilmu tapi tak paham. Ada yang paham tapi tak menjalankan aturan. Ada yang pintar tapi membodohi, ada yang bodoh tak tau diri. Ada orang beragama tapi tak berakhlak dan ada yang berakhlak tapi tak bertuhan. Lalu, diantara semua itu dimana aku berada?” (Imam Ali bin Abi Thalib RA)
Demikianlah prediksi imam ali ra tentang karakter dari penghuni dunia akhir zaman. Dan hari ini kita segera melihat bahwa apa yang dibicarakan oleh imam ali ra tersebut merupakan suatu kenyataan.

Di mana-mana situasi keberagamaan umat islam seperti kalut,...berbagai aliran keagamaan yang saling bertikai saling klaim saling menduduh, bahkan ada yang saling berperang dan saling membantai. Saban hari kita perhatikan berita pergolakan dan perang antara sesama kaum muslimin tiada hentinya terjadi. Konflik antara syiah dan sunni yang ada di siria juga dapatlah dikatakan dimotori oleh mereka,...meskipun mereka dikatakan sebagai kelompok sunni radikal yang minoritas, namun upaya-upaya mereka mengeruhkan situasi keberagamaan suatu daerah sungguh berskala global dan massif. Tidak pelak kelompok sunni tradisional mayoritas justru yang paling banyak menderita di Siria tersebut, di antara para pemain minoritas kelompok salafiyyah dan syiah Nusyairiah sebagai pengatur strategi dan pergolakan dengan sokongan kepentingan2 negara adi daya.

Hal ini juga kurasakan di level daerah,..bahkan di  berbagai institusi pendidikan sekalipun tempat seharusnya paling netral dan jiwa-jiwa elemennya sesuai dengan semangat kebangsaan dan persatuan seperti kampus-kampus dan sekolahan. Salah satu varian atau aliran yang sangat agresif tersebut adalah apa yang dinamakan sebagai kelompok salafiyyah sebagaiaman mereka sering menamakan dirinya sendiri yang lebih dikenal juga sebagai kelompok Wahabiyyah. Kelompok ini sangat puritan dan keras dalam mengungkap gagasan dan pemikiran mereka, bahkan cendrung represif keras dan monolog. Berdekatan dengan mereka sangat terasa "bau keras cara pikir khawaridj" yang merupakan sebuah varian islam di masa lalu yang sangat puritan dan keras bahkan cendrung brutal dalam menegaskan sikap dan keyakinannya. Di mana-mana daerah di negeri ini sering kita temukan pergesekan2 mereka dengan kelompok islam tradisional yang nota bene adalah "pemain Lama" dalam konteks keislaman tanah air.

Jika strategi khas mereka pada masa-masa sebelumnya adalah serangan bertubi-tubi terhadap keberagamaan masyarakat sunni tradisional lewat tudingan2 kufur syirik dan bid'ah, membid'ahkan berbagai amalan masyarakat seperti maulid, israk mikraj, membid'ahkan tahlilan yasinan serta istighozah, membid'ahkan dan mensirikkan orang yang berziarah kubur dan ngalap berkah ke pesanggrahan dan kuburan para aulia Allah, maka trend terbaru mereka sekarang adalah menuduh orang yang tidak sepahaman dengan mereka lewat tuduhan-tuduhan keji seperti penganut syiah,..tuduhan ini jelas berbahaya dan memancing kekeruhan yang lebih parah dalam keberagamaan di masyarakat. Dan akhirnya tuduhan syiah ini pun menimpaku, hanya karena gara-gara aku banyak mengagumi tokoh-tokoh ulama dari kalangan keturunan rasulullah SAW, yang selama beratus tahun telah  mengislamkan nusantara ini, jika saja mereka mau mencari buku-buku tulisan arab melayu yang berdebu peninggalan kakek mereka, yang telah beratus tahun menjadi pegangan bagi mereka dalam keislaman dan keseharian mereka hingga datangnya varian baru yang serba bid'ah tersebut datang, niscaya mereka akan temukan dibuku-buku tersebut nama-nama guru-guru tempat sang penulis buku tersebut belajar dan mutalaqqi ilmu adalah ulama dari kalangan habaib, seperti Sayyid abdul qodir al aidarus, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, bahkan semua tokoh besar tarikat dan perintisnya nyaris semuanya adalah Habaib zurriah dari pada Nabi Muhammad SAW.

