Hakikat Persaudaran Karena Allah
Ketulusan dan kejujuran dalam bermuamalah dengan sesama adalah sesuatu yang semakin hari semakin langka di dunia yang semakin materialistis ini. Perasaan saling menghargai dan menghormati tinggal hanya sesuatu yang tertulis di buku-buku yang di ulang-ulang di dalam berbagai ceramah, motivasi, nasehat dan pidato yang diucapkan nyaris tanpa ruh dan yakin. Idealisme serta kebaikan hanya tinggal sesuatu yang sekedar difahami lalu dianggap tidak dapat diterapkan dan kurang masuk akal. Kesamaan antara yang terbetik di kalbu dan yang terpancar dari air muka dan ucapan alangkah begitu bertolak belakang. Kemunafikan adalah sikap mental yang semakin hari dipandang lumrah.
Betapa banyak senyum manis dan kata-kata simpatik menyimpan khianat dan kesumat. Betapa banyak kata-kata manis adalah permainan kefasihan lidah belaka serta keterampilan menguji "ketumpulan hati",..dan betapa banyak bujuk rayu hanyalah tarian kebohongan dan oportunisme. Betapa banyak syaithan berjubah kesucian dan kemalaikatan, betapa banyak kebenaran dan kejujuran dihargai rendah dan dikalahkan oleh kebusukan dan tipu daya, betapa banyak fitnah dipandang keindahan dan keikhlasan di dunia nan sementara ini.
Benar sekali,.., sifat siddiq kejujuran serta keikhlasan adalah ilmu serta amal yang seolah telah lama punah dari dunia ini. Manusia mengira ilmu ini mudah di kuasai namun tidak satupun yang pernah di antara mereka menghirup sekedar aroma dari ilmu ini. Sangat sulit sekali menemukan orang yang bisa ikhlas dan jujur dewasa ini bahkan masa ini yang kemunafikan adalah modal dagang utamanya, kedewasaan seseorang diukur dari seberapa berbeda antara ucapannya dan suara hatinya.
Betapa banyak hubungan persahabatan dan persaudaraan berakhir di dunia tak menentu ini. Hubungan antara manusia diwarnai oleh buruknya niat dan busuknya tujuan. Kita menyaksikan pemutusan hubungan silaturrahmi adalah fenomena biasa di jaman ini. Manusia seolah sibuk tanpa henti tak mengenal istirahat dan kata cukup, dengan kesibukan-kesibukan yang bersifat individualistik dan oportunistik serta tidak peduli dengan hal-hal yang dalam kaca materil tidak menguntungkan. Pertikaian antara saudara, keluarga, teman dekat, orang-orang saling memendam kekesalan satu sama lain dan saling memandang dalam kaca mata prasangka bahkan dendam kesumat. Tidak sedikit keluarga yang anggotanya tidak lagi bertegur sapa, bahkan jika ditanya di mana saudaranya tinggal? mereka tidak saling mengetahui, tidak sedikit hubungan antara manusia berakhir dalam pertikaian dan permusuhan serta hampir mustahil diperbaiki lagi. Titik pertentangan selalu kita temukan adalah masalah yang bersifat duniawi belaka. Manusia modern seperti tengah berada di alam lain namun begitu terikat dan cinta dengan dunia ini. Manusia makin terkotak kotak dan terasing dalam selubung ego dan kepentingan masing-masing. Manusia tidak lagi mampu berempati dan peka dengan naluri kebaikan dan suara nurani.
Kecintaan yang besar kepada Materi
Manusia makin tersudut dan makin mengejar hal-hal yang bersifat material. Di tambah lagi secara materil dunia semakin menawarkan keindahan dan kemewahan. Di depan mata semua orang bisa menyaksikan begitu banyak kemewahan yang memanggil dan menggoda untuk dinikmati, mobil mewah, perangkat digital elektronik mewah, peralatan serba mewah, semua menari di depan mata dan disuntikkan di alam bawah sadar dengan berbagai teknik periklanan yang memabukkan. Semua itu membutuhkan uang, uang dan uang. Situasi ini membuat manusia tidak peka dengan kekayaan yang bersifat spiritual dan nonmaterial seperti kekeluargaan dan silaturrahmi. Dan mereka senantiasa dibelenggu oleh rasa haus tak terperikan akan materi duniawi.Kesenjangan antara kebutuhan dengan penerimaan begitu besar. Jika dulu orang telah merasa tenang jika telah terpenuhi kebutuhan akan makan dalam seminggu, dewasa ini orang akan tetap merasa stress jika tidak mampu membeli handpone kamera atau TV layar datar atau bahkan mobil pribadi. Semua orang tampak gelisah, senantiasa bersedih dan meratapi keadaan meskipun untuk ukuran jaman dahulu mereka tengah berada dalam kenikmatan yang banyak. Jiwa yang tidak ikhlas dan munafik juga membawa kepada ketidakmampuan mensyukuri nikmat. Rasa frustasi ini membuat orang mudah tersinggung dan memendam amarah kemanapun mereka pergi. Selain mudah melampiaskan amarah manusia yang kalut ini juga anehnya sangat sensitif dan mudah tersinggung. Situasi inilah menyebabkan nilai silaturrahmi menjadi semakin dihargai murah.
Godaan materi dunia yang mudah terpampang itu begitu membius, sehingga ada yang tidak dapat berpikir jernih lagi. Di tambah lagi ada tawaran untuk membeli berbagai kemewahan tersebut dalam bentuk kredit serta angsuran. Terkadang kita perhatikan banyak yang tidak mempunyai penghasilan tetap namun nekat membeli barang mewah dengan berbagai macam kredit dengan bunga riba yang mencekik. Selajutnya kesenangan itu hanya mereka nikmati dalam waktu yang singkat dan segera hidup dalam situasi tidak tenang di mana akhir bulan akan senantiasa dikejar-kejar Debt Collector. Bahkan ada kita saksikan di antara mereka mengambil kredit sofa serta lemari pakaian yang mewah. Belakangan tidak sanggup mereka bayar, dan sofa serta lemarinya kita lihat dikeluarkan dengan paksa oleh Debt Collector seraya kita saksikan lintang pukangnya ia menyusun pakaian yang berserakan yang dikeluarkan dari lemari di bantu anak kecilnya. Hati akan terguncang sedih menyaksikan pemandangan tersebut tetapi kita sangat sulit memutuskan apakah orang seperti ini memang layak kita kasihani. Orang seperti ini biasanya membeli sesuatu bukan berdasarkan kebutuhan, namun berdasarkan gengsi serta hawa nasfu sesaat. Ini ditandai oleh kecendrungan berbelanja kepada pakaian serta barang-barang yang selalu bertukar model seperti Hp, gadgedt dan lain-lain, namun anehnya terkadang mereka tinggal di rumah kontrakan. Di antara mereka ada yang tidak pernah punya rumah karena memaksakan diri untuk mengontrak rumah mewah dan mengambil kredit mobil mewah, situasi ini membuat mereka selalu dihantui oleh gengsi dan tampilan luar belaka dan ketakutan untuk jatuh miskin.
Ekonomi juga berada dalam kesenjangan yang hebat, orang kaya semakin kaya, dan orang miskin semakin terpuruk. Dengan mudah kita lihat kesenjangan ini di kota-kota, di mana orang kaya tampak begitu sangat boros menikmati dunia ini. Tubuh mereka membengkak seperti badak penuh lemak atau seperti babi peliharaan yang tampak makmur dan putih memerah karena tidak bersentuhan dengan sesuatu yang kasar, makanan mereka penuh dengan lemak dan gizi yang berlimpah. Di lain pihak, orang miskin berjuang keras demi sesuap nasi yang terkadang begitu berkualitas rendah sekedar untuk menegakkan badan belaka. Seraya berjuang keras banting tulang, si miskin menyaksikan parade kemewahan di mall dan pusat perbelanjaan, di mana kumpulan orang kaya yang begitu gemuk makmur tampak begitu mudah melemparkan uang tanpa pusing-pusing.
Orang kaya yang hanya segelintir dari total populasi manusia tampak berpoya-poya menikmati hampir semua sumber daya dan energi, dan menyisakan ampas, limbah, barang bekas dan kotoran bagi orang miskin. Situasi ini adalah lahan subur bagi berkembangnya kriminalitas dan berbagai tindak kejahatan. Kaum marjinal yang senantiasa terpuruk dan tersudut dalam segala segi telah begitu lama memendam amarah dan merutuk keadaan sehingga jika ada kesempatan melakukan tindak kejahatan mereka tiba-tiba berubah buas dan sadis. Kebanyakan orang kaya jika dikaitkan dengan penyakit urusan perut mati karena begitu semangatnya melampiaskan hawa nafsu mereka khususnya dibidang makanan enak-enak, penyakit paforit mereka obesitas, serangan jantung akibat timbunan lemak, stroke dan kanker,..sedangkan orang miskin mati karena kurang gizi serta kualitas makanan yang tidak sehat dan steril.
Kehidupan telah berubah mekanis dan semakin kehilangan dimensi kemanusiaan,....makin lama manusia semakin berubah menjadi sekedar nomor dan kode, no ktp, no rekening, nomor ini dan itu,...bahkan semua urusan A hingga Z berujung kepada duit. Banyak urusan sekarang tidak lagi orang bertatap muka dan beramah tamah bertegur sapa, namun tinggal gesek kartu atau tinggal pencet tombol seraya memasukkan pin khusus milik kita. Kartu pun semakin kompleks dan banyak yang harus di bawa-bawa kesana kemari,..semua itu dibuat dengan duit, entah bagaimanapun caranya harus mampu diperoleh. Umat senatiasa menderita dengan berbagai pungutan-pungutan yang terkadang begitu mencekik dan mengada-ngada. Orang yang hendak menikah harus membayar berbagai pungutan ini dan itu, bahkan jika orang dalam usia senja di kota-kota harus sudah punya tabungan memadai untuk dapat membeli makam tempat peristirahatan terakhirnya. Jika tidak tubuhnya akan menjadi kadaver mahasiswa kedokteran.
Kehidupan yang serba mekanis membuat manusia, khususnya diperkotaan kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan emosinya secara wajar. Anak-anak banyak yang lahir dan tumbuh dengan gejala autisme. Bahkan jika kita cermati emosi mereka tampak labil dan impulsif serta penuh dengan ungkapan yang kasar penuh emosi yang tidak sehat. Gangguan emosi ini juga ditandai oleh miskinnya komunikasi antara anggota keluarga, bloger sendiri pernah mengamati bagaimana seorang tua siswa tidak mengetahaui kelas berapa dan di mana anaknya belajar. Ini bukan lelucon dan benar terjadi.
Pembangunan fisik begitu bergiat sedangkan kesehatan ruhaniah semakin terabaikan. Gedung-gedung pencakar langit, sarana transportasi yang semakin dipermudah serta pusat-pusat hedonisme kemewahan duniawi makin membiludak yang membuat manusia semakin larut dalam mimpi dan angan-angan. Segala hal tampak berlari cepat, dan semua orang tampak selalu berkejaran untuk mengupdate diri lalu banting stirr menghibur diri dalam kemabukan dan pesta pora untuk menghilangkan rasa gelisah yang menggerogoti. Seolah mereka senantiasa bergegas dan dikejar mimpi buruk tergilas dan tertinggal. Waktu semakin dihargai tinggi sehingga setiap orang seolah sedang terperangkap dalam sebuah antrian tidak berkesudahan dalam berbagai aspek dan tujuan. Waktu terasa begitu singkat dan sehari terasa hanya beberapa jam saja dan setiap orang tidur dalam keadaan penuh dengan beban mental pekerjaan serta penyesalan. Situasi ini menyebabkan rentannya manusia modern tergena berbagai gangguan penyakit ruhani, minimal stress dan berkepribadian labil impulsif.
Setiap nurani manusia di era modern seolah dalam sekarat senantiasa menghantui jiwa mereka dan berbisik lirih, "Wahai sahabat, apakah engkau lebih menghargai dunia yang fana yang cepat bertukar rupa dan kemanisan ini ketimbang engkau menghargai kekayaan jiwa,...wahai taulan, apakah engkau lebih memandang bernilai sesuatu yang hanya berarti jika engkau masukkan ke lobang dan rongga yang busuk dan tidak bisa dinikmati tanpa berakhir menjadi sesuatu yang menjijikkan, apakah yang engkau kejar hanyalah yang memanjakan dua biji matamu belaka? apakah engkau mengejar pujian dari ocehan riuh rendah mereka-mereka makhluk yang pastikan binasa,..mengapa engkau tidak mengejar kekayaan jiwa...mengapa engkau tidak mengejar kekayaan jiwa? mengapa tidak engkau sandarkan pengharapanmu pada tali gantungan yang tak akan sirna dan menukar semua yang abadi dengan sampah yang fana?" namun mereka mengabaikan semua itu dan hati mereka semakin mengeras.
Rapuhnya Hubungan Persaudaraan
Alangkah rapuhnya hubungan persaudaraan di masa yang gering ini,...terkadang hanya karena kepentingan-kepentingan sesaat, apakah itu berupa segepok uang, setumpuk kepalsuan, posisi dan jabatan, kenyamanan dan status sosial, ...atau barangkali sebidang tanah atau warisan. Atau hanya demi mendapatkan baju baru atau sesuatu yang dipakai sesaat. Manusia lalu saling menyikut, saling mengorbankan, saling membenci dan saling menghasut. Padahal ditengah dunia yang tidak menentu dan gila ini manusia semakin membutuhkan hubungan afektif persaudaraan dan kekeluargaan. Di mana-mana hubungan antara manusia sangat buruk, yang semunya itu dirusak oleh hal-hal yang bersifat duniawi belaka. Jika kita mengucap salam atau mengirim surat atau sms kepada teman yang jauh, sangat sedikit kemungkinan sms kita dibalas, kebanyakan yang membalas sms kita adalah orang yang masih bisa kita temui sehari-hari yang masih mengira ada kepentingan. Hubungan antara manusia dewasa ini hanya bersifat oportunisme dan kepentingan belaka. Miskin sesuatu yang berasal dari nurani atau hubungan karena Allah.Hubungan antara manusia di jaman yang dikatakan maju ini bersifat temporal, sesaat dan penuh basa basi. Tidak sedikit orang yang di masa lalu begitu akrab selanjutnya tidak lagi saling mengenal dan bertegur sapa karena kepentingan-kepentingan di antara mereka telah usai. Hal ini tidak dapat tidak menunjukkan dangkalnya makrifat dan tauhid di hati mereka. Ketika manusia hanya berbaik-baik dan bersilaturrahmi dengan orang yang ia kira merupakan sumber dari rezekinya, tempat bencana dan kebaikannya, tempat peluang emas baik karier maupun ekonomi maka ini menandakan rusaknya tauhid. Bloger sendiri punya pengalaman yang banyak soal ini, salah satu contoh adalah ketika kita mengambil sebuah kredit perumahan, awal mulanya developer, kontraktor serta pegawai perumahan bukan main ramah dan terlihat tulusnya dengan kita, namun ketika bloger selesai dalam akad kredit perumahan tersebut, semua keluhan akan pelayanan yang buruk sama sekali tidak digubris, bahkan jawaban dan sikapnya semakin ketus dan menyakitkan. Hal ini menyebabkan bloger harus memperbaiki setiap kerusakan yang ada yang seharusnya merupakan tanggung jawab mereka. Kalau seandainya kita hendak saksikan betapa palsunya senyuman manusia akhir jaman ini, saksikan saja di Bank, mall-mall dan pusat perbelanjaan, kita saksikan bagaimana senyuman mekanis tanpa ruh ditampilkan, "terima kasih, ada lagi yang bisa kami bantu?", setiap hari skill kita untuk mati rasa dan munafik semakin diasah oleh berbagai situasi dan keadaan. Terkadang kita bisa dengan mudah menebak, jika ada seseorang teman tiba-tiba menelpon kita, maka ia tengah ada suatu kepentingan dengan kita.
Kita punya daftar sangat panjang manusia-manusia yang dulu kita begitu akrabnya, sama-sama makan, menghabiskan waktu membicarakan cita-cita dan angan-angan soal masa depan, belakangan jika bertemu tampak seperti orang asing, dan salam perkenalan mereka "ada urusan apa kemari?"Logika ingin serba untung menunjukkan jiwa seseorang sangat miskin. Jiwa yang miskin akan merasa percaya diri dapat menakar anugrah dan curahan rahmat Allah dalam hubungan sebab akibat serta taat dalam logika untung ruginya yang picik. Misalkan jika kita mencoba dekat dengan seseorang yang memiliki jiwa miskin seperti ini, keakraban dan persahabatan dengan kita tidak akan berlangsung lama, dia akan segera acuh tak acuh bahkan merasa terganggu jika kita tampaknya tidak memberikan feed back yang menguntungkan terhadap dirinya dari segi ukuran duniawi dan tambahan materi belaka.
Mereka tidak melihat makhluk hanya sebagai "alat" atau "media" bagi Allah untuk menampilkan pemberian sejatinNya yang tidak terkira, namun mereka kira makhluk itulah yang membalas kebaikan dan jerih payah mereka, sehingga mereka akan mengerahkan segala daya upaya agar dapat berbaik-baik dengan orang yang sekiranya dapat mendukung oportunismenya. Kalau perlu itu dicapai dengan jalan penipuan dan kemunafikan. Bloger pernah punya pengalaman menyakitkan soal ini, adalah dua teman yang telah terbiasa hidup penuh tutur budi bahasa nan halus karena memang kebudayaannya mengakar seperti itu. Mereka dalam standar sopan santun daerah bloger yang terbiasa lugas terlihat sangatlah anggun dan baik. Bantuan segera diberikan jika mereka memerlukan, namun ketika mereka sudah mapan dan sukses tinggal di sebuah kota besar, dua orang berakhlak mulia ini menolak membantu bloger dalam mencarikan tempat berobat buat orang tua yang tengah terkena sakit mata dan harus segera dioperasi. Bukan main, demikianlah hakikat sejati orang berpenampilan lembut ini.
Teman sahabat maupun karib akan selalu datang dan pergi di akhir zaman ini. Manusia-manusia semakin mirip "zombie" di mana pikiran dan kesejatian mereka bukan lagi milik mereka. Tetapi milik perubahan zaman dan milik kepentingan-kepentingan sesaat. Tidak ada manusia yang merdeka, tidak ada manusia yang bisa berpikir melampaui kerangkeng waktu dan kebutuhan duniawi yang menghimpit, itulah sebabnya mereka mudah sekali berubah digerus oleh waktu, mudah berubah oleh lingkungan maupun tekanan hidup.
Terkadang di antara manusia saling membanggakan bahwa mereka dekat dengan tokoh A tokoh B dari kalangan pejabat pemerintahan atau pemegang kekuasaan. Ketika sang pejabat tersebut tidak lagi berfungsi atau menjabat, dengan segera mereka merasa enggan bersilaturrahmi lagi dengannya. Sebagian manusia yang terkadang sangat disayangkan adalah orang yang berilmu agama yang memadai merasa bahwa keamanan dan rezeki mereka lebih terjamin karena mereka saat ini dekat dengan tokoh A atau tokoh B seorang pejabat penting. Terkadang orang tertentu merasa aman jika dia menikah dengan seorang anak putri konglomerat yang kaya raya. Menurutnya itu lebih mendukungnya dalam mencapai cita-cita dan ambisinya untuk menaih kedudukan dan status sosial. Namun belakangan mereka segera menemui kenyataan pahit bahwa kesuksesan itu hanyalah kehendak Allah belaka dengan melihat kerja keras dan doa kita.
Bentuk kerusakan tauhid lainnya adalah jika seseorang memiliki seorang anggota keluarga yang tergolong orang penting, misalkan seorang rektor, seorang presiden, gubernur atau bupati, atau Camat atau seorang Kepala Dinas dan lain-lain, maka ia seolah-olah telah memiliki dunia ini dengan segala isinya. Bahkan di antara mereka ada yang merasa orang lain wajib bersilaturrahmi kepadanya, wajib dikunjungi di hari-hari lebaran, jika tidak ia memandang orang tersebut kurang menyeganinya yang merupakan katakanlah kemenakan seorang yang penting. Lalu ia memandang orang yang tidak mengunjunginya sebagai orang yang tidak memikirkan nasib dan kariernya di masa mendatang. Anehnya jika kita mengunjungi dan bersilaturrahmi kepadanya, dia akan berbicara dengan gaya "priyayi" sembarangan seolah semua orang membutuhkannya dalam segala segi, seolah orang yang mengunjunginya hanyalah mengincar posisi atau pekerjaan tertentu. Demikianlah betapa tidak tulusnya pola silaturrahmi seperti ini. Bisa dibayangkan sikap yang diambil si tokoh penting itu sendiri. Jarang sekali tokoh-tokoh penting misalkan para pejabat penting dewasa ini yang mempunyai sifat rendah hati dan berjiwa besar sebagaimana ditunjukkan pemimpin-pemimpin di masa lalu,.
Parahnya terkadang kita merasa bingung menghadapi banyak orang yang pernah kita dulu begitu akrab dan bersahabat dengannya, apakah itu pernah satu kelas atau satu bangku, satu tempat kuliah, atau sama-sama merantau sependeritaan, ketika ia memegang suatu posisi penting menyangkut "hajat hidup orang banyak" walaupun terkadang cuma hanya tenaga honorer, menampilkan diri sebagai orang penting yang harus dihormati setinggi langit. Terkadang kita terkaget-kaget dengan arogansi yang ia tampilkan. Pepatah daerah mengatakan sifat mereka ini sebagai "pantang diharok" alias pantang diharapkan. Mereka terkadang mencapai kepuasan batin ketika melihat orang lain mengalami kesusahan dan memelas kepadanya. Sehingga perasaan orang kecil marjinal dan tidak penting yang mereka derita selama ini mendapatkan suatu jalan pelampiasan, walaupun itu harus dilampiaskan ke mantan sahabat atau teman akrabnya.
Kepentingan adalah dasar dari setiap hubungan manusia di jaman modern ini, bahkan hingga kepada hubungan antara orang-orang yang satu keluarga. Sangat sedikit hubungan yang dibangun berdasarkan ketulusan dan saling memberi tanpa pamrih. Jika mereka memberikan sesuatu, dalam waktu tidak berapa lama mereka akan menagih pemberian tersebut dalam bentuk lain, sehingga tidak tenang sebelum semuanya menjadi impas. Hubungan seperti ini jelas tidak berdasarkan mengharapkan pahala dari Allah, bahkan sekedar rasa kasihan dan naluri persaudaraan dan kemanusiaan pun seringkali tidak.
Jika hendak dibuat ibaratnya maka silahturrahmi di antara manusia jaman ini bagaikan sarang laba-laba. Indah di pantau rumit dan saling terkait, tapi sebenarnya hanyalah sebuah perangkap yang rapuh yang dirancang untuk menjebak dan memperdaya lalat yang busuk.
Spiritulisme Hampa
Nilai spiritualisme pun telah berevolusi sebagaimana kehidupan yang telah berevolusi. Berkembanglah kesalehan yang bersifat "cepat saji" penuh "kepura-puraan" dan serba "kamuflase".Ada pula yang menjadikan simbol kesalehan dan kealiman sebagai alat untuk memperdaya manusia dan mendapatkan apa yang menjadi hasrat hawa nafsunya. Di jaman yang miskin keteladanan ini terlalu sering kita perhatikan orang yang hidup dalam simbol-simbol serta kamuflase belaka. Celakanya simbol-simbol itu lebih sering merupakan simbol-simbol kesucian dan kesalehan. Kita saksikan banyak orang yang rajin ke masjid dan menampakkan kesalehan dan kealiman, namun ketika posisinya yang sudah terhormat dan mulia dengan segera ia gadaikan untuk meraih pundi-pundi duniawi. Tidak sedikit koruptor adalah orang yang paling rajin bicara kebaikan dan amalan-amalan utama pada mulanya, dan sudah bukan rahasia lagi departemen agama adalah departemen yang terkorup di bangsa ini.
Segala hal serba material oriented, kesalehan dan keakhiratan semakin berwujud polesan dan kover belaka. Pembangunan ruhani difokuskan kepada hal-hal yang bersifat "mercusuar" seperti banyaknya masjid yang mewah dan besar dengan segala dekorasi dan seni. Jamaah yang hadir ironisnya pun begitu sedikit dan itupun hati jamaah nan sedikit itu telah berpecah belah saling membid'ahkan dan mencurigai.
Ceramah-ceramah dan khotbah begitu mekanis tanpa ruh dan miskin rasa yakin. Bahkan ada kecendrungan ceramah dan Tausiah hanya sekedar wisata religi yang dinikmati sebagai pelengkap dalam melerai kepenatan, tidak ada semangat kejujuran dalam bermuhasabah karena hampir semua yang disampaikan terlalu sering didengar dan terlalu sering disaksikan tidak ada yang mengamalkannya sehinga telinga dan hati menjadi bebal. Para penceramah akan didengar jika materinya kocak dan penuh dengan canda tawa dan olok-olokan. Para penceramah pun hanya yang bermental badut komedi sirkus yang bisa digandrungi jamaah dan laku, dan sang ustadz pun tidak akan semangat jika tidak dipancing dengan amplop tebal.
Ada pula yang rajin ke mesjid namun mengira dengan semua itu ia telah mencapai suatu posisi yang istimewa di sisi Allah sehingga melihat semua manusia dengan pandangan meremehkan dan seumua orang tampak sebagai "ahlunnar". Ada pula manusia tipe seperti ini membangun lembaga-lembaga keagamaan yang dengan halus melalui dalih sedekah dan amalan jariah ia menarik pundi-pundi duniawi untuk di masukkan kedalam "koceknya". Ada pula yang rajin mengkapling-kapling tanah sorga dengan dalih, semua tanah itu dapat dimiliki oleh orang yang menuruti apa yang ia inginkan. Dan doa restunya adalah mustajab, sedangkan kutukannya adalah bencana. Sungguh jaman ini membawa kecelakaan yang lebih besar dibanding masa lalu, tempat kita seyogyanya mencari ketenangan dipenuhi oleh kumpulan oportunis dan munafik.
Tidak sedikit manusia yang cara ia mengambil kesimpulan terhadap sesuatu adalah berdasarkan mitos dan dongeng belaka, keberagamaannya pun bersifat trend dan wacana serta desas desus. semua hal yang penting ia dengar hanya berdasarkan katanya katanya belaka sehingga menerima ilmu yang bersifat dongeng-dongeng belaka. Mereka ini ditandai oleh rajin menyalahkan dan membid'ahkan orang lain, seolah mereka diutus Allah untuk menyelidiki amalan orang lain dan boleh lalai dengan amalannya sendiri, rajin menuduh orang lain sebagai Syiah, Sururi, Hizbiyyun, quburiyyun dan berbagai label paranoid lainnya. Ketika ada seruan mengatakan begini begitu ia juga akan ikut begini begitu dan senantiasa terombang ambing kebingungan meskipun tampak meyakinkan dengan jargon-jargon yang diusung. Ada yang mendapatkan ilmu melaui internet belaka ,..melaui syeikh google namun lagak dan sikapnya seolah ia adalah seorang syeikh yang ilmunya rasikh. Di antara mereka rajin menulis status-status berbau dakwah di facebook namun tidak berminat mengamalkan apa yang ia serukan. Seruannya pun hanya berdasar kepada ilmu yang sepotong-sepotong yang tanpa ia sadari serba tidak konsisten.