Sekarang setelah dicuci otak begitu rupa kaum yang terjangkit virus "ekstrim" ini seolah telah mengalami "amnesia" sejarah dan lupa dengan asal usulnya. Ketika mereka berteriak-teriak mengkafirkan dan menyesatkan saudaranya yang berakidah ahlusunnah waljamaah asyairah wa maturidhi serta sufi dan menuduhnya sebagai syiah, maka secara tidak langsung mereka telah meyakini kekufuran pendahulu mereka, para ayah2, datuk-datuk dahulu yang telah mewariskan keislaman kepada mereka secara turun temurun yang berakidah sebagaimana di atas, telah mengutuk dan  mengkufurkan para pembawa Islam yang membawa agama penuh berkah ini ke nusantara ini yang terdiri dari para sufi waliyullah ahlusunnah waljamaah, telah mengkufurkan orang-orang yang telah menyelamatkan mereka dari kekufuran yang jika bukan karena mereka niscaya mereka hari ini tidak sibuk "mengkafirkan dan menyesatkan sesama saudaranya" melainkan sibuk menyembah arca dan samadhi di kuil-kuil Hindu dan Budha. Adakah kedurhakaan yang lebih parah dari ini?

Sikap lancang tentu lahir dari jiwa yang kasar dan adab yang buruk. Bukan sekali dua ku berinteraksi dengan mereka yang berfaham ekstrim ini dan berakhir dengan luka hati, akhlak mereka yang buruk dalam berinteraksi dengan sesama kaum muslimin sudah bukan rahasia lagi dan benar-benar telah menjadi pola khas. Sikap arogan dan ekslusiv mereka juga begitu khas. Wajah suram dan kata-kata ketus dan keras penuh prasangka buruk dengan mudah terpancar dari wajah mereka. Terkadang kita merasa sangat miris melihat orang-orang yang begitu rajin ke masjid hingga jidatnya menghitam akibat sujud, namun cara dia bertutur dan bersikap mengingatkan kita kepada akhlak-akhlak syaithan yang pernah digelari si burung merak surga karena begitu sombong dan kasar akibat kesalihan zahirnya. Kata-kata kasar penuh ketinggian hati dan kekasaran jiwa dengan mudah kita akses dari cara mereka memanggil dan bersikap kepada orang lain. Main tunjuk kiri, menghardik dan berkata kasar tidak sulit kita temukan, bahkan aku sendiri pernah mereka sepak ketika sedang shalat oleh mereka dengan alasan meluruskan shaff.

Secara pribadi aku tidak ada masalah dengan sebagian pemahaman atau varian islam yang sarat dengan "pendalilan" ini, karena aku anggap ini semacam metodologi, cuma metodologi mereka sedikit ekstrim, sangat tekstual dan "zahiri". Islam ini rahmatan lil alamin, islam juga adalah agama yang kaya, di mana jalan lurusnya bukanlah jalan lurus yang sempit dan monotafsir apalagi memaksakan kekayaan islam yang dinamik dan penuh warna ini menjadi kering dan kusam oleh sikap pemaksaan pendapat dan teknik berpikir, tapi suatu jalan yang memungkinkan dinamika berkembang, sehingga berbedaan kesimpulan akibat dinamika berpikir dan berinteraksi, proses pentahkikan mereka terhadap kebenaran dapat diakomodir dalam ruang lingkup toleransi dan ukhwah islamiyyah.

Namun ketika mereka mulai mengusik sikap keberagamaanku yang tetap berpegang teguh kepada pemahaman Islam para pendahulu Islam jaman dahulu di nusantara ini, maka jiwa ini terasa membrontak dan ingin memutus diri dari bersilaturrahmi dengan mereka. Apa gunanya ukhwah Islamiyyah pada sahabat yang sangat meyakini kita telah kafir dan halal darahnya? Bahkan ada salah seorang teman yang merupakan aktivis di Muhammadiyyah yang merupakan guru agama yang terjangkit virus ekstrim ini berusaha menjauhkan rekan-rekan dan siswa dari bersilaturrahmi denganku, bahkan pernah kedapatan dia memibisiki sahabat karibku bahwa untuk menjauhi dan mengucilkanku dengan tuduhan bahwa aku berfaham syiah. Andai si aktifis Muhammadiyyah ini tahu betapa diapun akan diperlakukan sama kalau seandainya ia terjun benar-benar dalam kelompok salafiyyah ini, dimana ku tahu persis dari pengalaman nyataku dikelompok tersebut bahwa kelompok ini sangat membenci organisasi dan pergerakan dengan berbagai tuduhan hizbiyyah atau sururiyyah.