Cara beragama yang labil serta serba simpang siur ini melahirkan orang yang "jadi-jadian" yang serba simpang siur pula. Orang-orang terkadang bisa menjadi alim, lalu menjadi ahli maksiat lalu menjadi ahli ibadah lalu bahkan menyinggung kekufuran tanpa disadari lalu kembali menjadi saleh kembali, hebatnya ritme ini terjadi berulang-ulang. Ketika dalam fase alim mereka tampil bagaikan wali Allah, ketika dalam fase maksiat mereka tiba-tiba berubah menjadi ahli maksiat yang profesional. Terkadang mereka menangis meratap begitu menyedihkan dalam berbagai tausiah namun ajaibnya sekejap nanti kita temukan ia telah asyik dengan sebentuk maksiat. Atau bahkan ada yang bisa berbuat kesalehan dan bermaksiat sekaligus tanpa merasa ada yang salah dengan dirinya. Sebagai contoh kita lihat ada yang jika ia memegang urusan penting maka ia begitu mempersulit dan kesulitan itu menjadi terlepaskan jika kita memberi sedikit "uang pelicin" ke sakunya atau ia akan berubah ramah jika didatangi langsung ke rumahnya dan berurusan dengan metode "kita sama-sama senang sama-sama untung". Namun anehnya ketika azan tiba ia kita saksikan sudah berada di shaf pertama dalam shalat Jamaah.
Ada pula yang sangat susah payah bertahun-tahun menuntut ilmu agama agar mendapat tempat dihati masyarakat, dikenal dengan pidato dan ceramah untuk merambah jalan menuju ketokohan yang akan dimanfaatkan pula untuk kepentingan kekuasaan politik dan ekonomi misalkan membidik posisi strategis tertentu di lembaga pemerintahan. Ada pula manusia-manusia tipe begini bersileweran di masjid hanya karena ia ditunjuk sebagai "pengurus" dengan target utama gaji yang besar yang mereka peroleh dari penguasa yang dengan semua itu membuat ulama tampak hina dina yang bisa dikendalikan kesana kemari, bahkan dipecat sesuka hati ketika fatwanya tidak selaras lagi. Ini ditandai jika mereka sudah tidak ditunjuk lagi selaku pengurus, maka batang hidungnya tidak muncul lagi disitu dan segera mencari lahan basah lainnya kedaerah baru dengan dalih hijrah dalam dakwah. Terkadang manusia murahan tipe begini begitu bersemangat menjadi aktifis organisasi tertentu untuk meraih pundi-pundi rupiah misalkan dalam kedok dakwah, atau asyik menyiarkan faham ekstrim tertentu hanya karena inilah satu jalan yang dimungkinkan untuk mendapatkan uang sumbangan dari negara penyumbang yang memang punya kepentingan tersembunyi di balik itu. Buah dakwah ekstrim mereka adalah perpecahan di masyarakat dan hilangnya adab dan akhlak.
Ada pula yang rajin beribadah, seperti melakukan amalan puasa, tetapi anehnya ia puasa tanpa mengenal situasi dan kondisi, jika ia memang ahli ibadah yang alim, akan mengetahui ketika ia diundang untuk walimah dan ikut makan bersama tuan rumah untuk menyenangkan hati pengundangnya, ia akan memperoleh pahala lebih besar ketimbang puasanya yang penuh keriaan tersebut. Ada pula yang beribadah bersemangat hanya didepan orang ramai dan menampakkan kesalehan dan bicara halus yang dibuat-buat, dengan itu semua ia mengira telah merealisasikan taqwa. Bahkan ada pula satu tipe dari sang ahli ibadah ini jika diundang, ia langsung menampik dengan alasan dalam acara walimahan atau kenduri tersebut ia akan terjerumus dalam maksiat karena diperkirakan sang tuan rumah akan mengundang grup musik yang mana musik ini haram menurutnya, anehnya sifat warak yang sama tidak dapat ia pertahankan ketika berhadapan dengan syubhat uang sertifikasi yang ia peroleh ketika jam mengajarnya tidak mencukupi untuk syarat menerimanya, ia tetap menerima uang tersebut tanpa pikir panjang lagi.,..
Jika kita katakan kepada orang yang rajin beribadah ini,..hei, engkau beramal tidak ikhlas dan ria,..amalmu tidak benar, ilmumu keliru, bacaan alqur'anmu tidak tepat,..akhlakmu tercela,..engkau selalu berburuk sangka pada orang lain, maka ia akan sangat tersinggung. Jelas kebenaran lah yang membuat ia tersinggung. Karena jika ia ikhlas dalam beramal, tentu celaan dan cemoohan sama tidak bernilai baginya dibanding pujian. Jika manusia hanya bisa bersaudara dan bersahabat dengan orang yang selalu menyanjung dan memujinya, tidak diragukan lagi kemunafikan telah bercokol di dadanya.
Terkadang hati kita begitu miris menyaksikan betapa orang yang seharusnya jadi panutan dalam akhlak dan ketakwaan justru mereka-mereka yang paling "menyeramkan" dalam hubungannya dengan sesama. Di antara mereka begitu rajin sekali shalat ke masjid, namun sama sekali akhlaknya tidak berubah dan menampilkan sikap dan sifat sangat kasar dan sombong dalam pergaulan dengan sesama. Jiwa mereka juga tampak gelap dan bengis serta berada disekitar mereka serasa berhadapan dengan "algojo" bengis yang siap sedia mencabut nyawa.Terkadang kita perhatikan orang seperti ini dari akhlaknya sungguhlah buruk, suka berteriak dan menghardik orang, suka menuduh dengan berbagai tuduhan, tidak berpikir panjang dalam berucap dan bertindak, suka mengambil kesimpulan serba ringkas dan menghakimi. Orang seperti ini juga berkeyakinan semua manusia harus didakwahi dan semua manusia penuh dengan gelimang keburukan dan kesalahan dan agar supaya dapat menjadi seperti dirinya yang penuh dengan "kesalehan" tersebut. Profil manusia seperti ini sering kita saksikan dalam berbagai kerusuhan dan kerusakan senantiasa meneriakkan kata "Allahuakbar", namun kalimat itu adalah pembuka awal dari aksi baku hantamnya dengan sesama kaum muslimin.
Masjid-masjid juga dipenuhi oleh berbagai kebencian dan pertikaian pemahaman dan aliran. Masing-masing aliran ini kebanyakannya hanya berdasar pendapat sendiri, dan hampir bisa dipastikan setiap kelompok ini tidak mempunyai sanad keguruan yang jelas. Tidak ada yang mampu menunjukkan ketersambungan ilmunya hingga rasulullah SAW. Alias semua ilmu mereka kebanyakan berdasarkan olah pikir dan ulasan dari buku tanpa merujuk kepada para guru yang arif. Tentu saja mereka akan sering saling menyesatkan sehingga petunjuk dan hidayah semakin menjauh. Dengan mudah kita saksikan orang seperti ini berkumpul di pojok-pojok masjid yang dipenuhi "pakar agama" nan su' ini berkumpul-kumpul mempergunjingkan "keburukan" umat, seraya mengisyaratkan "kesucian dan kebersihan" jalan hidup mereka. Jika kita membawa biji tasbih lalu berzikir dengan tasbih tersebut mereka akan saling memberi kode dan saling sikut sebagai isyarat betapa "menjijikkannya" kebid'ahan tasbih yang kita amalkan, terkadang mereka tidak segan-segan melangkahi bahu kita yang tengah berzikir dengan tasbih tersebut. Jika saja mereka tahu al Imam Suyuthi dan banyak imam besar zaman dahulu berzikir dengan tasbih yang terkadang buku para imam tersebut sibuk mereka jadikan muroja'ah, niscaya mereka sedikit lebih hati-hati, namun sikap hati-hati dan seimbang disertai akhlak yang baik dan lembut memang bukan "cara" mereka dan memang bukan ilmu yang mereka kuasai, mereka belajar "minus akhlak"
Repotnya terkadang yang diperdebatkan bukanlah hal-hal yang prinsipil tetapi detail-detail khilafiyyah yang sejak dulu orang paling berilmu sekalipun telah berbeda pendapat. Mengobarkan pertikaian untuk hal-hal khilafiyyah ini jelas menunjukkan kecendrungan hawa nafsu untuk bertikai dan berpecah belah ketimbang mencari ketenangan dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak mengherankan orang nan "suci bersih" ini adalah para pelopor sukses dalam rusakanya hubungan silaturrahmi di antara manusia karena dengan mudahnya mereka kaitkan dengan dalil yang bersifat kebaikan atas setiap keburukan yang bersemayam di jiwa mereka dan rasa benci dan permusuhan yang mereka selubungi dengan alasan-alasan menjaga iman dan taqwa.
Di antara yang diperdebatkan adalah masalah seperti qunut subuh, memanjangkan jenggot, Isbal, soal menggerakkan jari di telunjuk, soal merapatkan barisan shaff, soal israk mikraj dan maulid nabi, soal tassawuf dan ziarah qubur, soal tawassul, soal tahlil dan talqin mayyit, dan berbagai hal yang memancing perdebatan dan perselisihan mazhab yang tidak berkesudahan. Bahkan sebagai wujud nyata implementasi kebodohan mereka, celana cingkrang dan jenggot adalah parameter kebaikan seseorang, sehingga jika ada tamu yang tidak berjenggot lebat datang kerumah mereka, tidak akan dilayani semestinya seolah sang tamu adalah seorang nonmuslim. Begitu juga jika seseorang Isbal, maka salamnya tidak perlu dijawab, sebagai bentuk pengucilan terhadap ahli bid'ah, demikian pikir mereka. Tapi anehnya mereka sebagai minoritas menerapkan pengucilan terhadap mayoritas umat, tak pelak situasi ini membuat mereka tampak eksklusiv yang semakin bangga dengan identitas mereka yang membedakan dari para "penghuni neraka" lainnya. Dengan iming-iming dan mimpi kalut sebagai "ahlu ghuroba'" yang terasing di tengah dunia nan "celaka", orang-orang ini menampilkan pola Islam yang bengis, minus senyum dengan jenggot lebat yang tampak kusam tidak terawat dan kotor.
Sifat mau menang sendiri serta mudah mengeluarkan pendapat serta pemikiran sendiri membuat manusia sangat sulit bersatu. Bahkan masjid semakin banyak untuk menampung aneka ragam aliran dan pendapat. Terkadang ada dua masjid terpisahkan hanya oleh sebuah jalan raya karena ada dua jamaah berbeda aliran yang ada disekitarnya. Maka muncullah istilah itu masjid NU, itu masjid Muhammadiyyah, itu masjid Salafi. Bahkan jika ada gerakan dakwah dilancarkan, mereka akan berkata, "tidak usah dakwah ke sana, itu bukan masjid kita", tentu ini menandakan rusaknya niat dan tidak ada keikhlasan dan target yang jelas bahwa mereka menyeru kepada Allah dan Rasulnya, bukan kepada kelompok partai dan golongan.
Di jaman dahulu orang yang bicara ilmu agama benar-benar orang yang ahli dan relevan. Rata-rata mereka mendapatkan ilmu agama setelah berguru begitu lama dan bersimpuh melayani para guru selama bertahun-tahun dengan penuh kesabaran dan keteladanan dan mengembara di seluruh tempat yang jauh dengan perjuangan dan kemauan yang keras dan rintangan yang banyak. Terkenal istilah, bersimpuh di depan rumah sang guru menjaga sandal beliau. Guru mereka pun bukan sembarangan orang, yaitu para syeikh yang mulia yang kebanyakan para waliyullah yang ilmunya tersimpan di dada bukan di otak belaka. Bertahun-tahun berimbanglah pertambahan antara akhlak mereka dengan ilmu yang mereka peroleh. Mereka juga memahami agama ini pada tingkatan mereka begitu yakin dan jujur dengan apa yang mereka sampaikan, karena begitu banyak hal-hal yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata mereka lihat pada para guru mereka sehingga hal yang ghaib dan kasat mata sama nyata dan pentingnya bagi mereka. Mereka belajar secara talaqqi dan melalui ototritas ijazah sanad ilmu yang kokoh. Jika mereka hendak bicara ilmu hadist mereka pastikan dulu mereka mempunyai sanad ilmu hadist yang sambung kepada para perawi besar seperti Imam Bukhari, Imam Muslim dan lain-lain begitu juga untuk bidang ilmu spiritual yang lain, jika tidak mereka hanya berani berdakwah dengan keteladanan dan lisan hal belaka. Namun sungguh malang dan pedih orang-orang seperti ini semakin hari semakin langka dan di ambang kepunahan. Jika pun ada mereka terpaksa menyembunyikan identitasnya agar tidak menjadi fitnah bagi orang awam nan bodoh tentang apa yang mereka ketahui dan fahami.
Para ulama zaman dahulu selain memiliki ilmu yang begitu mendalam dan halus, namun anehnya mereka dapat beradaftasi untuk berdakwah ditengah masyarakat awam yang super bodoh tanpa mereka harus terjebak untuk hanya tampil di menara gading ilmu. Kita saksikan kreatifitas mereka dalam berdakwah dan membangun silaturrahmi di tengah masyarakat begitu menakjubkan. Sebagai contoh dari segi ijtihad mereka menciptakan sejumlah aksara adaftasi bagi masyarakat awam, kita kenal hurup arab melayu, hurup arab pegon, arab sunda, mereka mampu berkreasi dan berdaya cipta menciptakan tatanan kebudayaan yang baru. Mereka tidak serta merta menampilkan ilmu mereka secara sesumbar dan vulgar, namun pelan-pelan dengan kreativitas dan kesabaran serta akhlak yang tinggi mampu mensinergikan nilai-nilai dakwah tanpa menyebabkan masyarakat merasa terhakimi dan tercabut identitasnya.