Salah satu ciri dari sebuah gerakan atau faham yang radikal dan ekstrim adalah kecendrungan mereka untuk selalu membungkam lawan-lawannya dengan slogan-slogan. Slogan-slogan ini selalu diusung dan didengung-dengungkan sehingga seolah Islam yang besar dan agung ini menjadi sempit dan tak lebih hanya sama dengan slogan-slogan mereka dan selanjutnya slogan-slogan tersebut menjadi ciri bagi mereka dalam mengkelompokkan umat apakah sebagai orang yang benar atau tersesat. Sebagai contoh khwaridj punya slogan "tidak ada hukum selain hukum Allah",...tentu saja slogan ini terdengar manis dan menggelorakan semangat. Namun ekspresi dari slogan ini di tataran nyata sungguh mengerikan, betapa banyak orang-orang tak berdosa dibantai oleh kelompok yang disebut oleh rasulullah saw sebagai "anjing neraka". Bahkan ada salah satu sahabat rasulullah saw yang mereka bantai dan istrinya yang tengah hamil mereka belah perutnya. Padahal amal ibadah mereka secara lahir sungguh luar biasa, bahkan menyaingi amal ibadah dari para sahabat terdekat rasulullah saw yang nota bene merupakan orang-orang yang diberi kabar gembira dengan surga. Demikian diceritakan dalam berbagai kitab sejarah tentang kebengisan aliran yang merasa paling benar ini. Dan ciri khas nyata aliran menyimpang adalah arogansi kebenaran yang berlebihan dan keyakinan akan keistimewaan diri, dan berbagai ekspresi egomaniak berbahaya lainnya.


Dalam kelompok syiah rafidhah juga kita kenal slogan "cinta kepada ahlul bait", slogan ini selanjutnya menjadi trade mark mereka bersikap dan melakukan tindakan-tindakan untuk menghancurkan musuh-musuh mereka yang kebanyakan adalah pengikut ahlusunnah waljamaah. Tidak sedikit luka panjang umat ini akibat ulah kelompok sempalan ini. Di buku-buku sejarah panjang umat islam kita akan temukan dengan mudah jejak pengusung pentakfiran terhadap sahabat rasulullah saw ini berupa penghianatan-penghianatan keji,..sebagai contoh bagaimana Hulagu Khan pemimpin monggol diundang untuk menghancurkan daulah abbasiyyah sebagai sebuah kekhalifahan islam melalui penghianatan dari dalam kaum syiah rafidhah. Fakta penghianatan mereka dalam hal sudah seterang matahari dan tidak diperdebatkan bahkan oleh kalangan syiah rafidhoh itu sendiri.

Dalam kelompok saudara kita yang ekstrim dan pakar dalam mengelompokkan manusia ini sebagai sesat dan tidak sesat ini juga mempunyai  kecendrungan yang sama, saban hari kita mendengar di masjid-masjid mereka mendengungkan sebuah hadist "Kullu bid'atin dholalah" sampai telinga kita menjadi terbiasa dan tidak lagi awas. Tentu saja semua yang mereka sampaikan hadist rasulullah SAW. Namun ketika satu hadist selalu didengung-dengungkan dan hadist yang maknanya lain yang akan mencegah manusia berfaham ekstrim seolah-olah disembunyikan. Bahkan hadist itu terkadang dipersoalkan dan diungkit-ungkit statusnya. Maka kita perhatikan usaha takhridj dan pemutihan besar-besaran terhadap kitab terdahulu yang tentu saja mereka usahakan walaupun terkadang terasa ganjil di sana sini untuk sesuai dengan kecendrungan faham serba bid'ah ini. Inilah rahasia kenapa mereka tidak pernah membiarkan satu kitab pun dari ulama-ulama terdahulu diterjemahkan harfiah apa adanya tanpa suatu komentar, atau bahkan dijadikan ikhtisar agar kitab tersebut sepenuhnya sefaham dengan ideologi mereka.