Ulama kontemporer tanah air kita perhatikan pulang dari menuntut ilmu langsung iklan kemampuan dan aksi unjuk gigi yang terkadang sangat sulit untuk tidak melihatnya sebagai pameran kesombongan. Sungguh bloger saksikan ada yang pulang dari timur tengah tiba-tiba berceramah full (bukan khotbah jumat) nyaris satu jam bicara bahasa arab. Padahal para jemaah adalah ibu-ibu dan orang kampung yang tidak mengerti bahasa arab, setelah ia pastikan para jamaah tersebit bingung terkesima dan merasa tidak berdaya, lalu ia bercerita bahwa di timur tengah ia berguru dengan profesor ini doktor itu, buntut-buntutnya dia menyudahi ceramahnya dengan sebuah "bom kebenaran" bahwa semua yang jamaah ketahui tentang Islam selama ini salah semua, tentu saja para jemaah pulang dalam keadaan pikiran bingung dan merasa serba salah dan merasa semua ibadahnya salah dan tidak berguna. Terkadang bloger saksikan ada yang langsung memulai kajian dengan kitab super berat yang membutuhkan pengalaman dan penguasaan ilmu alat yang dahsyat, seperti membahas kitab yang jaman dahulu dikhususkan untuk kurikulum calon mujtahid, lalu dibeberkan ke tengah masyarakat awam. Tujuan semua itu tentu dengan mengulas kitab yang berat ia hendak mengumumkan bahwa betapa dahsyat dan dalamnya ilmu yang ia miliki. Lalu jamaah yang asyik mengikuti kajian seperti ini selalu tampak penuh dalil namun senantiasa bingung dan ragu-ragu dalam amal ibadah. Buntut-buntutnya umat lebih sering adu argumen dan berdebat ketimbang beramal. Mereka berkilah, ini cara agar umat lebih cerdas, dibersihkan dari kebid'ahan dan hadist dho'if maupun palsu.
Situasi keberagamaan yang kacau dan ketiadaan orang yang dapat diambil sebagai suritauladan membuat orang awam menjadi "percaya diri" dengan kebodohannya. Di antara mereka ada yang berpendapat, lihatlah orang beragama saja korupsi, menggunjing, loba harta, suka beristri banyak, suka saling baku hantam, kasar tidak berakhlak...apa bedanya dengan kita. Tentu kondisi kita lebih baik dari mereka. Kemudian mereka berpikir, agar tidak tenggelam dengan kemunafikan, mereka tidak perlu beribadah, di antara mereka ada yang tidak pernah shalat dan puasa namun memandang mereka adalah orang yang bukan munafik dan mulia. Jelas ini kebodohan di atas kebodohan. Bahkan parahnya, di antara mereka ada yang mulai berpikir, "lihatlah, aneka ragam pendapat, tidak ada yang sepakat dalam segala macam segi agama, macam-macam aliran, kita lihat salafi, mereka sangat rajin beragama namun akhlaknya buruk, sufi berakhlak baik namun beragama serba longgar tidak jelas, Muhammadiyah organisasinya bagus dengan amal usaha namun spiritualitas kering, NU banyak ritual-ritual yang mempererat silaturrahmi namun sangat memuja kepada ketokohan hingga pengkultusan,...lihat ada organisasi politik islam begini begitu dengan kelebihan ini itu sayangnya ada yang korupsi, sayangnya ada ini ada itu, ya sudah,..kita beragama dengan cara kita saja, kita percaya diri dengan cara kita,..siapa yang bisa menyalahkan? anda punya pendapat kami juga punya pendapat,.." maka semakin bingung dan kacaulah kondisi orang-orang seperti ini.
Terkadang kita saksikan di antara orang awam yang bodoh-bodoh ini berusaha keras untuk "arif dan bijaksana". Namun kebijaksanaan mereka sama sekali tidak dilandasi oleh ilmu yang sahih dan metode yang benar. Misalkan semboyan mereka "jangan menjudge", jangan menghakimi, jangan menyalahkan orang lain, kita harus "serba berbaik sangka", serba "cinta damai dan persudaraan". Kita harus bijak mensikapi segala hal dan harus berusaha keras melihat segala hal dengan pandangan simpatik dan menghargai. Terkadang jika ada orang yang jelas-jelas melecehkan simbol-simbol Islam serta bermaksiat, dia akan magut-magut dan penuh prasangka baik, jika ada wanita tidak berjilbab, dia berkomentar, "ah itu pilihan mereka", jika ada "foto artis telanjang" "ah itu kan seni, jika anda memang sudah berdasarkan pikiran kotor, melihat karya seni wanita bugil lalu anda terangsang, itu karena memang anda orang yang kotor,..itu hanyalah seni", jika ada pembunuh yang akan dihukum mati, dia berkomentar, "kenapa harus dihukum mati? hanya tuhan yang berhak mengambil nyawa seseorang",...alasan khas lainnya dari manusia bahlul seperti ini adalah, "kita harus menghormati demokrasi dan hak asasi manusia",..begitu "kearifan dungu " yang mereka tampilkan. Sifat manusia seperti ini sesuai dengan pepatah daerahku "Codiok ndak bisa diikuikti bongak dak bisa di ajaui (berakal namun tidak bisa jadi panutan, bodoh namun tidak bisa menerima tujuk ajar)" alias mereka ini dalam terminologi agama dikenal sebagai "jahil murokkab" di mana kebodohan mereka "bertumpuk-tumpuk dan bertindih-tindih".
Saking mudahnya orang berfatwa dan berpendapat untuk urusan luar biasa penting, sampai Bloger dengar seorang kawan berkata "kita dak usah bingung dan tidak usah tanya ustadz, jika kita tanya 5 ustadz maka akan ada 5 pendapat saling bertolak belakang, oleh karena itu kita berpegang tegung kepada pemahaman datuk tetua kita dahulu", pendapatnya untuk berbegang teguh pada para pendahulu tetua yang saleh jaman dahulu sungguhlah baik, tapi jika dirinci lebih jauh, seperti apakah pendapat orang-orang lama itu? mereka bingung sendiri, karena dewasa ini hampir tidak ada lagi orang yang mengerti ilmu orang-orang yang terdahulu tersebut. Pun kebanyakn ustadz ustadz yang kita kenal juga sama bingungnya dengan orang awam. Sangat sedikit dari mereka yang dapat menjawab sebuah pertanyaan secara komprehensif mendalam serta berhikmah seperti ditunjukkan ulama-ulama dahulu, tetapi anehnya pertikaian pendapat antara mereka begitu sengit dan panas. Terkadang di antara orang awam ini (termasuk juga bloger berkategori sebagai awam) begitu bangga dengan kemampuan nalarnya sendiri, "pertikaian para ustadz biarlah urusan mereka, namun kita hanya ambil pendapat yang paling kuat di antara mereka, "terkadang jika kita suguhkan pendapat para imam besar masa dahulu, mereka berani merajihnya sendiri, luar biasa, lalu dengan percaya diri mereka berkata, "inilah sunnah, diluar itu bid'ah. Kita harus berpegang teguh pada sunnah dan menjauhi bid'ah". Yang terparah kita saksikan orang yang tampak sebagai orang "alim" namun sejatinya orang awam yang superbodoh rajin bicara perkara-perkara yang berat dan dahsyat seperti soal ayat-ayat mutsyabihat. Di antara mereka rajin berceramah di masjid bahkan sampai menunjuk-nunjuk ke langit, bahwa Allah itu ada di "langit", Allah itu punya dua mata, dua tangan, dan lagi duduk di arasy mengamati segala makhluk. Ceramah soal ini pun disampaikan dalam gaya penuh percaya diri dan sangat membodoh-bodohkan pemahaman masyarakat awam yang memandang persoalan tersebut tidak dapat dicerna sama sekali.
Terkadang kita saksikan ilmu agama ini begitu dipandang enteng, sehingga kebanyakan yang dikatakan sebagai ulama sebenarnya adalah orang yang mempunyai suatu keahlian di suatu bidang namun tiba-tiba bicara ilmu agama ataupun ilmu agama mereka peroleh secara sambilan saja. Misalkan jika ia ilmuwan kimia atau fisika atau bahkan hanya seorang guru matematika, ketika keahliannya di bidang kimia atau fisika tersebut, maka ia merasa perlu untuk menampilkan sedikit "kebijaksanaan" dengan cara ia juga "mahir ilmu agama" dengan cara banyak berfatwa dan istinbath hukum, kritik sana-kritik sini, rajih sana rajih sini, tafsir sana tafsir sini dengan gaya seorang mursyid yang agung, hal ini benar-benar membuat keberagamaan umat menjadi kacau, karena begitu banyak orang bicara dengan hal yang seharusnya dia masih belajar, namun status keilmuwannya dan titelnya yang seram membuat orang mengira bahwa pembicaraannya di bidang ilmu agama adalah patent.
Sebaliknya kita temukan ahli agama yang otoritas ilmunya benar juga tidak dapat mensuarakan dakwahnya dengan umat yang "tercerahkan" dengan pendidikan sekular (misalkan kalangan mahasiswa) sehingga mereka dipandang kuno, khurafat, takhayyul, tidak rasional dan bid'ah, sehingga tampillah para penyempal mendakwahi mereka dengan berbagai pemahaman yang merusak dengan jargon-jargon yang mernarik bagi kaum muda yang sarat dengan jiwa idealisme yang terkadang tidak matang dan emosionil. Terkadang para pemuda yang bersemangat berkobar-kobar ini diajak untuk ikut kegiatan ini itu yang tampak penuh heroisme dalam berjihad membela agama, di antaranya didorong untuk banyak berdemo, banyak berdebat dan adu argumen, banyak menganalisa perkara-perkara yang bersifat politik, yang terkadang abstrak dan berat. Di saat yang sama mereka dibiarkan tidak mengetahui rukun wudhu', rukun shalat, bahkan hampir bisa dipastikan hampir semua aktivis dakwah yang sangat aktif menyerukan idealisme Islam yang indah-indah itu tidak bisa membaca surat alfatihah saja secara benar, lengkap dengan kaedah tajwid serta makhraj yang sahih. Jika mereka sedang wudhu misalkan kita tanya, yang kamu lakukan ini termasuk sunnah wudhu' atau wajib? dia jadi bingung, padahal kalau berwacana soal keislaman, begitu tampak cerdas dan mengagumkan.
Dengan mudah anak-anak muda, baik siswa maupun mahasiswa terpapar dengan dakwah-dakwah radikal yang berbahaya, disaat mereka sibuk mencari identitas. Sekali mereka berlabuh dengan suatu format keberagamaan meskipun itu merusak, maka seperti lingkaran syetan mereka akan sangat sulit melepaskan diri, meskipun ketika sudah cukup berumur mereka mengaku insyaf, toh, pola pikir yang merusak ini telah terlanjur membentuk kepribadian mereka di level paling dalam. Kebanyakan bibit teroris direkrut dengan cara seperti ini. Tidak sekali dua pengalaman bloger mengamati, bahwa betapa banyak generasi muda kaum muslimin yang seharusnya merupakan kekuatan luar biasa dalam memberdayakan umat di bidang sains dan teknologi karena mereka sangatlah cerdas dan potensial, namun dirusak oleh sekelompok pendakwah radikal yang menyerukan sentimen agama, sehingga ada yang Drop Out dari bangku kuliah hanya karena pengaruh mentor spiritualnya bahwa kampus sarang kesyirikan, kemurtadan dan bid'ah, misalkan karena kampus tempat bercampur baurnya perempuan dan laki-laki. Kita perhatikan dakwah radikal kepada mahasiswa ini lebih banyak mudhoratnya karena membuat mereka lalai dengan beban dan tanggung jawab yang diamanahkan orang tuanya untuk menuntut ilmu dan segera lulus membahagiakan mereka.
Jika kita hendak ke toko buku mencari buku-buku agama, sangat sedikit buku tersebut ditulis oleh orang yang kompeten. Kebanyakan buku agama yang disebar luaskan orang adalah buku yang berisi pemahaman seseorang yang sudah tertanam dikepalanya, lalu ia cari dalil-dalil yang cocok dari alqur'an dan sunnah yang sesuai menurut wahamnya akan kebenaran idenya tersebut, lalu dalil alquran dan sunnah menyusul belakangan. Lalu terciptalah sebuah buku yang darinya banyak orang awam belajar berbagai perkara penting lalu dengan percaya diri pula menyuarakan dan mendakwahkannya kembali. Terkadang dari judul saja terlihat buku-buku agama yang ada saat ini ditulis oleh penulis yang tidak meresapi adab ilmu, misalkan berjudul, "menghidupkan tuhan yang telah mati dalam diri", "setiap orang mempunyai rasul dalam hatinya", "matematika pahala", "cara praktis dan cepat menjadi waliyullah" dan berbagai judul senada yang bombastis lainnya.
Ada pula yang memelihara kesombongan dan sifat ujub di dadanya dengan begitu telaten dan di saat yang sama dari mulutnya mengalir untaian nashehat penuh keteladanan yang melangit, sehingga ia tidak berkenan merasa rendah dalam segala segi dan kondisi. Sifat ini terlihat dari enggannya ia memenuhi undangan jika diundang, tidak pernah datang shalat ke masjid, selalu ingin dituruti dan di gugu dan pantang dikritik dan menampakkan wajah kecut dan massam jika ia rasa orang yang ia temui tidak melihatnya dari kaca mata bahwa ia orang kaya dan terhormat. Selalu ingin di layani dan menjadi murka jika ia rasa orang-orang tidak memperlakukan ia selayaknya. Sikap ini terus ia pelihara sehingga semakin hari menggerogotinya dan membuat ia semakin menua dan tertekan.