Betapa sering aku sendiri mengalami bersahabat dengan saudara kita yang ekstrim ini (inilah dari wujud semangat ukhwah islamiah yang kujalani, aku tidak memandang mereka kufur, namun orang yang emosional dan serba pukul rata yang tidak mencegah kita dari bersilaturrahmi dengan mereka), terkadang aku beli-beli buku-buku imam-imam terdahulu,  tentu saja aku faham mereka sangat anti sufi sehingga jika aku baca buku-buku semacam buku imam ghazali mereka akan sangat alergi dan memandangnya bagaikan najis. Namun ketika aku bawa buku-buku imam-imam yang mereka sanjung-sanjung setinggi langit seperti imam Ibnu Taymiah, Imam Ibnul Qoyyim, Imam Ibnu Katsir, Imam Asyathibi, Imam Adzhabi dan lain-lain mayoritas mazdhab hambali, maka ketika kutunjukkan ada bagian-bagian dari buku para Imam tersebut yang menyanjung-nyanjung sufi yang benar dan mengakui otoritas ilmu tassawuf, mereka seolah membuta tuli dengan berbagai sikap, ada yang sok tahu dan mengatakan, wah ini buku perlu diperjelas kandungannya seolah ia lebih mendalam ilmunya dari ilmu para imam tersebut, ada lagi yang mengatakan wah ini buku perlu dibersihkan dari berbagai faham yang menyimpang sufistik (tahulah aku bahwa mereka tidak sepenuhnya sependapat dengan para Imam tersebut bahkan secara esensial perbedaan mereka dengan syeikh ibnu Taymiah sangat berbeda, bukan hanya perbedaa parsial belaka , hal ini menjelaskan pemahaman mereka dalam sejarah panjang islam adalah suatu varian modern yang baru meskipun berbaju klasik dan beratribut klasik, di lain waktu akan kujelaskan perbedaan nyata mereka dalam hal ini), wah buku ini salah diterjemahkan dan berbagai ulasan-ulasan dan pembelaan yang tidak akan benar-benar memuaskan orang yang nalarnya aktif dan kritis. Tetapi anehnya begitu banyak sekali titik-titik kontroversial yang tidak dapat mereka sembunyikan lagi namun entah bagaimana caranya para pengikutnya yang fanatik bisa mebuta tuli tidak tahu menahu.

Hadist-hadist yang bersebrangan dengan pemahaman   madzhab mereka tidak pernah mereka tampilkan di mimbar-mimbar. Bahkan seolah-olah hadist-hadist tersebut tidak ada, sebagai contoh ketika mereka mendengung-dengungkan hadist bid'ah dan bahayanya, bahaya syirik dan perlunya kembali kepada AlQur'an dan Sunnah, mereka tidak sudi mendengung-dengungkan hadist tentang bahaya mengkafirkan dan membid'ahkan sesama kaum muslimin secara serampangan. Ketika mereka mendengung-dengungkan satu atau dua hadist dan menggiring opini dan pikiran masyarakat ke satu titik pemahaman yang mereka kehendaki, dengan mata kepala mereka melihat di tengah-tengah masyarakat pemahaman masyarakat menjadi simpang siur, masyarakat dipaksa bertindak dan bergaya seorang mujtahid dan muhaddist besar disaat minimnya keilmuan mereka, tentu timbul pertanyaan kepada kita, apa tujuan dari semua ini? apakah mereka benar-benar berdakwah dalam rangka mendekatkan masyarakat ke sunnah atau hanya menggiring masyarakat untuk berpecah belah, sudah bukan rahasia lagi dakwah mereka hingga hari ini lebih sering diwarnai perpecahan dan silang sengketa, bahkan yang terparah kita amati perpecahan ini terjadi di antara sesama jamaah mereka sendiri yang setiap hari gembar-gembor berbicara tentang sunnah dan nikmat dan lapang hatinya orang yang menjalankan sunnah. Ada apa dibalik semua ini? inilah ciri khas pemahaman ekstrim dalam islam, inilah ciri khasnya, jika pada orang khawaridj mereka ngotot membodoh2kan sahabat-sahabat besar dengan tuduhan tidak ada hukum selain Allah, dan seolah membuta tuli dengan petunjuk-petunjuk dari Nash tentang keutamaan para sahabat besar, syiah juga begitu membuta tuli dengan banyaknya hadist-hadist yang menjelaskan keutamaan sayidina abu bakar ashiddiq, sayidina Umar bin khatab, sayidatuna Aisyah dan lain-lain sahabat besar. Semoga Allah melindungi kita semua dari terjebak lebih jauh dalam pemahaman-pemahaman ekstrim seperti ini.

Sebenarnya aku tidak ada selera lagi semenjak petualangan yang kurasakan semasa kuliah dengan aliran salafi ini, hampir setahun aku coba serius mengaji bersama aliran ini dan tidak kupungkiri banyaklah manfaat kurasakan dalam memahami islam ketika itu sehingga sampai hari ini jika ada waktu ku masih sempat mengikuti ceramah-ceramah mereka bahkan buku-buku mereka masih saja kubaca, khusus tentunya untuk hal-hal yang tidak kontroversial yang menyeret ke pembid'ahan dan pentakfiran, aku masih bisa mentoleransi kajian mereka, walaupun belakangan semakin lama perenunganku membuatku yakin dan mantap untuk kembali ke pemahaman datuk-datuk di daerahku, orang lama yang berfaham ahlusunnah waljamaah dan bertarikah sufi.  Namun entah bagaimana caranya dagangannya begitu subur di tanah kelahiranku sendiri khsusnya untuk bagian-bagian yang kontroversial. Inilah yang mengherankan. Sudah berabad-abad daerahku menghasilkan tokoh sufi dan waliyullah besar yang dihargai bukan hanya diskala daerah, seperti syeikh abdul wahab rokan dan syeikh abdul goni alkhalidi annaqsabandi, dan lain-lain, bahkan nama mereka harum di skala internasional, jejak peninggalan mereka berupa pesantren-pesantren pun masih hidup hingga hari ini. Artinya kampungku yang dikenal sebagai serambi mekah ini bukanlah kemaren sore dalam belajar islam, jaringan ulamanya pun mumpuni dan berskala global yang melibatkan jaringan ulama di Haramain.