Kesombongan dan Oportunisme Fondasi Berbuat Kebaikan
Terkadang orang yang sombong seperti ini juga memiliki ego yang besar dan selalu dihantui oleh semangat kompetisi. Mereka senantiasa ingin bertanding dengan siapapun dan pantang tampak rendah serta tidak penting. Jiwa kompetisi ini terkadang menyusup dalam semangat untuk berbuat "kebaikan". Di antara mereka ada yang mengumpulkan uang banyak-banyak dan naik haji berkali-kali agar tampak sebagai orang yang memiliki keutamaan yang besar. Kesalehan dan ibadah bukan lagi untuk mencari ridho Allah namun sekedar gaya hidup dan meraih status sosial berbangga diri dan alat menampilkan kesombongan. Mereka seolah seperti ikan besar yang begitu takut akan "kekeringan" meskipun telah hidup di danau yang luas. Mereka pantang menegor terlebih dahulu kepada orang yang mereka kira status sosialnya jauh di bawahnya. Ego yang besar juga membuat orang seperti ini senantiasa dikelilingi oleh para "pengibul" dan "pengkhianat" yang akan mengelu-elukan mereka sebagai orang yang memiliki kehormatan dan penting. Terkadang di hari raya mereka menampilkan kedermawanan dengan memberikan "sedekah" secara tunai atau sembako, mereka tampak begitu menikmati ketika kumpulan orang miskin membiludak didepan rumah mereka bagai bertindihannya kawanan bebek dan ayam yang disuguhi makanan dalam wadah berair. Terkadang kerumunan dan antrian begitu padat dan banyak sampai-sampai dari para pengantri yang malang ini ada yang tewas tergencet terinjak-injak demi memperjuangkan zakat atau sedekah sebesar RP 50.000. Tak pelak begitu banyak harta benda mereka habis dihambur-hamburkan untuk tetap mempertahankan kelompok sang penyanjung yang rajin mengipas ego kebesaran mereka ini. Dalam waktu tidak berapa lama orang seperti ini biasanya segera "bangkrut"karena gaya hidup yang ambisius dan tidak seimbang akan menenggelamkannya dalam hutang demi hutang.Terkadang orang seperti ini tetap berlaku demikian meskipun rambutnya telah memutih. Jika ditanya untuk apa dia bersusah payah mengejar dunia ini dia akan menjawab, "Semua ini kulakukan demi kebaikan anak dan cucuku", tentu pengakuannya hanya bohong belaka, jika dia benar-benar menyayangi anak dan cucunya tentu dia akan merasa rindu untuk bersilaturrahmi dan bercengkrama dengan anak cucunya. Namun kenyataannya tidak. Hebatnya bahkan ada manusia tipe begini tidak mengetahui di mana rumah anaknya yang sudah menikah dan hidup mandiri. Bahkan manusia seperti ini lebih merasa bahagia jika mereka berkumpul dengan orang-orang lain yang menurutnya dapat membantunya mencapai hawa nafsunya akan harta benda duniawi, syetan sungguh telah memanjangkan angan-angannya yang membuat ia di usia senja ini mengira akan bisa menikmati dunia ini selama-lamany. Cukup tanda beratnya harta benda duniawi mencengkeram manusia seperti ini terlihat rusuh dan goncangnya jiwa mereka ketika sedikit saja kekurangan uang. Mereka menjadi sensitif dan mudah meledak.
Dengan mudah pula kita temukan tipe manusia yang melakukan segala cara untuk tujuan yang rendah berupa harta warisan untuk modal berdagang. Terkadang itu dicapai dengan bujuk rayu tipu menipu serta memecah belah sebuah keluarga. Si bodoh ini lupa, bahwa modal terbesar dalam bisnis dan usaha adalah hubungan kekeluargaan serta doa dari orang terdekat seperti keluarga. Tidak heran semua usahanya berakhir dengan kesialan dan kegagalan meskipun telah padat modal dengan dana segar dari para donatur korban tipuannya. Kita bisa geleng-geleng kepala dengan aksi sikut menyikut serta angkat "telornya" demi meraih berbagai tujuan-tujuan rendah. Kita saksikan tipikal manusia seperti ini bersifat overacting, selalu bicara serba tahu dan terkadang menonjolkan diri dalam segala segi dan sangat licin dan lihai berkelit, "jika terkurung hendak di luar, jika terhimpit hendak di atas", demikian pepatah lama mengatakan, dalam berbagai situasi mereka tampak selalu sebagai korban yang perlu dikasihani. Jika orang-orang yang ada disekitar mereka "tidak cukup berakal" maka tertipulah mereka dengan berbagai penipuan yang terus menerus dan berulang-ulang namun anehnya tidak merasa dirugikan karena "aksi angkat telornya" serta "buaian manisnya" sungguh melenakan. Dalam waktu singkat kerugian material yang besar dan menggerogoti akan di alami oleh inang tempat ia menghisap keuntungan. Terkadang orang seperti ini tampak asyik petantang-petenteng dengan pistol rakitan untuk menakut-nakuti orang-orang yang paham dengan aksi bejatnya agar tidak banyak bacot.
Di saat yang sama, tampil pula bentuk oportunisme lain yang juga sangat dilandasi oleh niat yang tidak sehat. Tipikalnya rajin melemparkan isyu dan wacana yang mengeruhkan, ketika keadaan menjadi tidak terkendali dan genting, mereka akan segera tampil sebagai tokoh arif bijaksana yang menyelamatkan. Kita hanya geleng-geleng kepala dengan tipikal manusia-manusia seperti ini yang begitu yakin bahwa semua urusan di dunia ini hanyalah soal logika belaka serta Tuhan mereka anggap "tidur" dan mengabaikan semua kebusyukan dan tipu daya mereka, kepada Allah jualah kita serahkan segalanya agar Ia membalas keburukan seperti ini dengan hal yang setimpal.
Sebagian kita memang merasa bahwa yang terpenting ia lakukan di dunia ini adalah mengumpulkan harta benda, inilah seolah tujuan mereka diciptakan sehingga dari sinilah lahir mental oportunisme tersebut. Siang malam mereka bagai kesyetanan dalam mengumpulkan uang. Syetan pun asyik membisikkan bahwa salah satu bentuk jihad yang utama dalam hidup ini adalah banting tulang dan kerja keras mencari pemasukan. Pola pikirnya adalah uang, uang dan uang. Jika melakukan ini dan itu maka pemasukannya adalah begini begitu. Pemasukan demi pemasukan, membayar berbagai kredit dan ansuran premi asuransi. Membeli tanah sebanyak-banyaknya agar ia bisa hidup di dunia yang fana ini dalam keadaan yang seaman mungkin. Orang-orang seperti ini semakin hari semakin tampak terperangkap dalam ambisinya. Terkadang mereka mengorbankan banyak hal, seperti tidak pernah berlibur, jarang bersenda gurau dengan ahli keluarganya bahkan kalau perlu mengkhianati orang-orang terdekat.
Bahkan saking asyiknya ia mencari uang, memenuhi undangan maupun mentakziahi orang yang kemalangan mereka pandang tidak penting dan buang waktu. Ia merasa bahwa jika ia kaya raya maka orang akan dengan sendirinya menghormatinya dan bersilaturrahmi dengannya. Sehingga inti dari segala targetnya adalah mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Orang seperti ini biasanya mati sebelum sempat menikmati semua harta kekayaannya, dan belakangan hari semua yang ia kumpulkan susah payah tersebut akan menjadi bencana bagi ahli keluarga yang ia tinggalkan karena segera terjadi pertikaiaan dan perebutan harta warisan, yang muaranya adalah siksaan berat baginya di alam kubur.
Dewasa ini dengan mudah kita temukan berbagai model manusia yang semuanya menunjukkan miskinnya mereka dengan sifat siddiq. Ada yang pembicaraannya manis dan memikat, dia begitu mahir menjual madu manis dan janji, namun tidak satupun yang ia tepati. Orang seperti ini juga tidak pernah ambil pusing jika hak-hak orang lain tidak dia tunaikan. Seolah dia mengira bahwa kelak semua hak-hak orang lain yang ia "tilep" tersebut, akan dilupakan begitu saja oleh Allah. Orang seperti ini dicirikan oleh rajin mengadakan proyek-proyek yang konon bersifat membangun dan merealisasikan kebaikan, tapi di balik itu semua adalah penipuan berkedok idealisme, yang intinya memuaskan selera rendahnya akan uang dan fasilitas serta kemudahan.
Berbagai pilihan sikap manusia akhir jaman ini, pada lahirnya saja terlihat baik namun landasan niatnya rusak. Di antara para penghuni dunia ini ada yang merasa bahwa sikap diam adalah pilihan utama. Sesuai kata pepatah, diam itu emas. Maka dia banyaklah berdiam diri, bahkan ketika dia seharusnya tersenyum dan sedikit berkomentar dia tetap membungkan seribu bahasa dengan raut muka tanpa ekspresi. Sikap diamnya memang baik karena orang yang diam akan lebih selamat lisannya. Namun kita temukan para manusia pendiam yang ada di akhir jaman ini dilandasi niat tidak sehat, yaitu memuaskan egonya agar dikira berwibawa, di antara mereka memang ada sekali-kali berbicara, namun bicaranya ketus dan sungguh menyakitkan, terkadang kita saksikan orang seperti ini bicara tiba-tiba meletup, nyelekit dan menyinggung perasaan dan itupun diucapkan sambil membuang muka. Jelas sikap diamnya dilandasi oleh kesombongan dan ego yang besar serta sikap meremehkan orang lain. Ini sungguhlah aneh, jika benar niatnya dalam diam, tentu wajahnya akan menebar senyum jika berpapasan dengan orang lain serta pandangannya memancarkan kasih sayang, namun pancaran demikian tidak kita temukan pada wajahnya dan sikap diamnya hanyalah menambah catatan lebih buruk bagi amalannya.
Kerusakan Tatanan Keluarga
Jika kita cermati kehidupan di level keluarga, maka kita saksikan berbagai fakta akan rusaknya hubungan silaturrahmi. Hubungan antara mertua dan menantu begitu buruknya di akhir zaman ini. Mertua memandang kepada menantu penuh dengan prasangka. Di antara prasangka tersebut bahwa sang menantu akan mengambil anaknya dan menguasasinya. Prasangka ini telah bercokol di dadanya sehingga sangat menyulitkan para menantu di jaman ini untuk bersikap dan berbakti sehingga akhirnya tidak ambil pusing lagi dan membiarkan hal-hal tidak dapat diperbaiki lagi karena sudah lelah dan bingung. Apapaun yang dilakukan oleh sang menantu, meskipun sudah habis-habisan dan berbuat terbaik, selalu ditafsirkan dengan cara sangat buruk dan tidak dihargai, seolah sang menantu telah berhutang sangat dalam kepadanya. Pada kenyataannya sang menantu jika kesulitan akan pontang-panting sendiri tanpa ada yang menggubris, namun apapun keadaan sang menantu selalu menerima umpatan dan berbagai prasangka buruk. Hal ini terjadi karena tidak matangnya ilmu agama sehingga seseorang tidak lagi mengetahui di mana wilayahnya dan apa hakikat dari sebuah pernikahan. Bahkan bloger saksikan sendiri bagaimana seorang Ayah sampai tidak bisa menyiapkan nama buat anaknya sendiri karena sikap diktator sang mertua yang mengontrol segala hal bahkan hingga urusan memberi nama anak-anaknya.Para menantu juga tidak kurang rusaknya. Mereka menikahi seorang gadis hanya berdasarkan pertimbangan bahwa calon mertuanya kaya raya. Dan sang mertua juga memandang sang menantu dengan cara yang sama "nih orang yang tertarik dengan harta bendaku", tidak heran sejak awal hubungan ini berdasarkan niat buruk dan prasangka serta perasaan ketakutan dan ambisi. Para menantu yang disayangi hanyalah menantu yang bisa "ambil muka" dan "angkat telor", tidak terpikir sama sekali bahwa aksi "ambil muka tersebut" akan berubah dengan cepat menjadi aksi "ambil untung". Masing-masing menantu sibuk memikirkan dan menunggu-nunggu kapan harta warisan akan dibagi-bagi. Hubungan diantara mereka penuh kepalsuan, basa basi perangkap dan tipu daya.
Sebuah rumah akan senantiasa diwarnai oleh pertikaian yang berkisar soal "keduniaan" belaka soal berbagai perolehan, yang terkadang tidak seberapa, dan jika seandainya diperoleh, tidak akan berkah, tidak ada kelapangan hati dan ketulusan, masing-masing hanya berpikir, "aku jangan sampai rugi, aku jangan sampai rugi, jika aku dirugikan di sini, maka aku harus untung darimu dari sana", masing-masing saling bersilangan jalan dalam rumah tersebut dan hati mereka saling membenci dan saling curiga. Tidak heran tinggal di rumah mertua dikenal sebagai salah satu dari sekian macam "kolong neraka" oleh banyak menantu, terlepas niatnya baik ataupun rusak.
Para Istri di jaman kontemporer ini juga berlomba-lomba ingin menjadi "kepala rumah tangga" mengkudeta suaminya. Tidak sedikit para suami yang harus menuruti banyak sekali keinginan istrinya dalam segala segi sehingga keluarga tumbuh dengan kondisi tidak menentu. Tidak sedikit istri yang menunut agar suaminya memenuhi keinginan dan berbagai target yang akhirnya memaksa mereka menghalakan segala cara.Ada yang menuntut dibelikan perhiasan dan barang mahal yang terkadang tidak bermanfaat, ada yang mengontrol wilayah yang sebenarnya wilayah suaminya seperti soal perumahan dan domisili tempat tinggal. Semua itu mendorong ketimpangan yang menciptakan atmosfer tidak sehat dalam mendidik anak.