Namun entah kenapa begitu mudah mereka bertukar manhaj dan keyakinan. Apakah sebegitu lemah dan tidak kritisnya pemahaman umat di daerahku ini? Masih teringat jelas diingatanku bagaimana beberapa imam masjid, waktu ku sekolah dasar dikampungku, aku masih ingat betapa nikmatnya shalat tarawih dibelakang mereka, zikir jamaah mereka yang begitu lembut dan sangatlah terasa kelembutan di wajahnya yang bercahaya yang jika bertemu wajah mereka mengingatkan kepada Allah SWT, suara indah mereka melantunkan shlawat dan doa serta kebersahajaan mereka di dalam memimpin Yasinan, suasana ukhwah Islamiah sangat terasa, ketika ada yang sakit akan saling menjengung, membaca doa tahlilan bersama-sama, jika ada yang lahir akan dibacakan shlawat dan pembacaan maulid Nabi berupa Barzanji dan lain sebagainya penuh kesyahduan.

Masih ingat jelas dalam memoriku yang indah tentang kemanisan suasana spiritual di masa lalu sebelum penyakit ekstrimisme ini menjangkiti masyarakatku, ada dua orang guru mengajiku, suaranya sangat indah, jika ia azan subuh di mesjid bangkitlah rasa sedih dan kerinduan untuk mendatangi mesjid. Namun ketika ku menyelesaikan kuliahku di jawa dan pulang kampung, keadaan telah berubah banyak. Imam-imam yang biasanya aku sering duduk berdiskusi tiba-tiba usai shalat terlihat melengos pergi begitu saja, dia juga tidak mau lagi menjadi imam, belakangan mereka juga menolak untuk shalat di masjid yang aku masih ingat kami bergotong royong bersama-sama membangunnya dengan alasan mesjid ini telah menjadi sarang kesyirikan karena disamping masjid ada dikubur maqam pewaqaf tanahnya, bahkan bersalaman dengan jamaah lain merekapun enggan, tidak lagi terlihat sunggingan senyuman bak bulan purnama yang selama ini menyertai wajah sang imam. Wajahnya tiba-tiba menjadi keras dan kaku, memang ada bekas hitam seperti tapal kuda di jidatnya, tetapi entah kenapa wajahnya menampakkan kegelapan dan kegersangan, hingga hari ini kupun menjadi takut menyapanya karena entah kenapa hawa kesempitan dan kebencian terasa memancar dari wajahnya. Begitu juga nasib guru mengajiku, guru mengaji yang pertama ketika ku SMP kejadiannya, pergi merantau ke malaysia, pulang-pulang dia telah menjadi gila, ada yang mengatakan ia telah stress di malaysia entah apa sebabnya tiada yang tahu persis. Guru mengajiku yang kedua juga tidak jauh beda, ketika ia sekolah menengah aliah di kotaku dia telah belajar dikelompok keagamaan yang serba ekstrim. Pulang-pulangnya dia menuding bapak dan ibunya sebagai sesat, bahkan dia membuat musholla sendiri dan azan sendiri di puncak kelapa yang berlokasi di belakang rumahnya. Tidak berapa lama wajahnya yang sering membuatku bersemangat ke mesjid untuk berdiskusi dengannya telah berubah dan tampak liar dan keras, belakangan dia benar-benar gila dan tidak bisa lagi jadi panutan. Tidak kurang ada 8 orang imam dan guru mengaji yang kuhitung dikampungku yang tiba-tiba kejangkitan virus ekslusif dan ekstrim ini, bahkan mereka telah bersama-sama membentuk jamah ekslusiv sendiri bahkan menuding masyarakat kampung sebagai biang bid'ah dan kemusyrikan karena merayakan maulid nabi, zikir jamaah dan yasinan. Tinggallah masjid melompong di isi oleh orang tua-tua yang ilmu agama mereka tidak lah seberapa. Hanya Allahlah yang tahu apa sebenarnya terjadi dibalik semua situasi keberagamaan yang ganjil ini.