Kerusakan Kehidupan Berjiran
Hubungan antara tetangga juga sangat buruk. Terkadang pertikaian disebabkan hal-hal spele yang dipikir-pikir benar-benar tolol, seperti soal air yang mengalir membanjiri halaman tetangga, atau akibat batas fondasi, atau akibat buah-buahan yang tengah berbuah dihalaman, atau karena sang tetangga lebih terlihat bahagia dan berkecukupan bahkan di antara kasus yang pernah bloger amati, ada yang harus menjual rumah meskipun baru saja ia bangun hanya karena bertetangga dengan seorang tetangga yang sangat buruk dan pengangguran yang suatu ketika pernah mengamuk dan mengejarinya dengan sebilah parang, sebab kemarahannya juga tidak jelas selain disebabkan rasa prustasinya selaku pengangguran dan merasa tertekan dan stress melihat tetangganya tampak bahagia makmur dan sukses. Kita saksikan juga bagaimana paku-paku ditebarkan didepan rumah seorang teman hanya oleh persoalan pagar pembatas jalan dengan tetangganya. Peristiwa seperti ini sangatlah banyak. Sikap curiga antar tetangga juga mendorong rumah-rumah dibangun dengan pagar pembatas yang semakin tinggi dengan sistem sekuriti yang paling paranoid. Rasa aman semakin terasa mahal dan bermodal.Mental Bunglon
Ada pula yang berubah-rubah bagai baling-baling di atas bukit, jika angin menuju arah utara, ia akan berputar menuju utara, jika angin arah selatan, ia akan berputar menuju selatan. Wajah lahirnya tampak berbicara hal-hal yang indah dan memikat penuh idea-idea kesempurnaan nan memikat, sedangkan wajah batinnya khusyuk mengikuti kemana arah harta benda duniawi berada. Dalam keyakinan orang seperti ini juga serba tidak jelas dan serba bimbang. Walaupun mereka tampak banyak sekali membaca buku, namun mereka tidak mampu merunut wawasan tersebut menjadi sebuah pemahaman yang orisinil dan bermakna. Ciri orang berakal adalah membutuhkan data dan isyarat sedikit saja dalam menangkap kebenaran. Sedangkan orang bodoh tidak berakal tidaklah bermanfaat ilmu yang banyak serta kitab yang bertumpuk, mereka tetap tidak mampu mengambil kesimpulan yang meyakinkan dan pemahaman yang kokoh yang tidak akan berubah-rubah lagi yang bisa diotak atik syubhat dan keraguan.Sifat labil dan serba tidak konsisten membuat manusia modern tidak mempunyai prinsip hidup yang mantap. Prinsip dan pola pikir mereka adalah berbagai tambal sulam ide-ide yang saling bertolak belakang serta saling menegasikan satu sama lain, namun mereka upayakan untuk disatukan dalam sebuah cara pandang yang koheren, tentu saja koherensi mereka hanya berakhir pada pragmatisme dan kompromi belaka.
Sifat tidak menentu dan labil adalah ciri khas lainnya dari penghuni dunia ini dari segi karakter keseharian. Terkadang mereka tampil begitu baik dan penuh sopan santun, namun di lain hari sekonyong-konyong berubah tampak sebab yang jelas. Janji dan kebaikan mereka akan mudah berubah bagai angin bertipu. Sifat moody dan gangguan emosi ini lahir akibat begitu banyaknya ambisi dan panjangnya angan-angan sehingga senantiasa dihantui rasa kecewa dan serba tidak nyaman. Ambisi ini terkadang tercipta secara tanpa sadar oleh lingkungan, misalkan jika seandainya lingkungan tempat dia hidup adalah serba menghargai tampilan luar material, seperti kepemilikan berbagai properti maka mereka membangun ambisi dan angan-angan yang sesuai yang tanpa mereka sadari hanyalah permainan dunia yang tak habis-habisnya namun mereka kira sebagai tujuan hidup nan sejati. Tentu saja mereka akan saling bersaing bahkan bermusuhan memperebutkan itu semua yang muaranya adalah rasa tidak nyaman dan serba terancam.
Sifat Bunglon memang pilihan favorit kebanyak penghuni dunia ini. Mereka bertahan hidup dengan teknik beradaftasi cepat dengan lingkungan. Jika lingkungan gelap mereka gelap, jika hijau terang mereka juga begitu. Namun wajah mereka senantiasa tampak tidak bersalah dan berusaha keras menampakkan kearifan dan kebijaksanaan dengan pembicaraan yang serba meninggi dan padat ilmu dan tujuan mulia. Orang paling "Bunglon" kita temukan adalah yang paling banyak menikmati kesuksesan duniawi di masa ini.
Mentalitas Bunglon yang menjamur ini benar-benar membuat pergaulan begitu hampa dan miskin makna. Terkadang kita tidak bisa menerka lagi mana yang fatamorgana dan mana yang asli sehingga kitapun terjebak dalam buruk sangka. Situasi ini sungguh menyakitkan karena sulitnya memiliki mental yang sehat di jaman modern ini. Terkadang banyak sekali kita jumpai orang yang jika didepan kita tampak berbicara baik-baik dan simpatik, rupanya dibelakang kita dia menampilkan wajah lain. Di belakang kita mereka terkadang mempergunjingkan kita dan begitu fokus menyebar aib dan keburukan kita. Sebenarnya cukup mudah menebak sifat manusia seperti ini, jika seseorang begitu rajin menjelekkan seseorang di hadapan kita, maka coba cermati, dengan mudah bisa kita perhatikan ketika bertemu dengan orang yang ia jelek-jelekkan maka dengan serta merta ia menyibukkan diri menjelekkan kita pula, isyarat sangat mudah misalkan saling "like" di media sosial padahal begitu kontras dengan semangat "kebencian" yang ia tampilkan dibelakang. Pepatah lama mengatakan "waspadalah dengan seseorang yang rajin menjelek-jelekkan orang lain di hadapan kita karena dibelakang kita dia justru menjelek-jelekkan kita".
Manusia Lelah nan Terasing
Manusia sekarang ini tampak begitu lelah dan terasing, meskipun sarana komunikasi telah begitu maju, media sosial telah menjamur, namun antara satu sama lain tidak tampak komunikasi yang bermakna, karena miskin kejujuran dan ketulusan. Hubungan antara manusia senantiasa di landa oleh kecurigaan dan saling waspada. Tapi anehnya mereka mengadu ke alam maya, seperti internet, facebook dan twiter, yang disitu mereka mencurahkan berbagai hal dan keluh kesah. Mereka juga penuh kepuraan dan basa basi.Terkadang orang yang baru kita bertemu misalkan dikendaraan dalam perjalanan jauh seperti Bis atau Pesawat tiba-tiba Curhat panjang lebar dengan kita. Sungguh aneh, namun jika kenal betul dengan mereka dan menjadi dekat satu tempat kerja misalkan, tiba-tiba ia menutup diri. Ini gejala psikologi yang sungguh aneh. Terkadang banyak orang yang kita kenal misalkan di media sosial tampak begitu ceria dan penuh ketulusan, keterbukaan dan kebaikan, nyatanya jika kita bertemu sangat bertolak belakang. Tidak sedikit orang yang difacebook atau twitter saling berkomentar dan akrab, jika ketemu dunia nyata ternyata tidak saling kenal bahkan saling cuek. Ini menandakan bahwa manusia modern sangatlah terasing dan senantiasa lelah dan hidup dalam realitas fatamorgana nan maya, mereka butuh tempat berbagi dan keluh kesah, namun tidak mereka temukan di manapun. Kemajuan dunia material membuat mereka semakin terasing, terasing dari manusia dan terusir pula dari Tuhannya.
Media sosial adalah wahana yang mudah bagi kita untuk memahami hakikat "bobroknya jiwa manusia modern". Kita saksikan media sosial katakanlah semacam facebook adalah media sangat luas untuk orang mengamalkan "ria" yang dibungkus dengan istilah "selfie". Media sosial ini seolah wahana mengelurakan naluri seseorang untuk memuja dirinya sendiri. Terkadang orang yang terjangkiti virus narsisme ini saban waktu upload status yang intinya menjelaskan kehebatan dan kebahagiaan serta kebesaran dirinya, apakah itu berupa karya dan prestasi, kekayaan dan kemakmuran serta kebahagiaan keluarga, terkadang mereka memotret hidangan kuliner yang sangat lezat yang mereka tengah nikmati dalam sebuah perjalanan, tentu saja memotret hidangan lezat ini akan mengundang kemurkaan Allah jika seandainya ada yang menyaksikan dan berkeinginan mengecapnya namun tidak dapat memperolehnya.
Jarak "emosionil" di antara manusia semakin menganga lebar, walaupun dunia ini makin menghimpit dan penuh sesak oleh populasi manusia. Ini tercermin dari ketidak mampuan mereka berkomunikasi face-to-face. Bahkan bloger pernah menyaksikan seorang ibu mertua yang menulis sms panjang nauzubillah berisi sumpah serapah dan kecaman soal urusan yang begitu penting, padahal soalan seperti itu dijaman dahulu harus didudukan empat mata atau seorang penengah, atau minimal melaui telpon langsung. Fenomena seperti ini semakin lumrah. Terkadang kita saksikan banyak orang yang tampak lemah lembut dengan kita penuh senyum nan cerah namun tiba-tiba datang sms mereka dari seluler yang berisi kata-kata "gledek". Apa yang terjadi dengan mental penghuni dunia ini? pertanyaan ini mungkin hanya bisa dijawab langsung oleh rumput yang bergoyang ...
Tampilnya Orang Bodoh Mengurusi Perkara Penting
Masa yang tidak menentu ini juga begitu melilit para penghuninya yang membuat mereka tidak sempat memikirkan hal-hal secara jernih dan mendalam. Seolah syetan benar-benar berjaya membuat segala sesuatu yang berbau keduniaan akan penuh dengan kerumitan dan hal-hal yang sederhana menjadi tidak dapat tertangani lagi. Orang-orang bingung dan bodoh sibuk mengurusi perkara yang sebenarnya bukan wilayah mereka, sehingga mereka membuat peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan rumit. Orang-orang bingung dan bodoh tampil mengurusi hal-hal penting hanya karena mereka dekat dengan penguasa. Saat ini orang harus banting tulang siang dan malam hanya agar bisa mendapatkan secuil keduniaan. Semakin hari syaithan-syaithan asyik memberi ide-ide seolah cemerlang kepada orang-orang bingung dan bodoh ini agar menelorkan kebijaksanan-kebijaksanaan tidak efisien dan bodoh yang akan menyusahkan orang banyak agar semakin sibuk dengan dunia dan lalai dengan kehidupan akhirat mereka. Sangat sulit sekarang orang meluangkan waktu untuk berjamaah ke masjid, atau untuk bangun malam bertahajjud karena urusan duniawi waktu siang telah begitu menguras tenaga yang membawa mereka terkapar bagai orang mati di waktu malam.Pekerjaan pun telah dibuat rumit sebegitu rupa sekaligus tidak mengandung muatan kebermanfaatan apapun selain menambah kesibukan dan kebingungan yang serba berganti dan bongkar pasang. Tidak ada makna yang jelas dan target yang terukur selain menyibukkan diri dengan administrasi yang tidak masuk akal yang intinya cuma memudahkan dalam laporan yang mengelabui semua realitas sebegitu rupa dengan moto utama "asal bapak senang". Tidak ada pekerjaan yang bisa dituntaskan sehari ditempat kerja selain harus dibawa pulang serta menjadi beban mental yang tidak ringan. Bahkan parahnya, pekerjaan makin menyita hampir seluruh waktu sehingga manusia semakin terperangkap oleh pekerjaannya. Terkadang waktu libur dipangkas, bahkan hari yang biasanya merupakan hari libur seperti hari minggu yang seharusnya diisi dengan masa untuk kontemplasi, berlibur dengan keluarga dan mengumpulkan energi, telah habis digunakan untuk lembur atau bermacam kegiatan tetek bengek yang sengaja dirancang untuk mengumpukan uang lebih banyak lagi. Setiap orang bangun langsung mulai dengan timbunan pekerjaan dan tidur dalam keadaan tertimbun oleh pekerjaan yang semakin banyak. Situasi ini membuat orang menjadi mudah stress dan pemarah yang menyebabkan kehidupan rumah tangga menjadi labil dan tidak nyaman.
Orang-orang bingung dan bodoh ini terkadang memang "pakar", yaitu "apa-apa dibuatnya sukar" dan tergila-gila dengan semua simbol kesuksesan, jika mereka menuntut ilmu, yang mereka pikirkan bukan kebenaran ilmiah, tetapi bagaimana caranya meraih gelar belaka, tak heran orang seperti ini tidak punya solusi yang strategis dan jelas untuk problem umat, namun titel dan gelar mereka yang "menyeramkan" membuat mereka punya legitimasi. Namun itu semua sejatinya hanyalah fatamorgana, dengan mudah kita saksikan orang-orang seperti ini ilmunya sesungguhnya karbitan, dan jika mereka telah meraih titelnya yang tinggi itu dengan segera pula mereka berhenti belajar, mereka sama sekali tidak punya mental pembelajar dan secara sikap sama saja seperti orang awam, dan lembaga sistem pendidikan modern yang borjuis, akan memproduksi begitu banyak output seperti ini. Hasilnya kerusakan massif di tubuh umat.
Kita saksikan bangsa kita ini dengan mayoritas umat kaum muslimin telah begitu banyak melahirkan insinyur, namun tidak satupun di antara para insinyur tersebut mampu menghasilkan terosbosan fenomenal katakanlah dibidang transfortasi. Jalur kereta api yang dinikmati sekarang hampir bisa dipastikan peninggalan masa kolonial Belanda. Para sarjana teknik sipil kita perhatikan hanya sibuk dengan proyek-proyek diberbagai dinas dan pontang-panting oleh tender-tender yang berbau korupsi dan penyalahgunaan dana dan wewenang.
Begitu juga berkembang biaknya ahlul fudhul, orang yang usil mengurusi hal-hal yang bukan urusannya. Orang asyik saling mengintai aib orang lain yang selanjutnya ia jadikan komoditas untuk dimodif menjadi sesuatu yang menguntungkan hawa nafsu mereka. Orang bermuka dua adalah orang yang paling bisa beradaftasi di tengah kerusakan massif seperti ini. Bahkan acara gosip dan ajang menyingkapan aib orang lain ini adalah acara yang meraih ratting tertinggi di televisi. Kecendrungan manusia untuk "berpose telanjang" di masa ini tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga terjadi secara mental dengan kecendrungan untuk "buka-bukaan" aib lalu dinikmati secara bersama-sama.
Orang-orang profesional yang memahami benar pekerjaan mereka tidak bisa berkembang karena begitu banyak penipuan dan ketidakjujuran, dan pun orang yang cakap akan senantiasa di intimidasi agar hilang kesungguhannya dan menyerahkan hal-hal strategis kepada para penipu dan oportunis. Sehingga semakin sedikit orang yang bisa melakukan hal-hal yang memang sebaiknya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini mendorong orang tidak profesional, namun menyibukkan diri dengan hal yang ia tidak mempunyai kecakapan. Jika seseorang itu ustadz, ia kan berbicara bagai seorang ilmuwan atau ahli ekonomi atau bagaikan birokrat, jika ia penguasa akan berbicara seolah ia adalah ulama yang saleh dari jaman salafussaleh namun dibalik itu ia bagaikan singa lapar mengejar pundi-pundi duniawi. Seorang guru terkadang berlaku bagai seorang pebisnis yang sibuk hanya soal uang dan uang dan berbagai strategi dagang dengan berbagai kedok, jika iapun mengajar, miskin ketulusan, miskin keteladanan, yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana "menyelamatkan biduk duniawinya" sendiri serta bagaimana sekedar memenuhi jam wajib mengajarnya agar segera tercatat dan berubah menjadi penambah rekening tabungan. Seorang dokter sibuk memperlakukan pasiennya bagaikan motor rusak yang bisa dipreteli sesuka hati. Jika seseorang itu ilmuwan, malahan sibuk menjadi motivator alih-alih riset, lalu menipu dan memalsukan karya-karya demi dan tujuan meraih gelar guru besar yang gajinya menggiurkan.
Hajat hidup orang banyak seperti perekonomian ataupun perkara sangat penting seperti pendidikan dilimpahkan kewenangannya kebanyakan kepada orang yang kafir atau orang tidak bertanggung jawab yang dengan percaya diri mengambil semua perkara dan tanggung jawab berat dengan segala cara dengan niat buruk menyalahgunakannya. Banyak orang-orang yang berurusan dengan masa depan anak bangsa kita perhatikan duduk santai di kantor dengan gaya Pimpro-pimpro yang menunggu jatuhnya proyek. Tidak ada pikiran idealis sama sekali di benak mereka selain bagaimana caranya mengucurkan dana-dana segar. Dunia pendidikan dan dunia politik saling tumpang tindih.
Parahnya pemimpin dari kaum kafir atau yang akidahnya tidak jelas justru banyak yang menang dalam berbagai pemilihan umum. Dan itupun karena politik uang yang menunjukkan pertimbangan dan akal sehat dapat ditukar dengan uang RP 50.000 saja. Tidak heran tampillah corak pemimpin yang seringkali bertindak dan bertingkah semaunya dalam bahasa "kekuasaan" kepada umat. Karena mereka berpandangan umat telah mereka beli dan mereka sudah tanam modal banyak sehingga saatnya memimpin adalah saatnya "pulang modal", tidak sedikit pemimpin seperti ini bisa dibeli oleh para pemodal asing agar mereka dapat memanfaatkan sumber daya alam yang luas dalam pola keuntungan yang sangat merugikan umat, namun mereka tidak pikir panjang lagi, biar hutan habis di babat, biar hasil sumber daya alam umat habis dikuras, yang penting ia bisa "pulangkan modal" kampanye yang begitu besar. Terkadang para pemimpin yang diangkat tidak memiliki akhlak dan moralitas yang sehat, diantara mereka punya begitu banyak skandal pelecehan seksual, video porno, bahkan biangkerok koruptor, tidak heran ketika masa jabatannya berakhir saatnya bagi mereka masuk ke dalam "bui" untuk mempertanggung jawabkan semua "pesta pora" kekuasaannya tersebut.
Hilangnya Adab Ilmu
Jika ada orang berilmu, kita lihat dia tidak berakhlak dan berperasaan, jika ada orang berakhlak, kita lihat kurang akalnya. Ilmuwan pun begitu terkotak-kotak dalam spesialisasi masing-masing dan di mana-mana departemen keilmuwan di warnai oleh buruknya hubungan silaturrahmi antara ilmuwan. Masing-masing begitu bangga dan fanatik dengan disiplin keilmuwannya dan meremehkan orang lain. Walaupun ilmu mereka sangat mendalam dan terspesialisasi, pada dasarnya orang-orang sperti ini tetaplah bagai katak dalam tempurung yang mengira dunia ini hanya sebesar tempurung kelapa spesialisasi keilmuwannya. Orang-orang seperti ini biasanya sangat membanggakan karya-karya mereka misalkan tergila-gila dengan indeks jurnal ilmiah, mereka tidak melihat petualangan ilmiah sebagai penjelajahan mencari kebenaran, namun sekedar ajang pembuktian psikologis bahwa dia itu orang genius luar biasa apa bukan.Hilangnya adab Ilmu adalah ciri khas lainnya perkembangan keilmuan kontemporer. Masing-masing ahli berkutat dalam disiplin keilmuwannya. Sebenarnya bersikap profesional dan ahli sangatlah dituntut dalam Islam, namun sikap ini jangan sampai menimbulkan sebuah jurang pemisah masing-masing bidang keahlian sehingga menarik garis demarkasi dan saling memenjara diri dalam spesialisasi dan berbangga-bangga dan meremehkan capaian materi keilmuwan lainnya. Artinya sangatlah penting antar bidang ilmu saling menghargai dan saling "bersilaturrahmi" baik secara kontent keilmuwan maupun pribadi ilmuwannya sendiri. Terkadang sikap mental seperti ini juga menjangkiti kalangan ulama, di antara mereka mengira hanyalah ilmu mereka yang terpenting sedang ilmu lainnya tidak penting atau sekedar turunan dari ilmu mereka saja sehingga tidak perlu dipedulikan. Di antara mereka misalkan ahli hadist selalu membangga-banggakan disiplin keilmuannya dan semua ilmu lainnya (meskipun itu adalah telaah dan pengembangan mendalam dari mutiara-mutiara ilmu Hadist) dipandang remeh dan Bid'ah dan kesimpulan para ulama semacam ilmu Piqh, ilmu Sirrah, Ilmu Tassawuf di abaikan saja atau minimal dipandang sebelah mata saja. Ini tidak dapat tidak lahir dari sikap ilmiah yang rusak dan "penyakit batin" yang telah menyelusup ke wilayah ilmiah. Sangat sulit orang menjadi Obyektif ketika berkaitan dengan dispilin dan kecakapan yang merupakan pusat "harga dirinya". Inilah sebabnya kalangan ulama jaman dahulu sangatlah mementingkan adab dan akhlak ilmu sebelum mengisi otak mereka dengan ilmu. Artinya mengisi dada mereka dengan adab dan akhlak ilmu lebih mereka utamakan dari pada mengisi otak dengan ilmu dan hafalan.
Terlepasnya moralitas, akhlak dan ilmu menyebabkan para ilmuwan adalah kumpulan orang yang sibuk dengan "waham kebesaran". Mereka alih-alih saling bekerja sama menghasilkan sesuatu, mereka sibuk saling mendabik dada dan membesarkan egoisma. Puji-pujian dan penghargaan serta di elu-elukan adalah motivasi utama berkarya dan berprestasi. Semakin banyak titel seseorang dan semakin tinggi pendidikan, kita saksikan maka semakin tertutup jalan mendekati mereka kecuali melalui "sanjungan-sanjungan" dan "puja puji". Ini menandakan ketika ilmu mereka menanjak, jiwa mereka semakin kerdil dan miskin.
Ilmu yang terkotak-kotak membuat cara pikir juga terkotak-kotak dan lambat laun kepribadian akan terbelah menjadi terkotak-kotak. Sistem dan kurikulum pendidikan disusun begitu rupa namun ruhnya telah terkotak-kotak akibat telah rusaknya persefsi dan adab terhadap ilmu. Kurikulum pun disusun bersifat tambal sulam antar berbagai pandangan dunia antara dunia sekular dan agamis namun di satu padukan secara "tidak alami" sehingga menghasilkan kerusakan massif luarbiasa dalam output menciptakan generasi yang mahir berbicara idealisme tinggi namun bermental rusak, individualis dan korup yang semua niat jahatnya mereka selubungi dengan bahasa dan laku bermoral tinggi yang dilaksanakan dengan terencana serta terususun hati-hati strategis dan ilmiah namun muara akhirnya adalah neraka jahannam.
Kita tidak asing dan kaget lagi dengan kasus-kasus yang fantastis dan aneh, seperti seorang Profesor dan guru besar Ilmu Hukum sekaligus Pembantu Rektor tertangkap lagi pesta sabu-sabu bersama-sama rekan dosen dan mahasiswi, begitu juga begitu banyak profesor yang dicabut gelar guru besarnya karena terbukti plagiat dan mencontek memalsukan karya ilmiah, Doktor-doktor palsu, terkadang kita saksikan banyak yang telah menempati posisi begitu istimewa, bahkan ada yang menjadi pengurus sebuah organisasi terhormat para ulama, rajin membahas fatwa-fatwa penting, belakangan terbukti seorang palgiator pemalsu karya-karya ilmiah. Para bangsat terdidik ini bermunculan di akhir jaman ini bagaikan cendawan di musim hujan.
Sistem pendidikan terus berevolusi dengan cara "galau" dan tanpa sararan yang jelas dan tidak pernah matang dan "mapan" bahkan prinsip dan bangunan penyusun sistem tersebut tanpa sadar saling meruntuhkan. Semangat kurikulum untuk mengikuti perkembangan zaman maknanya hanyalah semakin sesuai dengan "kerusakan zaman". Anak-anak menghabiskan begitu banyak waktu disekolah karena kurikulum dan beban belajar yang sangat berat. Semua harus mereka pelajari, kecuali hal-hal yang memang penting untuk mereka terapkan sehari-hari. Mereka belajar banyak hal namun tidak belajar kecakapan hidup. Sebagai contoh banyak mahasiswi yang telah bertungkus lumus menempuh pendidikan modern dan telah menjalani dengan usaha terbaik, tidak punya waktu untuk belajar "menjadi wanita sejati", mereka tidak bisa memasak, merawat rumah dan mengasuh anak. Bahkan ada yang cuma bisa menggoreng telor ceplok belaka, padahal pikiran mereka dibebani oleh berbagai hal yang dalam dan berat yang sering kali tidak aktual dan relevan.
Ada pula konsep pembagian akan ilmu duniawi dan ilmu Ukhrowi, sehingga banyak yang berpandangan, jika seseorang ta'lim ilmu itu hanyalah ilmu soal ritual-ritual ibadah belaka seperti hukum Piqh dan segala perinciannya sedangkan di luar itu tidak dapat dikatakan sebagai ta'lim ilmu, namun hanya soal keduniaan yang tidak penting.
Segala ilmu bahkan jika ternyata ilmu tersebut berkutat dengan perenungan alam semesta dan segala rahasianya yang ayat alqur'an penuh bertaburan dengan dorongan untuk mengkajinya tetap saja dipandang sebelah mata dan dianggap ilmu dengan segala "daki" duniawinya. Tidak heran umat tenggelam dalam cara pikir pecah belah dan dilanda kekalahan di segala lini. Kelemahan di dalam penguasaan cara pandang sehat ini akan membuat umat kalah di lini sains dan teknologi yang buntut-buntutnya umat menjadi "marjinal" dalam percaturan dunia baik politik, ekonomi dan militer. Solusi parsial juga tidak berpaedah selain menambah runyam persoalan. Situasi ini benar-benar runyam dan merisaukan. Tetapi anehnya kepada umat mereka menyerukan kezuhudan dan kewarakan yang tidak proporsional dan adaftif, jika mereka menyarankan amal, seolah mereka tengah hidup di abad awal Islam jaman para Sahabat mulia, penuh hati-hati dan warak misalkan bagaimana soal wudhu yang super sempurna serta bagaimana cara Isbal yang sangat warak dan hati-hati menjaga sunnah , namun disaat yang sama tetap kikuk dan bimbang dengan capaian ekonomi dan teknologi dunia modern yang penuh dengan syubhat, yang sambil "beringsut" pelan-pelan mereka nikmati tanpa rasa bersalah dan malu.
Kerusakan Silaturrahmi skala Internasional
Ketika kekalahan di bidang duniawi ini terjadi, kita temukan para penyeru kepada "kezuhudan" dangkal ini terbukti juga tidak bisa bersabar,...belakangan ternyata terbukti mereka masih menginginkan dunia ini dengan segala pernak-perniknya. Tidak heran buntut-buntutnya mereka terpaksa mengabdi kepada kaum "kafirun" hanya agar dapat menikmati "secuil" kekayaan duniawi dari sumber daya alam mereka yang dianugrahkan Allah berlimpah ruah dan kaya raya. Kita saksikan akar rusaknya silaturrahmi di antara negara-negara muslim yang dilevel permuakaan tampak seolah bersifat agama dan mazhab, sebenarnya bersifat perebutan petrodolar belaka dan yang sejenisnya.Rusaknya silaturrahmi dan Ukhwah Islamiyyah di antara kaum muslimin di kancah internasional begitu parahnya dan sangat mengherankan. Negara-negara asing banyak diuntungkan dengan situasi ini, dan kebanyakan negara yang kaya di jaman modern ini mendapatkan pendapatan sangat besar dari penjualan persenjataan dan arsenal tempur kepada kaum muslimin yang sangat sibuk saling bunuh dan baku hantam. Daerah konflik terpanas di dunia ini, adalah tempat yang paling menjanjikan bagi bisnis "darah dan peluru" ini, yang biasanya adalah wilayah demografik kaum muslimin. Tentu saja sumber mata pencaharian seperti ini sangat dipertahankan negara-negara adi daya tersebut dengan berusaha mempertahankan ekskalasi konflik agar tetap terbakar lama dan tidak berkesudahan. Dengan mengeksploitasi perbedaan faham aliran dan golongan, maka bisnis bernilai jutaan dolar tersebut tetap dengan "ciamik" dapat mereka nikmati dalam kondisi "panen" terus menerus.