Situasi ini jelas membuatku merasa gerah. Bahkan di antara mereka ada yang mulai menuduhku sebagai syiah, la hawlawala quwwata illa billa, tentu saja tuduhan-tuduhan ini membuat sebagian siswa begitu khawatir untuk belajar denganku, sehingga dari pada menimbulkan kontroversi lebih baik kuhentikan saja melakukan pembinaan siswa sehingga terputuslah kesempatanku melimpahkan ilmu Fisika yang susah payah kutempuh hingga jenjang S2 di ITB untuk dapat membangun daerahku.  Kalau seandainya tidak takut terjebak dalam akhlak yang sama dengan mereka, aku sudah melakukan hal yang sama dan membeberkan kesesatan mereka ke orang-orang, tetapi sekali lagi kepada Allahlah hanya kita kembali. Sebenarnya bukan aku sendiri yang berfaham sufi di antara teman-teman, ada beberapa yang berfaham sufi Naqsabandi sebagaimana banyak orang tua dahulu bertarikat jaman dahulu didaerahku, namun kuperhatikan yang satu ini meskipun telah dididik dilingkungan sufi namun tidak menunjukkan ghirah yang memadai terhadap ahlusunnah waljamaah, tidak hanya sekali kulihat ia dibodoh-bodohkan oleh kalangan yang ekstrim ini dan menyudutkan pemahaman keberagamaanya. Namun ia diam saja. sungguh aneh sehingga ketika banyak siswa yang masih putih seperti kertas kosong terjebak dalam pemahaman ekstrim ini, ia hanya diam seribu bahasa.

Satu hal yang sungguh kuperhatikan, jika seseorang yang sudah terjangkiti virus ekstrim ini, maka nalarnya seolah lumpuh, bahkan seperti ada daya "ghaib" yang melumpuhkan sikap dan nalar kritisnya. Hawanya untuk tetap berada dalam modus "tempur" segera bangkit. Itulah sebabnya orang-orang yang terjangkiti virus ekstrim seperti ini sangat mudah direkrut untuk melakukan aksi-aksi gila terorisme atas nama agama. Jika kita telusuri dengan detail berbagai aksi ekstrimisme serta kekerasan atas nama agama, akan jelas terbukti ada orang-orang berfaham ekstrim seperti ini dibelakangnya. Minimal orang-orang yang pernah terpapar idelogi ini. Belum pernah ditemukan para sufi atau kaum Sunni tradisional ditemukan terlibat dalam aksi khwaridjisme seperti ini.






Sabtu, 03 Mei 2014

Hakikat Seorang Guru

Hari ini perpisahan kelas XII dan hatiku sangat sedih, bukan karena sedihnya perpisahan dengan murid-muridku karena memang tidak terlihat ada yang benar-benar melihatku selaku guru yang berjasa besar pada mereka sehingga perpisahan benar-benar layak disedihkan, dan puncak pembuktiannya kala hari perpisahahan ini. Di dalam buku tahunan alumni bahkan ada yang sampai berani menulis kata-kata dan pesan-pesan selama studi "guru-guru yang sudah tua dipensiunkan aja!", la hawlawla quwwata illa billa,..  Tiba-tiba kusadari  di hari ini hakikat seorang guru, yaitu ketika hati seorang guru terluka tidak dihargai oleh muridnya, maka semakin terdoronglah hatinya untuk merenungi hakikat profesinya ini. Hatiku juga sedih dan mempertanyakan hakikat dari dunia pendidikan modern yang makin hari terasa hampa dan miskin makna dan penuh kepura-puraan.

Dokumen semakin banyak yang harus disiapkan sebagai suatu kelengkapan guru profesional, namun profesionalisme yang semakin disiplin dan ketat membuat proses yang dijalani dan sangat menekan ini seolah tidak ada lagi "ruh",...seolah pendidikan ini semakin "mekanis" dan semakin mirip "proyek-proyek" untuk menggelontorkan dana dan menciptakan berbagai peluang menambah pundi-pundi duniawi, semakin mirip sebuah supermarket di mana ada berlangsung transaksi tanpa "jiwa" dan "keakraban" antara sang penjual dan pembeli, sang manajer dan pemilik modal pun tidak terlihat juntrungannya selain orang-orang yang antri membayar di hadapan sebuah mesin hitung tak berperasaan. 

 Di awal tahun ajaran baru anak-anak ini mulai belajar, maka dalam proses pembelajaran mereka akan dididik dengan berbagai idealisme soal kejujuran, soal pentingnya meraih prestasi, soal nasionalisme dan kebesaran bangsa ini, soal kedisiplinan dan pentingnya berkompetisi bahwa siapa yang sungguh-sungguh belajar akan sukses dan diperhatikan. dan berbagai soal lainnya yang layak dicatat dalam kaligrafi indah tinta emas. Namun kenyataan akan segera mereka pelajari tidak seindah yang terdengar.

Tentu bukan rahasia lagi jika dalam proses tersebut sang siswa akan "didewasakan" dengan sebuah kenyataan, bahwa semua yang kamu pelajari itu nak, jangan ditelan mentah-mentah, janganlah terlalu "polos dan lugu",..di ujung proses mereka akan belajar realitas yang menyakitkan, misalkan mereka akan belajar, bahwa dalam menghadapi ujian nasional ini mereka jangan melulu hanya belajar saja, mereka juga harus cari informasi ke Bimbe-Bimbel yang selama ini telah melakukan promosi bertubi-tubi, bahkan kalau perlu mereka harus membayar untuk mendapatkan sepaket kunci jawaban dari pada soal ujian nasional yang digembar gemborkan bersih dan berwibawa, baik dengan diusahakan sendiri-sendiri atau berkelompok. Bukan rahasia lagi antara siswa dan guru banyak yang mengetahui dan saling mengetahui kecurangan ini,..proses ini ibarat orang yang telah susah payah memintal benang, namun ketika benang dipintal dan dijadikan suatu sulaman indah, lalu diorak-arik dan dikusutkan kembali.  Bukan rahasia lagi semua komponen pendidikan di bangsa ini tahu carut marut dalam proses panjang standarisasi mutu ini, tapi anehnya ketika diperoleh hasil "ngibul" tersebut mereka akan saling berbangga dan berpidato bahwa proses panjang ini telah sukses dan berhasil dan standar pendidikan telah dicapai.

Bukan rahasia lagi banyak proses seperti itu dengan mentalitas yang sama akan mereka temui bahkan di dalam kelas sekalipun, bukan rahasia lagi karena hampir di mana-mana baik pusat dan daerah korelasi antara nilai raport siswa dan kemampuan mereka sejatinya sangatlah kecil. Namun ketika guru harus jujur menulis nilai apa adanya mereka akan mengalami banyak masalah dan dituding dengan berbagai tudingan kegagalan. 

ketika mereka memilih perguruan tinggi untuk karier masa depan lebih lanjut mereka akan temukan spanduk-spanduk tidak sesuai kenyataan. Mereka akan temukan bahwa untuk kuliah kedokteran diperguruan tinggi A anda butuh uang sekian dan sekian yang semakin melambung tinggi dan chanel begini begitu . Bukan rahasia lagi uang dan ketidak jujuran akan semakin "mulia" harganya dibatin mereka sejalan dengan bertambah "matangnya" mereka dari segi pendidikan. 

Lalu tidak mengherankan belakangan akan muncul sosok-sosok hipokrit luar biasa, sosok-sosok yang menyimpan "monster" dalam penampilan kemalaikatan mereka,..inilah ujung dari semua proses panjang dan melelahkan ini,...inilah yang sangat kutakutkan dan penyebab ku bersedih hari ini. Tidaklah heran kita jika kita amati siaran-siaran di TV bagaimana  koruptor-koruptor adalah dulu merupakan siswa-siswa cerdas dan sosok-sosok teladan, para akademisi teladan dan orang-orang yang tampak berpembawaan halus sopan dan penuh bahasa intelektual dan visioner ketika tampil, namun sepak terjang mereka dalam realitas sungguh mencengangkan. 

Hal ini dibuktikan tanda-tandanya oleh seorang siswa yang ketika bersalaman denganku tiba-tiba buang muka, padahal selama ini bukan main santunnya dan bukan main terlihat tulus, terbayang bertubi-tubinya telpon ortunya yang tidak kuangkat karena ia mendaftar disekolah ini dan belakangan dengan diam-diam kutemui sang kepala sekolah agar sudi menerima dia yang sebelumnya sekolah sudah bulat sepakat untuk menolak dia mendaftar walaupun nilainya sangat baik.  Tiba-tiba kusadari motivasi dari kesantunannya selama ini tidak lebih hipokritisme dan oportunisme, ditambah semburan ketus dari seorang orang tua wali murid ketika kutanya "sifulan ke mana?" lalu ia jawab dengan ketus "terserah dia,dia mau ke mana terserah", belakangan mereka memang merasa sangat terganggu karena perhatianku yang sangat besar pada anak yatim tersebut, masih teringat ketika mereka mengajakku makan siang sekeluarga dan mengatakan "ini kami titip sifulan didiklah dia dan anggap dia sebagai anak angkat" dengan tulus ikhlas kudidik anak tersebut dan alhamdulillah hingga hari ini dia menunjukkan prestasi yang semakin bagus. Belakangan ketika ia kuminta memberi motivasi ke adik kelasnya agar semangat belajar seperti dia, alih-alih datang malah datang dengan sendal jepit tanpa rasa hormat dan kesantunan sama sekali dan menyatakan tidak bisa. Kejadian-kejadian semisal ini begitu sering kualami yang membuatku benar-benar patah semangat untuk berbuat lebih banyak dan melakukan proses pendidikan yang diluar dari proses-proses formal dan mekanis ini. Padahal aku berkeyakinan proses-proses formal melalui jalur pembelajaran klasikal ini tanpa sang siswa harus memiliki ikatan batin guru murid tidak akan memberi hasil. Nayatanya ketika kulakukan proses yang yang kukira akan berhasil, hasilnya sama saja.


Kemiskinan ruh dan jiwa semangat pendidikan itu sangat terasa ketika kita lihat adab dan akhlak siswa yang semakin hari "kurang ajar", nyaris tidak ada siswa yang benar-benar meiliki adab yang baik, serta rasa menghargai dan menghormati guru secara tulus dan ikhlas. Alias dalam standar akhlak dan prilaku posisi seorang guru semakin hari semakin tidak bernilai.....betapa banyak murid yang telah kuperjuangkan, bahkan dibalik layar mereka kuperjuangkan yang jika seandainya kutidak campur tangan ketika itu keadaan akan menjadi lain dan masa depan mereka menjadi suram (ini bukannya bermaksud berandai-andai) namun belakangan ketika mereka lepas mereka tidak menunjukkan sama sekali sikap seorang yang pandai berterima kasih. Artinya apa yang harus ia perbuat untuk mengobati luka hatinya? Apakah arti ketulusan memberi tanpa mengharap apapun. 

Selama ini kupercaya diri dengan idealisme yang kupegang tulus ikhlas menebar ilmu tanpa harap apapun dengan murid-murid yang kubimbing, bahwa harapanku cuma membuat mereka sukses dan kaya dengan ilmu pengetahuan. Inilah alasan nyaris jarang sekali ku memungut biaya les dan bimbingan meskipun waktu yang kuhabiskan membimbing mereka terkadang berjam-jam. Belakangan mulai terlihat bahwa apa yang ada di dalam pikiranku adalah sebuah idealisme dari dunia pendidikan lama, jaman keemasan pendidikan islam jaman dahulu, bukan sistem pendidikan warisan kolonial dalam mental liberalisme dunia industrial dan ekonomi global yang menjadi anutan dunia pendidikan modern ini. Dan semua kenyataan ini membuatku ingin melakukan refleksi mendalam terhadap hakikat pendidikan sekuler dan kelemahannya serta kelebihannya jika dibandingkan dengan proses yang ditawarkan oleh islam dan telah dianut dalam berbagai sistem pendidikan pondok dan pesantren di nusantara ini, sebelum sistem pendidikan sekuler selanjutnya menjadi "syahadat" dunia pendidikan modern ini.

Salah satu kitab pegangan akhlak dan adab seorang penuntut ilmu zaman itu adalah kitab yang saya ambil sebagai nama dari blog ini Ta'lim Muta'allim.  Salah satu matannya dari kitab itu berbunyi "Termasuk menghormati guru ialah, hendaknya seorang murid tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, jika di hadapannya, dan tidak memulai bicara kecuali ada ijinnya. Dalam konsep penddidikan sekuler yang berwawasan profan, adab ilmu sebagaimana yang tertulis dalam buku klasik ini tentu dianggap memancing untuk  berpikir dan berwawasan jumud dan tidak kritis.  Mereka lupa, untuk menghasilkan siswa yang cerdas dan kritis tidak perlu dicapai dengan mengorbankan adab ilmu, mereka juga tidak perlu harus mengekor dan memuja konsep humanisme dan HAM Barat yang sikap egaliternya telah kebabablasan menabrak akhlak dan adab-adab pentuntut ilmu sebagaimana digariskan oleh Islam.

Kitab karangan Syeikh Az Zamuji ini begitu luar biasa dan menyimpan mutiara sangat mahal dalam hakikat pembelajaran. Kitab yang tipis ini telah beratus tahun menjadi rujukan di sejumlah Pondok dan Lembaga Pendidikan Pesantren.

Satu hal yang saya catat soal perkembangan dunia pendidikan di tanah air adalah kurang jelasnya visi dan misi. Pendidikan kita seolah tidak punya karakter yang jelas, selain seolah seperti "orang yang galau" yang berusaha keras beradaftasi di tengah dunia modern yang begitu cepat berubah dan nilai-nilai yang tidak pernah dipandang mapan.