Para Pemuja Kemunafikan
Cara pandang yang serba terkotak-kotak juga membuat lahirnya sejumlah orang yang "aneh" dengan "kepribadian ganjil". Di antara mereka bangun kesiangan tanpa shalat Subuh namun anehnya "cuci muka" dengan menulis status "dakwah keteladanan" di media sosial. Koruptor besar kita saksikan adalah orang yang tampil paling di depan disetiap event dakwah dan memberi sumbangan terbanyak serta menyerukan kedermawanan dan petingnya Zakat dan Infak. Mereka mengira kejahatan dapat dicuci begitu saja dengan menyisakan sedikit untuk zakat dan infak.Jika tiba bulan Ramadhan kita saksikan banyak artis yang biasanya berpakaian nyaris telanjang tiba-tiba berlomba-lomba memakai busana Islami lalu memberi Tausiah-Tausiah ruhani tentang pentingnya Iman dan Taqwa, banyak pula di antara mereka terkenal sebelumnya karena sensasi video porno dan skandal. Banyak juga dikembangkan filem-filem dan sinetron religi yang dibintangi oleh para artis setengah bule nan cantik,...anehnya setelah mereka memerankan peran sebagai seorang muslimah yang luarbiasa salehah dan sabar, di mana sinetron-sinetron tersebut telah menguras air mata para penikmat filem akan nuansa religiusnya, beramai-ramai menjadi murtad dan pindah agama. Sejumlah deretan koruptor Top kita temukan adalah mereka yang bergelar dibidang ilmu agama serta telah menanjak dengan spiritualitas yang dihormati.
Simpang siurnya keyakinan dan cara pandang serta bertenggernya berbagai ambisi duniawi yang semakin menghimpit, membuat para manusia modern memiliki jiwa yang sangat keruh. Mimpi-mimpi mereka sangat kacau dan tidak bermakna, hanya potongan fragmen-fragmen bingung yang tidak memberi petunjuk, padahal dikatakan bahwa diakhir jaman salah satu kabar gembira bagi kaum mukmin itu adalah mimpi yang benar yang dengan mimpi yang benar itu mereka bisa berkomunikasi dengan alam tinggi yang damai ditengah kemelut duniawi yang busuk dan menyengsarakan. Namun mimpi para pecinta dunia di jaman modern ini tidak bermanfaat sama sekali, bahkan berwujud buruk yang menjadikan tidur mereka tidak nyenyak dan menjadi Insomnia. Hal ini adalah indikasi nyata kematian hati nurani serta kerasnya hati.
Penipu, Khianat dan Zalim
Amanat telah begitu dilalaikan dan dipandang remeh, masing-masing orang telah begitu menyimpan niat "busuk" dan berkecendrungan korup. Jika tidak melakukan korupsi uang, kita melakukan korupsi waktu, korupsi tugas pokok dan fungsi, dan barangkali hanya karena belum ada kesempatan saja. Nyaris tidak ada manusia yang bisa dipercaya memegang amanat dewasa ini, misalkan jika mereka meminjam katakanlah yang spele semacam buku, maka hampir bisa dipastikan tidak akan dikembalikan kecuali dengan susah payah kita minta kembali. Begitu juga jika ada orang yang kesulitan dan meminjam uang, maka bisa dipastikan uang tersebut tidak akan dikembalikan tepat waktu, pun jika diperoleh harus dengan susah payah penuh perjuangan bahkan terkadang memang tidak dikembalikan.Kejujuran adalah sesuatu yang paling langka di cari di jaman ini. Orang-orang dengan mudah berbohong, bahkan memanipulasi fakta agar mencapai sesuatu yang menguntungkan. Segala sesuatu yang kita dengar sehari-hari baik itu berita televisi maupun omongan orang-orang, sangat sedikit yang berdasarkan kejujuran. Hampir semua telah dipolesi dengan khayalan, pesan sponsor hingga kebohongan.
Mental penipu, khianat dan zalim adalah rumus utama para penghuni akhir zaman ini dalam mencari rezeki. Sebagai contoh dalam masalah paling nyata adalah para penjual makanan. Kebanyakan makanan yang dijual di pasaran umum kebanyakan mengandung bahan berbahaya seperti bahan pengawet Borax atau bahkan bahan pengawet untuk balsem mayat dijadikan sebagai bahan pengawet agar bahan makanan seperti mie ayam, bakso dan sosis yang mereka jual dapat tetap awet. Mereka tidak peduli mau bagaimana akhirnya nanti orang yang mengkonsumsi makanan tersebut, biar "mampus" terkena kanker dan berbagai penyakit berbahaya lainnya, mereka tidak peduli asal dirinya sendiri senang dan dapat untung berlipat. Jika kita hidup di kota-kota besar, maka bisa dibuktikan semua makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang berbahaya dan mengandung bahan kimia mematikan, kecuali segelintir orang kaya yang membeli bahan makanan mereka secara khusus di supermarket elit yang langsung mengambil dari perkebunan yang terjaga.
Mental ingin serta merta untung membuat manusia modern terkadang memanipulasi alam, misalkan ayam potong yang seharusnya umurnya setahun atau dua tahun baru bisa dipotong, dengan teknik hormonal maka ayam yang berumur 6 bulan saja segera bisa dipanen dan dijadikan ayam pedaging. Tidak heran hormon pertumbuhan dan percepatan kedewasaan akan bertumpuk kedalam tubuh orang yang mengkonsumsi. Inilah sebabnya anak-anak dewasa ini berpenampilan "ayam potong" pula, cepat sekali pertumbuhannya namun lemah dan rentan dengan berbagai penyakit. Peristiwa seperti ini cukup banyak terjadi yang asal muasalnya karena mental oportunisme yang telah meraja lela di segala sendi kehidupan.
Pencurian dan tindak penzaliman terhadap harta orang lain telah benar-benar dalam kondisi mengenaskan. Jika hari malam, sandal saja jika tidak dibawa masuk, maka segera di embat maling, jemuran, mesin pompa air yang dipasang di luar rumah, serta berbagai barang yang rasanya tidak terlalu menarik, segera menjadi sasaran aksi pencurian. Apalagi jika barang itu berharga. Bahkan pencurian sandal dan sepatu paling sering terjadi di masjid-masjid. Dan bloger memang punya pengalaman banyak soal ini.
Kita juga tidak bisa berpanjang kata ketika bersilaturrahmi dengan para penghuni dunia saat ini selain hanya sekedar bertegur sapa atau bersenda gurau belaka. Saat ini kita penting mengenal banyak orang namun sangatlah berbahaya jika kita sampai mengakrabkan diri hingga membangun persahabatan dengan mereka. Masing-masing orang telah tampak rusuh dan gelisah sehingga jika kita membuka pertemanan dan keakraban maka berbagai penyakit gelap yang bersemayam di jiwa mereka akan segera menulari kita. Jika dua orang bertemu di jaman jahiliah modern ini, maka mereka akan menjadi orang yang lebih buruk ketimbang sebelum mereka bertemu. Demikianlah manusia saling menularkan penyakit rohani dengan cepat dan kebaikan di antara mereka segera tertutupi oleh penyakit-penyakit seperti ini.
Tiadanya kesetiaan dan mentalitas khianat membuat rusaknya sebuah hubungan yang terkadang dijalin bertahun-tahun. Penghuni zaman ini merupakan ujian sangat berat bagi keikhlasan kita dalam berbuat baik. Tidak sedikit terkadang penghuni dunia ini yang ketika mereka dalam kondisi serba berkekurangan, miskin baik harta maupun ilmu, ketika kita bantu bahkan habis2an mereka kemudian justru menjadikan orang yang telah membantu mereka itu sebagai sasaran pertama kezalimannya. Terkadang ketika mereka sedikit mengalami keberhasilan saja mulai terlihat sifat aslinya dan mulai tampak jiwa loba, tamak, khianat dan tidak tahu berterima kasihnya yang sebelumnya mereka tampak begitu lunglai dan memelas penuh rasa ingin dikasihani. Situasi seperti ini nyaris tidak berhingga kejadiannya dalam kehidupan dunia akhir zaman ini. Pepatah mengatakan sifat manusia seperti ini "bagaikan melepaskan anjing terjepit, ketika ia terlepas dari jepitannya yang pertama ia terkam orang yang melepaskannya".
Terkadang Bloger menjadikan fenomena ini sebagai ajang "uji coba" yang menggelikan. Betapa banya orang yang terlihat begitu baiknya dengan kita, kita uji dengan sebuah permintaan yang "sedikit memberatkan" dan kurang menguntungkan, dengan segera mereka lari tunggang langgang meninggalkan kita. Fenomena ini nyaris menjadi sebuah rumus umum penghuni dunia akhirr zaman.
Bodoh dan Berpemahaman Singkat, sebuah Gen identitas
Kebodohan dan singkatnya pertimbangan adalah ciri mendasar yang sangat menonjol dari manusia jaman ini. Sehingga ketika kita dirugikan dan mengalami penzaliman oleh mereka, asal tidak bersifat prinsipil sebaiknya kita diamkan saja dan kita serahkan kepada Allah solusi terbaik. Jika kita terlibat dan berurusan dengan mereka, maka akal mereka yang bodoh dan pertimbangan mereka yang asal akan bisa mencelakakan kita dan mereka memang tidak terbiasa berpikir panjang. Oleh karena itu penting buat kita selalu menampilkan senyum manis dan muka ceria kepada para penghuni dunia ini. Betapa banyak orang yang kita tetap tersenyum manis demi kita terhindar terlalu banyak berurusan dengan mereka dengan segala kebodohan mereka yang melingkupi. Hati kita sangat membenci mereka namun kita tetap harus tersenyum manis demi kebaikan kita sendiri. Mereka juga bukan tempat untuk berkeluh kesah karena makhluk memang tidak dirancang untuk mampu menampung semua keluh kesah kita, apalagi jika itu merupakan makhluk seburuk penghuni dunia ini. Jika kita berkeluh kesah kepada mereka selain tidak berguna juga berbahaya karena sewaktu-waktu akan mereka jadikan senjata untuk mengintimidasi kita karena jiwa mereka cendrung khianat.Manusia memang makhluk yang aneh, terkadang mereka mengambil dan mengejar sesuatu, pada mana usaha mereka itu menghasilkan kehilangan yang jauh lebih banyak ketimbang apa yang diperoleh. Demi dunia mereka mengorbankan akhirat mereka. Pepatah daerahku mengatakan "dijual codiok diboli bongak" yang berarti mengejar target yang buruk dengan mengorbankan yang terbaik pada diri kita. Betapa banyak kezaliman terjadi demi keuntungan yang sesaat, saling menyikut dan menjelek-jelekkan, terkadang memang diperoleh apa yang mereka kira bernilai,..namun mereka akhirnya terperangkap dan terpikat tanpa pernah bebas lagi. Betapa banyak hubungan palsu yang di dalam masing-masing hati tersimpan niat dangkal "keuntungan dan penipuan apa kira-kira yang bisa kuperoleh dari kawan atau saudaraku ini?".lebih aneh lagi akhirnya rame-rame mereka dipasung dalam neraka keterasingan, saling curiga, dirantai kesumat, iri hasud hasad dan dengki. Akhirnya hubungan baik itu persahabatan atau persaudaraan hanyalah sebuah jaringan rumit saling menyiksa dan menyakiti, saling mendera dengan berbagai siksaan prasangka dan rencana busuk.
Kepada Allah Jua Kita Kembali
Dengan semua pandangan suram ini, diri ini tidak bermaksud berlepas diri dan mengaku sebagai orang nan bersih dan suci. Udara busuk dan penuh polusi akan mengotori setiap paru-paru yang masih bernafas. Tidak ada yang bisa tidak tercemar ditengah gelimang kotoran dunia ini. Semakin seseorang menampilkan seruan penyucian namun ia masih bergelimang dengan para penghuni dunia ini, maka semakin besarlah tingkat kemunafikannya.Diri ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa persefsi seperti ini juga lahir dari jiwa diri yang kelam dan kegagalan berprasangka positif.Wahai diri,..saksikanlah, betapa makhluk tidak dapat di andalkan termasuk diri ini juga, wahai diri, saksikanlah betapa palsu hakikat dunia ini,..betapa palsu dan tidak pastinya tali gantungan dunia ini,...betapa buruk hakikat dunia ini....adakah sesuatu yang bukan kepalsuan dan fatamorgana
Wahai Rabb Kami,...sekali lagi hanya kepada Engkau menyeru ,...seruan dari para penyeru di perahu bocor nan karam di samudra yang di lamun gelombang,...ya Ilahi,...hamba yang hina dan durhaka menyeru padaMu dengan seruan Yunus yang berharap lirih di perut Ikan dalam gelita pekat putusnya segala andalan di kedalaman samudra.....ya Rabb hambaMu yang durhaka kembali menyeru-nyeru dan memanggil,...bahwa hanya Engkau yang dapat diri ini andalkan,...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar