Tampilkan postingan dengan label Ta'lim Tokoh Sufi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ta'lim Tokoh Sufi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 Agustus 2014

Wali Allah dari Batu Pahat Malaysia

Al Habib Ali bin Jaafar

The Grand Saint of Malaysia

 

The decent hut of Al Habib Ali bin Jaafar - Batu Pahat Malaysia
Anyone who met with him will never forget the memories of meeting with him until their last breathe. His holiness in following Prophet(sawaws)’s sunnah is clearly portrayed through his actions. Among of those character of Prophet(sawaws) that he invented within his heart and portrayed through his action are, he will not turning his back at his guest when he wanted to be in other room . He will slowly walk facing his guest until he get out from the living room. (subhanallah) He love to be entertained by qasidah or burdah that is bringing the salawat in it when he is not in good mood or sad. He will ask his grandchild to recite qasidah or burdah for him.Anyone who get invited to be a guest for a night in his house will be regarded as lucky by many people who knows him. People can never doubt about his karamah and goodness that are sparkling around him and his guest when they visited him.
(Blogger translate: Barangsiapa yang pernah menemui beliau tidak akan pernah lupa dengan kenangan indah perjumpaan dengan beliau bahkan hingga akhir hayatnya. Kejernihannya dalam mengikuti sunnah baginda Nabi SAW benar-benar tercermin dalam setiap perbuatan beliau. Di antara sifat nabi SAW yang ia tanamkan dalam hatinya serta melalui cerminan perbuatannya adalah dia tidak akan membelakangi tamunya dengan punggungnya ketika beliau hendak kembali ke ruang istriahatnya. Dia akan beringsut pelan-pelan seraya tetap menghadapkan muka kepada para tamunya hingga dia keluar dari ruang tamu tersebut. Dia senang berhibur dengan qasidah atau Burdah yang membawakan shalawat ketika sedang susah atau bersedih. Dia akan meminta cucunya melantunkan qasidah atau burdah baginya. Siapapun tamunya yang diundang untuk datang di waktu malam akan dianggap beruntung bagi mereka yang kenal betul dengan Habib ali. Masyarakat sungguh tidak ragu dengan Karamah serta keluhuran beliau yang memancar dari dirinya dan tamunya ketika mengunjungi beliau.)

His life was tested with many tests from Allah swt.
Among of his saintly signs are his prayer are always got fast effect, he will know about people without they have to tell him, he will know who will come to visit him without no one tells him and many more that’s remaining as secret between him and his Lord.

There’s time when people came to him and telling him about their needs and then he ask his son to take his money under his praying mat. His son knows that there’s no money under it and said that there’s no money under his praying mat. But he insisted, his son went to check and found out that the money is there. He is not living in a big and a good house but rather a kind of wooden village house. Anyone who sees his house will know that its a poor person’s house and he spend all of his time in the house.

Ironically, even though he only spending his life in the house many people get to know him from every where around the world. The famous sunni scholars such as Habib Ali Jifri,Habib Umar Bin Hafiz and scholar from KSA are among them. Subhanallah. The beauty of a shiny diamond can never be veiled by anything. Allah will spread his lovers’ name and proud of having them as His servant. Subhanallah.
The Late Al Habib Ali bin Jaafar
If anyone see him will know the sign of lovers of Allah are with him. His shiny body and his unsual acts are becoming the proof of Allah’s existence.
May peace be upon the truthful followers of RasulAllahPeace Be Upon Him , His family and His righteous sahabah.
Let us al recite Al fatihaah to this holy saint of Allah, Al Habib Ali Bin Jaafar. Al Fatihah…….

Sabtu, 09 Agustus 2014

Berziarah ke Maqam Buya Abdul Ghoni al Khalidi


Alhamdulillah, pada hari Sabtu, tanggal 9 Agustus 2014 kemaren, bersama sejumlah sahabat, aku berziarah ke maqam salah satu aulia Allah dari Bumi Kampar tempo dulu, di sela waktu silaturrahmi kami menghadiri acara aqiqahnya putri rekan kami. Beliau seorang alim dan sufi besar buya Abdul Ghoni al Khalidi Batu Bersurat Kampar. Kebetulan maqam Buya cukup dekat dengan rumah  rekanku tersebut yang sama-sama mengajar di SMA dan merupakan salah satu alumni pesantren yang didirikan oleh murid-murid Buya Abdul Ghoni al Khlaidi. 

Buya Abdul Ghoni al Khalidi

Beliau Lahir di Batu Bersurat, Kampar, pada tahun 1811 dan wafat tahun 1981. Mulanya, makamnya berada di tepian hulu Sungai Kampar, lokasi dimana PLTA Koto Panjang berada. Namun, setelah PLTA itu dibangun, pada tahun 1995, dipindahkan ke lokasi tempat makam ini kini berada. Cukup banyak perististiwa karamat yang mengiringi pemindahan makam Buya ini, sehingga makin mengukuhkan posisi buya di mata masyarakat sebagai salah seorang wali Allah yang mempunyai maqamat yang tinggi di sisi Allah SWT.

Kondisi makam Buya Abdul Ghani sangat terjaga kerapian dan kebersihannya. Makamnya, berada di sebuah gedung persegi berukuran sedang, berjendela lebar. Posisinya berada tepat di sisi kiri gedung, diberi kelambu warna putih. Ditengah-tengah nisan, ditaburi bebatuan kali. Adapun tingginya tak lebih dari 30 cm, memiliki tiga undakan yang terbuat dari keramik warna biru muda. Di samping maqam juga digelari Tikar untuk memudahkan para peziarah untuk berzikir atau membaca surat Yasin.

Di dalam lokasi yang sama, terdapat lima makam yang juga dibuat dari keramik, namun warnanya agak gelap dan agak lebih rendah nisannya.  Kelima makam tersebut adalah para kerabat Syekh Abdul Ghani. Kondisinya sama dengan nisan Syekh Abdul Ghani, bersih sangat terawat.

Persis di samping makam Syekh Abdul Ghani, berdiri sebuah musholla yang dinamai “Surau Suluk”. Bangunannya cukup besar, lebih besar dari bangunan tempat makam Syekh Abdul Ghani. Surau ini difungsikan oleh jamah Tariqat Nahsyabandi untuk beribadah dan berbagai aktifitas ritual ke-Islaman lainnya. Setiap tahun ada rombongan jamaah tariqah Naqsabandiyyah melakukan ziarah bersama-sama ke kompleks maqam ini. Kompleks maqam dan Surau Suluk tersebut berada di samping posisi sebuah daerah agak lebih tingga dari jalan raya, dan di atas lerengnya ada kebun jagung sehingga cukup terawat dan tidak ada semak-semak liar.

Semoga dengan perjalanan Ziarahku ini makin menanamkan sebuah kesadaran ke dalam diriku akan kebesaran ulama-ulama zaman dahulu sehingga semangat untuk menggali dan menelusuri sifat istiqomah mereka akan semakin menguat.  Rasa hormatku juga semakin dalam mengingat Buya al Khalidi juga adalah salah satu putra Kampar yang telah menjalin persahabatan dengan Kakek orang yang sangat kuhormati juga. Menurut guru yang kuhormati al Habib Muhammad Taufik bin Hamzah Assagaf, Buya Abdul Ghoni sangatlah menghormati kakek beliau seorang ulama besar juga dahulu dari jajaran para alim ulama kesultanan Siak, yaitu al Habib Segaf Banahsan bahkan telah terjalin hunbungan Ijazah ilmu, bahkan ketika di Makkah mereka pernah berdua sama-sama memasuki ruang dalam ka'bah, tentu saja ini menandakan maqamat yang tinggi di sisi Allah dari dua Hamba Allah yang sangat kuhormati ini.

Perlahan kutinggalkan makam dari salah satu kekasih Allah SWT ini dengan penuh rasa takzim serta perasaan betapa kita ini tidak ada apa-apanya dibanding para ulama terdahulu, debu saja di kaki mereka lebih mulia di banding kita yang dho'if dan lemah akal pikiran serta adab ini. Semoga lantunan ayat alqur'an yang kubaca disamping maqam buya abdul ghoni ini disampaikan Allah untuk menerangi kubur Buya bersama juga dengan Kubur sahabatnya al Habib Segaf banahsan. Amin ya Rabb. 


Untuk pentutup kata, berikut Bloger kutip sebuah manaqib lagi dari Buya Abdul Ghoni yang ditulis sendiri oleh seorang cicit beliau, Drs. Pahrul Kamal MP.d

Kamis, 28 Maret 2013


Profil Syekh Haji Abdul Ghani el Kholidi







Selasa, 05 Agustus 2014

Syeikh waliyullah dari Sumatera Barat, seorang ulama kaliber internasional


Ulama Mekkah yang nenek moyangnya berasal dari Padang Sumatra Barat, adalah sosok ulama Indonesia yang namanya Terukir dengan Tinta Emas karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Beliau bergelar  “Almusnid Dunya” (ulama ahli sanad dunia), keahlian dalam hal ilmu periwayatan hadist ini, maka banyak para ulama-ulama dunia berbondong-bondong untuk mendapat Ijazah Sanad hadist dari beliau. Bahkan Al-‘Allamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf salah seorang ulama dan waliyulloh dari Tarim Hadromaut  sangat mengagumi keilmuan Syekh Yasin Al-Fadani hingga menyebut Syekh Yasin dengan ”Sayuthiyyu Zamanihi" (imam Al Hafid Assayuthy pada zamannya)
Nama lengkapnya Abu Al-Faidh’ Alam Ad Diin Muhammad Yasin  bin Isa Al-Fadani, lahir di Mekkah tahun 1915. Sejak kecil Syekh Yasin sudah menunjukan kecerdasan yang luar biasa, Bahkan menginjak usia remaja Syekh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadist, fiqih bahkan para gurunya pun sangat mengaguminya. Syekh Yasin mulai belajar dengan ayahnya  Syekh Muhammad Isa, dilanjutkan ke Ash-Shautiyyah guru-gurunya antara lain Syekh Muhktar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib  Muhsin bin Ali Al-Musawa.
Sekitar tahun 1934 terjadi konflik yang menyangkut nasionalisme, direktur Ash-Shautiyyah telah menyinggung beberapa pelajar asal Asia Tenggara terutama dari Indonesia,  maka Syekh Yasin mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah, banyak dari pelajar Ash-Shautiyyah yang berbondong-bondong pindah ke Madrasah Darul Ulum, padahal madrasah tersebut belum lama didirikan. Syekh yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah, disamping itu Syekh Yasin mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil haram. Materi materi yang disampaikan Oleh Syekh Yasin mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia Tenggara. Syekh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering minta Ijazah dari para ulama-ulama terkemuka sehingga Beliau memilki sanad yang luar biasa banyaknya.

Dan yang sangat menarik adalah sosok Syekh Yasin Al-Fadani adalah kesederhanaannya, walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul, dan menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syekh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap Shisah (rokok arab). tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syekh Yasin.  Dan jika musim haji tiba Syekh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar  untuk berkunjung kerumahnya  untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama yang meminta Ijazah Sanad hadist dari Syekh Yasin. Namun biarpun lewat dari musim haji rumah Syekh Yasin pun selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.
Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia Tenggara. Susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya Syekh Yasin banyak digunakan oleh para ulama dan pelajar sebagai sumber  referensi. Diantaranya:
  • Pertama, Fathul ‘allam  Syarah dari kitab Hadist Bulughul Maram
  • Kedua, Ad Durr Al-Madhud fi Syarah Sunan Abu Dawud 20 jilid
  • Ketiga, Nail Al-Ma’mul Hasyiah ‘Ala Lubb Al-Ushul Fiqh
  • Keempat, Al Fawaid Al-Janiyah ‘Ala Qawaidhul fiqihiyyah, dan masih banyak karya beliau lainnya.
Beliau banyak dipuji oleh para Ulama dan para gurunya, seperti seorang ulama Hadist bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Ghumari menjuluki Syekh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haromain (Mekkah dan Madinah).
Prof.Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah Al-mam Baijuri A’la Jawahir al  Tauhid  yang di tahqiqnya mengatakan bahwa dia mendapat Ijazah sanad dari Syekh Yasin Al Fadani.
Syekh M Zainuddin sewaktu mengajar di madrasah Ash-Shaulatiyyah mengalami kesulitan dan memaksa dirinya membolak balik berbagai kitab-kitab yang relevan, namun setelah terbitnya Kitab Qowaidhul Fiqih karya Syekh Yasin Al-Fadani menjadi ringanlah segala bentuk kesulitan-kesulitan yang biasa ia alami waktu mengajar.
Syekh Yasin juga sering mengadakan kunjungan-kunjungan keberbagai negara terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya, tak  sedikit dari para ulama-ulama yang bertemu Syekh Yasin ingin dianggap murid oleh beliau dan minta ijazah sanad hadist. Dan kejadian yang menarik adalah sewaktu Syekh Yasin berkunjung ke Indonesia banyak dari para ulama dari berbagai daerah di Indonesai berbondong-bondong menemui Syekh Yasin untuk dianggap murid salah satunya adalah KH Syafi’i Hadzmi. KH. Syafii datang menemui Syekh Yasin Al-Fadani untuk diangkat sebagai murid namun Syekh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain. Namun Syekh Yasin Menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan beliau mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi Murid KH Syafi”i Hadzami. Syekh yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang dimiliki KH Syafi’i Hadzami tak diragukan lagi. KH Syafi’i Hadzami begitu terkenal namanya di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesia yang memiliki keluasan ilmu.
Begitulah sosok Syekh Yasin Al-Fadani yang sangat menghargai para ahli ilmu. Dan pernah salah seorang murid Syekh Yasin Al-Fadani, KH Abdul Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar beliau mendapat sepucuk surat dari Syekh Yasin Al-Fadani, begitu membuka isi surat tersebut ternyata adalah jawaban dari kesulitan yang dihadapinya. KH Abdul hamid pun heran bagaimana Syekh Yasin bisa tahu kesulitan yang sedang beliau hadapi?
Pernah juga salah seorang Murid Syekh Yasin  di Mekkah menceritakan bahwa dirinya diperintahkan Syekh Yasin untuk dibuatkan teh, setelah teh tersebut diminum dirinya pergi ke Masjidil Haram dan terasa tidak percaya bahwa dirinya melihat Syekh Yasin sedang membawa kitab sehabis  mengajar dari masjidil haram padahal baru tadi Syekh Yasin minum teh dirumahnya.
Syekh Yasin Al-Fadani  tampil sebagai sosok ulama yang mampu mencetak murid-murid yang sangat mencintai ilmu diantara murid Beliau adalah Syekh Muhammad Ismail Zaini  Al-Yamani, Syekh Muhammad Muhktaruddin, Habib Hamid Al-Kaff, KH. Ahmad Damhuri (Banten), KH Abdul Hamid (Jakarta),KH Maimun Zubair (Rembang), KH Sahal Mahfudz (Pati, Jateng), KH. Ahmad Muthohar (Mranggen, Demak), KH Ahmad Muhajirin (Bekasi), KH Zayadi Muhajir, Kh Syafi’i  Hadzami, dan di antara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Prof Dr.Syekh . Ali Asshabuni (ulama ahli tafsir, Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Prof.DR. Ali Jum’ah (Mufti Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dll…
Masih banyak murid beliau yang tersebar di pelosok penjuru dunia yang meneruskan perjuangan Syekh Yasin Al-Fadani. Bangsa Indonesia pun boleh berbangga bahwa bangsa kita memilki Ulama-ulama yang sangat terkenal dan diakui ketinggian ilmunya di Mekkah maupun di dunia Sebut saja Syekh Muhammad  Nawawi Al Bantani, Syekh Mahfudz Termas, Syekh Baqir bin Nur Al Jogjawi, Syekh Yasin Al-Fadani (Padang), Syekh Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan), Syekh Muhammad Zainuddin Al-Fanshuri (Lombok) dan  lain-lain.
Tahun 1990 Syekh Yasin Al-Fadani  dipanggil menghadap Allah SWT, seluruh dunia merasa kehilangan sosok ulama hadist yang mumpuni dan menjadi sumber rujukan ilmu. Dan  kebesaran Allah ditampakan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan ulama besar tersebut. Begitu Jenazah dimasukkan ke liang lahat  bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai dengan semerbak wewangian  yang harum dan menyegarkan. Subhanalloh Ya Allah jadikan para ulama-ulama Indonesia saat ini menjadi ulama-ulama yang istiqomah, yang berjuang mensyiarkan agama Allah dengan penuh keikhlasan seperti ulama-ulama terdahulu yang telah Engkau Rahmati Amiiiiin.
Mengenang Syekh Yasin al-Fadani

Syekh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al-Fadani lahir di kota Mekah pada tahun 1917 dan wafat pada tahun 1990. beliau adalah ulama besar yang pernah sekolah di Madrasah Shaulatiyyah. Beliau adalah pencetus ide berdirinya Madrasah Darul-Ulũm sekaligus menjadi murid pertama madrasah itu.
Konon sebab tercetusnya ide membangun Madrasah tersebut disebabkan karena tindakan dan perlakuan direktur Madrasah Shaulatiyyah yang sangat menyinggung (hususnya) pelajar yang kebanyakan dari Asia Tenggara saat itu. Hal ini terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar dari Shaulatiyyah ke Madrasah Darul-Ulum yang baru didirikan. Ini hampir tidak pernah dialami oleh Madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat murid yang begitu banyak sebagaimana Darul-Ulũm.
Dalam sebuah situs  dinyatakan bahwa pada tahun 1934, karena suatu konflik yang menyangkut kebanggaan nasional orang Indonesia, guru dan murid ‘Jawah’ telah keluar dari Shaulatiyah dan mendirikan madrasah Darul Ulum di Makkah.
Mengenai kesehari-harian beliau, dari cerita yang saya dengar dari ayah saya, yaitu Ustaz Sukarnawadi H. Husnuddu’at: “Syekh Yasin orangnya santai, sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul menggunakan kaos biasa, sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk Nyisyah (menghisap rokok arab)… tak seorangpun yang berani mencela beliau karena kekayaan ilmu yang beliau miliki… Yang ingkar kepada beliau hanyalah orang-orang yang lebih mengutamakan tampang dhahir daripada yang bathin…
PUJIAN PARA ULAMA

Syekh Zakaria Abdullah Bila teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yaitu Syekh M. Zainuddin pernah berkata, “waktu saya mengajar Qawa’idul-Fiqhi di Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang memaksa saya membolak balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab Al-Fawa’idul-Janiah karangan Syekh Yasin… menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban dalam mengajar.
Seorang ahli Hadits dari Maroko yang terkenal bernama AsSayyid Abdul Aziz Al-ghumari Al Hasani pernah memuji dan menjuluki beliau sebagai kebanggaan Ulama Haramain dan sebagai Muhaddits.
Prof .Doctor Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab: الجواهر الثمينة في بيان أدلة عالم المدينة berkata: Syekh Yasin adalah Muhaddits, Faqih, Mudir Madrasah Darul-Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu Ulama Masjid Al-Haram…
Syekh Umar Abdul-Jabbar berkata didalam surat kabar Al-Bilad (jumat 24 Dzulqaidah 1379H/ 1960M): “…bahkan yang terbesar dari amal bakti Syekh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362H. Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan…
Assayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal sebagai Mufti negeri Murawah Yaman saat itu, mengarang sebuah syiir yang panjang husus untuk memuji Syekh Yasin Al-Fadani Berikut saya nukilkan satu bait saja yang berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد…… وبعقد الفخار أنت الوحيد

“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat, Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya”.
Doctor Yusuf Abdurrazzaq sebagai dosen kuliah Ushuluddin Universitas Al-Azhar cairo juga memuji beliau dengan perkataan dan syiir yang panjang, saya nukilkan satu bait saja yang bunyinya:
أنت فينا بقية من كرام……لا ترى العين مثلهم إنسانا

“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat, tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”

Ustaz Fadhal bin M. bin Iwadh Attarimi-pun berkata:
فيا طالب العلم لب نداء……ياسين وافرح بهذا القرى

“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin, bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan,”
Doctor Ali Jum’ah yang menjabat sebagai Mufti Mesir dalam kitab Hasyiah Al-Imam Al-Baijuri Ala Jauharatittauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8 mengaku pernah menerima Ijazah Sanad Hadits Hasyiah tersebut dari Syekh Yasin yang digelarinya sebagai مسند الدنيا (Musnid Addunia)…
Al-Habib Assayyid Seggaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syiir untuk memuji beliau, berikut saya nukilkan dua bait saja yang bunyinya sebagai berikut:

لله درك يا ياسين من رجل……أم القرى أنت قاضيها ومفتيها

في كل فن وموضوع لقد كتبا ……يداك ما أثلج الألباب يحديها

“Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh,
dari Ummul Qura engkau Qhadi dan Muftinya.”
“Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu,
Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”

Assayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki sebagai guru Madrasah Al-Falah dan Masjid Al-Haram, Syekh M. Mamduh Al-Mishri dan Al-Habib Ali bin Syekh Bilfaqih Siun Hadramaut dan Ulama lainnya, pernah memuji karangan-karangan beliau…
Doctor Yahya Al-Gautsani bercerita, pernah ia menghadiri majlis Syekh Yasin untuk mengkhatam Sunan Abu Daud. Ketika itu hadir pula Muhaddits Al-Magrib Syekh Sayyid Abdullah bin Asshiddiq Al-Gumari dan Syekh Abdussubhan Al-Barmawi dan Syekh Abdul-Fattah Rawah.
Seorang tokoh agama Najd dari Ibukota Riyadh (Pusat Paham Wahabi) yaitu Jasim bin Sulaiman Addausari pada tahun 1406H pernah berkata:

أبلغوا مني سلاما من صبا نجد……ذكيالأبي الفيض فداني
مسند الوقت بعيد عن نزول……هابط أما لما يعلو فداني
فدى أسر الروايات فلوتنطق……لقالت: علم الدين فداني

KARYA TULIS & MURID-MURID BELIAU

Jumlah karya beliau mencapai lebih dari 97 Kitab, di antaranya 9 kitab tentang Ilmu Hadits, 25 kitab tentang Ilmu dan Ushul fiqih, 36 buku tentang ilmu Falak, dan sisanya tentang Ilmu-ilmu yang lain…
Di antara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Syekh M. Ali Asshabuni (Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Doctor Ali Jum’ah (Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dll…
Dan di antara murid-murid beliau yang di samping mengambil Sanad Hadits, mendapatkan Ijazah ‘Ammah dan Khasshah, juga diberi izin untuk mengajar di Madrasah Darul-Ulum adalah: H. Sayyid Hamid Al-Kaff, Dr. Muslim Nasution, H.Ahmad Damanhuri, H.M.Yusuf Hasyim, H.M. Abrar Dahlan, Dr. Sayyid Aqil Husain Al Munawwar dll. 
KEKERAMATAN BELIAU

Seseorang bernama Zakariyya Thalib asal Syiria pernah mendatangi rumah Syekh Yasin Pada hari jumat. Ketika Azan jumat dikumandangkan, Syekh Yasin masih saja di rumah, ahirnya Zakariyya keluar dan solat di masjid terdekat. Seusai solat jum’at, ia menemui seorang kawan, Zakariya pun bercerita pada temannya bahwa Syekh Yasin ra. tidak solat Jum’at. Namun dibantah oleh temannya karena kata temannya, “kami sama-sama Syekh solat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syekh Hasan Massyat ra. yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau”…
H.M. Abrar Dahlan bercerita, suatu hari Syekh Yasin pernah menyuruh saya membikin Syai (teh) dan Syesah (yang biasa diisap dengan tembakau dari buah-buahan/rokok tradisi bangsa arab). Setalah saya bikinkan dan syekh mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil-Haram. Ketika kembali, saya melihat Syekh Yasin baru pulang mengajar dari Masjid Al-Haram dengan membawa beberapa kitab… saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.
Dikisahkan ketika K.H.Abdul Hamid di Jakarta sedang mengajar dalam ilmu fiqih “bab diyat”, beliau menemukan kesulitan dalam suatu hal sehingga pengajian terhenti karenanya… malam hari itu juga, beliau menerima sepucuk surat dari Syekh Yasin, ternyata isi surat itu adalah jawaban kesulitan yang dihadapinya. Ia pun merasa heran, dari mana Syekh Yasin tahu…? Sedangkan K.H.Abdul Hamid sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini..!
Syekh. Mukhtaruddin asal Palembang bercerita, pernah ketika pak Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syekh Yasin. Ahirnya pak Soeharto pun sembuh berkat do’a beliau. .
Semoga Allah swt. merahmati beliau, amin ya Rabbal-Alamin….
Al Fatihah…. 
**dari berbagai sumber....wallahu’alam


Waliyullah dari Bumi Kampar




Selasa, 15 Maret 2011

Syekh Abdul Ghani Batu Basurek-Kampar (1811-1961): Pemuka Ulama Naqsyabandiyah dan Auliya’ yang terbilang di belahan Riau, ranah Minangkabau

Oleh: Apria Putra

Di belahan aliran Sungai Kampar, di sebelah negeri seribu rumah Suluk, semasa dulu kala terkemuka dengan ulama-ulamanya yang masyhur terbilang. Di antara ulama-ulama yang terkemuka keberadaannya itu, tersebutlah orang tokoh yang paling masyhur terutama ketika membicarakan persebaran Tarikat Ahli Sufiyah, terutama Tarikat Naqsyabandiyah. Dua ulama besar itu ialah Maulana Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi dan Syekh Abdul Ghani Batu Basurek Kampar. Syekh Abdul Wahab terkenal murid-muridnya yang berasal dari orang awam hingga pejabat-pejabat pemerintahan, sedang Syekh Abdul Ghani Batu Basurek terkenal dengan murid-muridnya yang berasal dari ulama-ulama belaka. Dua ulama besar Naqsyabandiyah inilah yang terkemuka di pantai Timur Sumatera.

Syekh Abdul Ghani itulah nama Beliau yang masyhur, sedangkan Batu Basurek ialah nisbah negeri beliua bermukim yang Batu Bersurat di Kampar, yang sekarang termasuk wilayah Riau, semasa dulu Kampar merupakan bagian rantau dari Luak Limapuluh Kota, ranah Minangkabau sejati. Jika disebut-sebut ulama penyebar Naqsyabandiyah di Kampar ini, ada satu tokoh lagi yang tak mungkin tidak disebut, yaitu Syekh Ja’far Pulau Gadang, alim pula, guru dari seorang Ulama Besar Minangkabau Syekh Zakaria Labai Sati Malalo. Namun soal kemasyhuran, dan ketersebutan dalam sejarah, tetap Syekh Abdul Ghani yang terbilang.

Mengenai tahun lahir belum ditemui cacatan pasti, namun dari usia Syekh Abdul Ghani yang mencapai umur 150 tahun dan tahun wafatnya 1961, niscaya kita jumpai tahun lahirnya 1811. Bagi orang-orang dulu, apatah lagi dia merupakan Syekh-syekh terkemuka memang dikenal berumur panjang. Begitupula pendidikan awalnya, dimasa kecil-kecil tentunya, masih pula kabur dalam kabut sejarah. Namun dapat dipastikan bahwa Beliau merupakan ulama hasil didikan surau-surau yang menjamur seantero Minangkabau kala itu. Setelah menahun mengaji ala surau itu, Beliau melanjutkan pertualangan intelektualnya ke Haramain (Mekah dan Madinah), pusat Ibadah sekaligus ilmu pengetahuan kala itu. Dan menurut sumber Belanda, van Bruinessen, di Mekkahlah tepatnya di Jabal Abi Qubais-lah Syekh Abdul Ghani menerima ijazah atas jalan Tarikat Naqsyabandiyah, sebagai petanda bahwa beliau telah diangkat menjadi khalifah Naqsyabandi dan berhak mengajarkan ilmu Tarikat kepada orang banyak secara mandiri. Adapun syekh Naqsyabandi yang memberinya ijazah itu ialah Syekh Sulaiman Zuhdi, yang pada abad 19 banyak mengangkat khalifah-khalifah dari tanah “Jawi” (baca: Melayu) ini, beliau juga dikenal dengan nama Syekh Sulaiman Afandi.

Setelah mengaji ilmu agama beberapa tahun lamanya dan telah pula di-khatam kaji itu dengan amalan Rohani Suluk Tarikat Naqsyabandiyah, kemudian menerima ijazah dalam Tarikat Sufi itulah Syekh Abdul Ghani memapankan karir ke-ulama-annya di Kampar, tepatnya di Batu Basurek. Di sanalah beliau mendirikan surau sekaligus rumah Suluk untuk mengajar agama dan melatih rohani dengan melaksanakan Suluk Naqsyabandi. Tak perlu menunggu waktu lama, surau beliau itu kemudian ramai sekali dikunjungi oleh orang-orang siak dari berbagai penjuru daerah. Nama Beliau selaku ulama terkemuka dalam kedalaman ilmu dan kedalaman faham masyhur kemana-mana. Melalui lembaga pendidikan itulah beliau mendidik murid-murid yang banyak, sehingga tak sedikit murid-murid beliau itu nantinya yang menjadi alim pula, kemudian pulang ke kampung halaman masing-masing selaku ulama dan mengajarkan ilmu pula di tanah kelahirannya. Tak jarang pula ada murid-muridnya yang telah ulama mengambil ilmu lagi kehadarat Syekh Abdul Ghani ini.

Diantara murid-murid Beliau yang terkemuka dan dapat dicatat pada kesempatan kali ini ialah:
1. Maulana Syekh Muda Wali al-Khalidi Naqsyabandi Aceh (w. 1964). Ulama besar kharismatik di Aceh abad ke-XX, tercatat sebagai pengibar bendera Tarikat Naqsyabandiyah di Aceh, juga termasuk sesepuh Perti yang sangat disegani. Syekh Wali ini pada mula belajar ilmu agama di berbagai Dayah di Aceh. Kemudian disarankan seorang tokoh di Aceh untuk menyambung pelajar ke Padang yaitu ke Normal Islam, yang saat itu dipimpin Mahmud Yunus (Prof.). Namun Syekh Wali hanya 3 bulan di Normal Islam Padang, sebab tak sesuai dengan cita-cita beliau untuk memperdalam agama, sedang di Normal Islam hanya pelajaran umum yang banyak diberikan. setelah berhenti dari Normal Islam, beliau berkenalan dengan salah seorang tokoh besar Syekh Khatib Muhammad Ali al-Fadani Parak Gadang (w. 1939). Dari hubungan dengan ulama-ulama itu beliau menjadi masyhur pula di Minangkabau, hingga Beliau digelari dengan “Angku Aceh”. Syekh Wali juga berkenalan dengan Syekh Jamil Jaho. Karena ketertarikannya dengan pemuda yang alim itu, Syekh Jamil Jaho mengambilnya menjadi menantu. Banyak usaha keagamaan yang dilakukan oleh Syekh Wali di Minangkabau sampai-sampai beliau mendirikan madrasah di Lubuk Alung bersama-sama dengan rekannya Syekh Zakaria Labai Sati Malalo (madrasah itu tidak ada lagi sekarang). Setelah itu Syekh Wali berangkat ke Mekkah untuk berhaji dan menambah ilmu pengetahuan, di Mekkah beliau seangkatan dengan ulama masyhur dari Padang Syekh Muhammad Yasin al-Fadani al-Makki (w. 1990) dan Syekh Alwi al-Husaini Mekkah. Sekembali dari Mekkah beliau pulang ke Minangkabau. Di saat itulah beliau merasakan haus dahaga ilmu. Obat satu-satunya kali itu ialah mengisi batin dengan air Ma’rifat. Maka Beliau carilah seorang mursyid yang kamal, sehingga bersuluklah Beliau kepada Syekh Abdul Ghani ini, hingga memperoleh maqam khalifah dan mendapat ijazah.
2. Syekh Muhammad Yunus Tuanku Sasak di Sasak, Pasaman. Juga merupakan ulama besar, termasuk sederet tokoh-tokoh sepuh Perti. Beliau mengajar banyak murid di suraunya di Kapar Pasaman Barat.
3. Syekh Muhammad Djamil Sa’adi (w. 1971), anak dari yang mulia Syekh Muhammad Sa’ad bin Tinta’ al-Khalidi Mungka Tuo Payakumbuh. Informasi beliau merupakan murid Batu Basurek ialah dari beberapa murid kepercayaan beliau di Mungka.
4. Syekh Adimin ar-Radji Taram (w. 1970), terbilang murid tertua Syekh Sulaiman ar-Rasuli. Ulama terkemuka atas Jalur Tasawwuf Tarikat Naqsyabandiyah yang diterimanya dari Syekh Batu Basurek.
5. Tuanku Alaydrus Ghani (w. ?), anak kandung dari Syekh Abdul Ghani Batu Basurek. Beliau yang melanjutkan surau ayahnya dan mendirikan pula Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Kampar. Menerima Tharikat dari Syekh Muda Wali Aceh.
6. Prof. DR. Syekh Muhibbin Wali, Ph. D., salah seorang Ahli hukum Islam dan Tasawwuf Indonesia, S3 Kairo Mesir. Anak kandung Syekh Muda Wali, menerima Tharikat dari Syekh Abdul Ghani Batu Basurek
7. dan Banyak lagi lainnya.

Selain itu Syekh Abdul Ghani termasuk tokh sepuh Perti yang sangat dihormati. Pada tahun 1954 terjadi kofrensi Tarikat Naqsyabandiyah di Bukittinggi atas prakarsa Perti, dan salah seorang tokoh utama yang hadir ialah Syekh Abdul Ghani (waktu itu usia nya telah sepuh). Hasil-hasil konfrensi itu dibukukan dengan judul Risalah Tablighul Amanah fi Izalati Khurafat wa syubhah (KAHAMY, 1954).

Syekh Abdul Ghani wafat tahun 1961 dalam usia yang sangat tua, 150 tahun, setelah berkhitmat lama menegakkan agama di Minangkabau umumnya. Usaha beliau dilanjutkan oleh anaknya yang juga alim yaitu Tengku ‘Aidrus Ghani.


Syeikh Wali Abdal dari Bumi Riau dan Sumatera Utara

BIOGRAFI SYEKH ABDUL WAHAB ROKAN

      Riwayat Hidup dan Pendidikan Syekh Abdul Wahab Rokan
      
      Nama lengkap Syekh Abdul Wahab Rokan adalah Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-Naqsyabandi, terkenal dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam (Besilam)”, Faqih Muhammad gelarnya, dan Abu Qosim demikian nama kecilnya. Beliau dilahirkan pada tanggal 19 Rabi’ul Akhir 1230 H. bertepatan dengan 28 September 1811 M. di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Sumatera Timur, (Sekarang Propinsi Riau). Dan wafat pada tanggal 21 Jumadil awal 1345 H. bertepatan dengan 27 desember 1926 M. di Babussalam, Tanjungpura, Sumatera Timur (Sekarang Sumatera Utara) .
 
      Ayahnya bernama Abdul Manaf bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai, keturunan dari raja-raja Siak. Sedangkan ibunya bernama Arba’iah binti Datuk Dagi binti Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim mempunyai pertalian darah dengan Sultan Langkat.
 
      Ketika wafatnya, Haji Abdullah Tembusai meninggalkan 670 anak dan cucu. Salah seorang putra beliau bernama M. Yasin menikah dengan seorang wanita dari suku Batu Hampar, dari hasil pernikahan ini kedua sepasang suami istri ini melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Abdul Manaf, yaitu ayah kandung Syekh Abdul Wahab Rokan.
Dengan adanya gambaran tersebut di atas akan jelaslah bagi kita, bahwa Syekh Abdul Wahab Rokan ini adalah keturunan dari bangsawan, dan kebangsawannya itu akan nampak terlihat dengan jelas di dalam kiprah beliau sebagai pemimpin dan sekaligus seorang ulama
Pendidikan Syekh Abdul Wahab Rokan
 

      Basis atau dasar pendidikan bagi seorang tokoh yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan dakwah tentu sangat penting, hal itu dikarenakan akan berkaitan dengan kebijakan yang akan menjadi landasan berfikir dan bertindak. Sosok tokoh yang mempunyai latar belakang pendidikan dan pengalaman yang tinggi dan luas tentunya akan mampu melahirkan kader-kader yang tangguh.
Permulaan berguru Syekh Abdul Wahab Rokan adalah pada Tuan Baqi di tempat kelahirannya, kemudian belajar al-Qurân kepada H.M. Sholeh, seorang alim besar asal Minangkabau sampai tamat. Kemudian Syekh Abdul Wahab Rokan melanjutkan studinya ke Tembusai dan berguru dengan Maulana Syekh Abdullah Halim dan Syekh Muhammad Shaleh Tembusai. Dari keduanya dipelajarinya berbagai ilmu dalam bahasa arab, antara lain kitab-kitab Fathul Qorîb, Minhâju al-Thâlibîn, Iqna’ (Fiqih), Tafsîr Jamâl, Nahwu, Sharaf, Balâghah, Manthiq, tauhîd, Arûdh dan lain-lain. Karena kepintarannya dalam menyerap ilmu-ilmu dari gurunya dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu tersebut, digelarlah ia dengan “Faqih Muhammad”, artinya: orang yang ahli dalam ilmu Fiqih.
Setelah menamatkan studinya dengan dua ulama terkemuka tersebut, pada tahun (1846 M). Abu Qosim (nama kecil Syekh Abdul Wahab Rokan) berangkat ke Semenanjung Melayu untuk menambah ilmu pengetahuan dan tinggal di Sungai Ujung (Simunjung), Negeri Sembilan. Di tempat ini ia belajar kepada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau, seorang ulama terkemuka yang berasal dari minangkabau. Syekh H. Muhammad Yusuf kemudian diangkat sebagai mufti di Kerajaan Langkat dan digelari “Tuk Ongku”. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Faqih Muhammad berdagang di kota Malaka.
Setelah dua tahun di Malaka ia meneruskan pelajaran ke Mekkah. (1848 M). Selama enam tahun di Mekkah ia belajar kepada ulama-ulama terkenal seperti Saidi Syarif Zaini Dahlan (mufti mazhab Syafi’i), seorang ulama terkenal berasal dari Turki. Kemudian ia juga berguru dengan Syekh Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dan ulama bangsa Arab lainnya. Kepada ulama-ulama Jawi Atau Asia ia belajar kepada Syekh Muhammad Yunus bin Abdurrahman Batubara Asahan, Syekh H. Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, Syekh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani, Syekh Abdul Qodir bin Abdurrahman Kutan al-Kalantani, Syekh Wan Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain. Khusus tentang tarekat Naqsyabandiyah ia belajar kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Ia mendapat surat ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-khalidi an-Naqsyabandi. Kemudian, Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Haji Abdul Wahab Rokan kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah.
Di namakan Syekh Abdul Wahab dengan “Rokan”, karena ia berasal dari daerah Rokan, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Di namakan dengan “al-Khalidi”, karena ia menganut tarekat periode Syekh Khalid sampai pada masanya. Dan dinamakan ia dengan “an-Naqsyabandi”, karena ia menganut tarekat yang ajaran dasarnya berasal dari Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Menurut silsilah urutan pengambilan tarikat naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan adalah keturunan ke-32 dari Rasulullah Saw. Adapun silsilah tarekat yang dianut oleh Syekh Abdul Wahab Rokan ini, dapat dilihat pada bait-bait sya’ir beliau.
Silsilah Keturunan Syekh Abdul Wahab Rokan
Syekh Abdul Wahab Rokan mempunyai istri dua puluh tujuh orang. Mereka itu adalah:
(1) Mariah binti Datuk Jaya Perkasa Abdul Jalil, asal Kubu. Mendapat satu orang anak bernama Abdullah. (2) Khadijah binti Abdullah, asal Kualuh. Anaknya: Ahmad, H. Yahya Afandi, dan H. bakri. (3) Halimah binti Datuk Jaya Perkasa Muhammad Dali, asal Kubu. (4) Sa’diyah binti H.A. Manan. Anaknya: Hj. Roqoyyah, H. Abdul Jabbar, Nafisah, dan Ibrohim. (5) Zubaidah binti Nusul, asal Kubu. Anaknya: Musa, Harun, Hamzah, M. Yunus, dan Matin. (6) Zahrah (anak seorang juru tulis dari Negeri Tembusai). (7) Siti Zainab binti Sultan Abdul Hamid, asal Tembusai. Anaknya: Abdul Khaliq dan Abdul Qohar. (8) Maryam binti Syekh Zainuddin, asal Tanah Putih. Anaknya: Suhil, cantik, Zamrud, Faqih Tambah, Faqih Na’im, dan Sufinah. (9) Badariyah, asal Kubu. Anaknya: FaqihTuah. (10) Rukiah binti Abdullah, asal Kubu. Anaknya: Hj. Lathifah, Atikah, Sidiq, H. Ahmad Mujur. (11) Hj. Khadijah Rawa. Anaknya H. Zakaria (12) Namin, Asal Panai. Anaknya: Habibah. (13) Jami’ah, asal Labuhan Tangga. (14) Hawa, asal Deli. (15) Fatimah, asal Tembusai. (16) Aisyah binti H. Ismail, asal Tembusai. Anaknya 7 Orang akan tetapi meninggal waktu kecil. (17) Radhiyah binti khalifah Abu Bakar, asal Tembusai. (18) Siti Indah Rupa, asal Tembusai. (19) Kino, asal Tanah Putih. (20) Hasnah, asal Habsyi. (21) Sa’adah, asal Habsyi. (22) Peti, asal Tembusai. Anaknya: Ismail, M. Daud, Aisyah, Usamah, dan H. Madyan. (23) Padi, asal Langkat. Anaknya: Siti Hawa, Faqih Mahadi, Mansur, dan Abdul Jalil. (24) Asiah, Asal Batu Pahat malaysia. Anaknya: Suhil, Syukur, dan Cahaya. (25) Maryam, asal Tanah Putih. Anaknya: H. Mu’im al-Wahhab, Maimun. (26) Khuzaimah (Taemah) binti H. Abdur Rahman, asal Kubu. (27) Siti, Asal Batu Pahat Malaysia. Anaknya: Hj. Jami’ah (Kembang), dan Hj. Rahimi
Pada tahun 1345 H. jumlah anak-anak Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan tercatat 26 orang, terdiri dari 14 laki-laki dan 12 perempuan.
Laki-laki: (1) Syekh Haji Yahya, (2) Syekh Haji Bakri, (3) Syekh Haji Harun, (4) Syekh Haji Abdul Jabbar, (5) Syekh Faqih Tuah, (6) Syekh Haji Nashruddin, (7) Syekh Faqih Yazid, (Faqih Tambah), (8) Syekh Faqih Mahadi, (9) Syekh Faqih Na’im, (10) Syekh Haji Mu’im al-Wahhab, (11) Syekh Mansur, (12) Syekh Haji Ahmad Mujur, (13) Syekh Muhammad Daud, (14) Syekh Haji Madyan al-Wahhab.
Perempuan: (1) Hajjah Roqoyyah, (2) Habibah, (3) Cantik, (4) Zamrud, (5) Asmah, (6) Hajjah Latifah, (7) Atikah, (8) Nafisah, (9) Hawa, (10) Aisyah, (11) Hajjah Kembang, (12) Hajjah ‎Rahimi.
Adapun murid-murid Syekh Abdul Wahab Rokan yang diangkat menjadi khalifah dan turut andil meneruskan cita-cita beliau dalam penyebaran dakwah Islam dan ajaran tarekat adalah sebagai berikut:
Langkat: Khalifah Sultan Musa al-Muazzamsyah penguasa tertinggi Kerajaan Langkat, Khalifah H. Muhammad Arsyad.
Deli Serdang: Khalifah Abdul Majid, Khalifah Kasim, Khalifah H.M. Daim, Khalifah H. Abbas.
Tebing Tinggi: Khalifah Tuanku Haji
Asahan: Khalifah H. Muhammad Nur, Khalifah Ramadhan, Khalifah Abdur Rahman, Khalifah H. M Nur bin H. M. Tahir.
Labuhan Batu, (Bilah): Khalifah H. Abdul Muthalib, Khalifah H. Abdur Rauf, Khalifah Abbas Khalifah H. Sulaiman, Khalifah Ahmad, Khalifah Ja’far, Khalifah H. M. Nur, Khalifah M. Yusuf, Khalifah Junid. (Kota Pinang) Khalifah Tuanku Haji, Khalifah H. M. Thaib, Khalifah Maarif, Khalifah M. Arif, Khalifah Daim, Khalifah Aman, Khalifah Ibrahim.
Tapanuli Selatan: Khalifah H. Abdul Manan, Khalifah H. M. Arsyad, Khalifah M. Nur, Khalifah Kasim, Khalifah Abdul Kadir, Khalifah Mukmin, Khalifah H. Sulaiman Khalifah Malim Itam, Khalifah M. Rasyid, Khalifah M. Salih, Khalifah Ahmad, Khalifah Yakin, Khalifah Sulaiman, Khalifah Ramadhan.
Aceh, (Alas): Khalifah Panjang.
Riau, (Kubu): Khalifah H. M. Saleh, Khalifah H.M. Arsyad, Khalifah H. Abdur Razak, Khalifah H. Umar, Khalifah H. Abdul Ghani, Khalifah H.M. Tahir, Khalifah H. Abdul Jabbar, Khalifah Maksum, Khalifah Kamaluddin, Khalifah Fakih Panjang, Khalifah Yatim, Khalifah Sajak, Khalifah Muhammadiyah, Khalifah Rasul, H. M. Said, Khalifah H. Abdul Fattah. (Tembusai): Khalifah Daud, Khalifah H. Usman, Khalifah H. Abdul Wahab, Khalifah Muhammad, Khalifah Abu Bakar, Khalifah Ibrahim, Khalifah H. M Saleh, Khalifah Raja Daud, Khalifah H. Mustafa, Khalifah H. M. Zainuddin, Khalifah H. Abdul Majid, Khalifah Abdul Syukur, Khalifah Tahid, Khalifah H. Mahmud, Khalifah Fakih Kamaluddin, Khalifah Maaruf. (Tanah Putih): Khalifah Abdul Hakim, Khalifah Ali, Khalifah M. Nur, Khalifah Usman, Khalifah M. Zein, Khalifah Ibrahim, Khalifah Junid. (Rambah): Khalifah H. M. Arsyad, Khalifah Itam, Khalifah Hasan, KhalifahYusuf. (Kota Intan): Khalifah Imam Besar, Khalifah Jaah. (Inderagiri): Khalifah Muda, Khalifah Mukmin. (Rawa): Khalifah H. Sulaiman, Khalifah H. Ismail, Khalifah H. Abdur Rahman. (Kampar): Khalifah Thaifuri. (Siak): Khalifah Abd. Ghani
Bangka: Khalifah Toha, Khalifah Sya’ban, Khalifah Abdul Manan, Khalifah Ramadhan, Khalifah H. Abdul Ghani Sulaiman.
Sumatera Barat: Khalifah H. M. Yunus, Khalifah Rajab, Khalifah H. Abdullah, Khalifah Ramadhan.
Jawa Barat: Khalifah H. Usman, Khalifah H. M. Zein.
Malaysia, (Batu Pahat): Khalifah H. Umar, Khalifah H. Zakaria, Khalifah Muhammad, Khalifah H. Muhammad, Khalifah Junid. (Kelantan): Khalifah M. Said. (Selangor): Khalifah H. M. Saleh (Perak): Khalifah M. Syarif.
Cina: Khalifah H. M. Saleh.
Putra Tuan Guru: Khalifah H. Yahya Afandi, khalifah H. Zakaria, Khalifah H. Abdul Jabbar, Khalifah H. Harun, Khalifah M. Daud.
Haul Syekh Abdul Wahab Rokan
Tanggal 21 Jumadil Awal 1345 H. bertepatan dengan 27 Desember 1926 M. adalah tanggal menjadi kenangan bagi seluruh anak, cucu dan murid-murid beliau, itulah tanggal hari beliau menutup mata berpulang kerahmatullah di Babussalam Langkat Sumatera Utara.
Tangisan yang mencekam hati, menusuk dada yang dirasakan oleh anak cucu serta murid-muridnya semua. Akhirnya setiap tanggal 21 Jumadil Awal dijadikan hari pertemuan oleh seluruh murid-muridnya untuk mengenang mutiara-mutiara yang ditinggalkan oleh beliau, terutama ajaran tarekat Naqsyabandiyah yang menyampaikan beliau ke makam waliyullah, yang termasyhur dengan “Kekeramatan Tuan Guru Babussalam”. Hingga sampai saat ini dapat dilihat keramaian oleh para penziarah ke babussalam, terutama hari jumat dan minggu. Mereka datang dengan berbagai macam keperluan dan kepentingan serta bersilaturrahmi dengan penerus atau pengganti-pengganti beliau.
Pertemuan setiap tanggal 21 Jumadil Awal tersebut dikemas dalam satu hajatan besar yang disebut dengan “Haul Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi” , yang diadakan setiap tahunnya menurut tanggal dan bulan Hijriyah.
Pada setiap peringatan Haul ini, Babussalam melimpah ruah oleh arus manusia yang berdatangan dari segenap jurusan, bahkan dari malaysia, Singapura, Berunai, Filipina dan Thailand juga tak ketinggalan. Tamu-tamu ini adalah murid-murid dan jama’ah murid-murid beliau, bahkan banyak yang tidak diundang. Mereka datang karena cinta dan simpatik kepada beliau dan terhadap Babussalam. Begitulah kebesaran Syekh Abdul Wahab Rokan yang akhirnya meninggalkan nama baik Babussalam yang diwarisi oleh anak cucu dan jama’ah-jama’ah beliau.
Setelah Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan wafat, kedudukan mursyid dan nadzir Babussalam dipercayakan kepada putra-putra beliau. Mereka yang pernah memangku jabatan sebagai Tuan Guru Babussalam dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Syekh Abdul Wahab Rokan al-khalidi al-Naqsyabandi, (Tuan Guru I )
2. Syekh Haji Yahya Afandi (anak, Tuan Guru II)
3. Syekh Haji Abdul Manaf (cucu, Tuan Guru III )
4. Syekh Haji Abdul Jabbar (anak, Tuan Guru IV )
5. Syekh Haji Muhammad Daud (anak, Tuan Guru V )
6. Syekh Haji Faqih Yazid (Faqih Tambah) (anak, Tuan Guru VI )
7. Syekh Haji Muim al-Wahhab (anak, Tuan Guru VII )
8. Syekh Haji Madyan al-Wahhab (anak, Tuan Guru VIII )
9. Syekh Haji Anas Mudawwar (cucu, Tuan Guru IX ‎)
10. Syekh Haji Hasyim al-Syarwani (cucu, Tuan Guru X ).
Pengganti Syekh Abdul Wahab Rokan yang pertama sebagai Tuan Guru Babussalam adalah putranya yang tertua, Syekh H. Yahya Afandi. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâzdir Babussalam berusia pendek, memangku jabatan ini selama 4 tahun (wafat 1929 M.) dalam usia 56 tahun. Kemudian ia digantikan oleh putranya sendiri, Abdul Manaf, yang juga masa kepemimpinannya relatif singkat. Pada gilirannya ia digantikan oleh seorang khalifah tertua yang bernama Muhammad sa’id, yang telah diangkatnya terlebih dahulu untuk menggantikannya bila ia telah tiada. Abdul manaf meninggal dunia di tanah suci Mekkah ketika melaksanakan ibadah haji dan dimakamkan di sana.
Syekh H. Abdul Jabbar merupakan penerus selanjutnya, ia dipilih menjadi mursyid oleh suatu pertemuan semua khalifah yang hadir di Babussalam. Ia wafat pada 19 Jumadil Akhir 1361 H. setelah memangku jabatan mursyid dan nâzdir selama 6 tahun. Inilah pergantian kepemimpinan yang terakhir yang tampaknya berjalan tanpa persaingan. Pergantian-pergantian kepemimpinan berikutnya diwarnai persaingan di dalam keluarga berjalan seiring dengan pertikaian politik, karena berbagai kelompok berusaha mengendalikan Babussalam dan menjadikan wibawa nama besarnya itu sebagai asset politik.
Ketika Syekh Abdul Jabbar wafat (1943 M.) wakilnya (yang juga saudaranya), Syekh Muhammad Daud, menggantikannya sebagai pemimpin Babussalam. Pada waktu terjadi aksi meliter Belanda yang pertama (1947 M.) setelah kekalahan Jepang, Syekh Muhammad Daud meninggalkan Babussalam dan kembali lagi pada tahun 1951 M. Sementara itu khalifah yang lain yang juga saudaranya, Syekh Faqih Tambah (Yazid), telah mengambil kedudukan tertinggi di Babussalam. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâdzir pada waktu itu dikukuhkan oleh sebagaian besar khalifah, dan ahli-ahli tarekat pada 1952 M.
Syekh Muhammad Daud, tetap mengangap dirinya sebagai pemimpin yang sah, sementara Faqih Tambah menyatakan dirinya juga sah dan tidak sudi melepaskan kedudukannya kepada Syekh Muhammad Daud ketika ia kembali lagi ke Babussalam. Sejak saat itu terjadilah konflik yang berkepanjangan yang belum ada penyelesaiannya sampai saat sekarang ini.
Konflik ini telah menjadikan Babussalam terpecah menjadi dua, pertama, kelompok yang menyatakan bahwa Syekh Muhammad Daud yang sah menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam, dan yang lain menyatakan bahwa Faqih Tambahlah yang sah memangku jabatan tersebut. Pada akhirnya Syekh Muahammad Daud mendirikan rumah suluk-nya sendiri, yang letaknya tidak beberapa jauh dari rumah suluk yang dipimpim oleh saudaranya Syekh Faqih Tambah.
Usaha untuk menengahi polemik yang terjadi di antara keduanya, baik dari kalangan keluarga, organisasi Islam maupun dari kalangan pejabat pemerintah tetap tidak membuahkan hasil. Hingga keduanya di panggil kehadhirat Allah Swt. masing-masing tahun 1971-1972 M. keduanya tetap bertindak sebagai mursyid dan nâzdir di Babussalam.
Sepeninggal keduanya, terpilihlah putra Syekh Abdul Wahab Rokan yang lain, Syekh Mu’im al-Wahhab. Pelantikan Syekh Mu’im sebagai mursyid dan nâzdir, pimpinan tertinggi (Tuan Guru Babussalam VII), di hadiri oleh ribuan umat Islam yang datang dari dalam maupun luar negeri. Ia memangku jabatan tersebut lebih kurang 9 tahun (1972-1981 M). Selanjutnya ia di gantikan oleh putra terakhir Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Madyan al-Wahhab. Walaupun demikian, Babussalam tetap terpecah dua. Rumah sulûk peninggalan Syekh Muahammad Daud, terus di kelola oleh putranya Syekh Haji Tajuddin.
Dua orang cucu terkemuka Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Faqih Shaufi bin Syekh Haji Bakri dan Syekh Anas Mudawwar bin Syekh Muhammad Daud, merupakan dua calon terkuat dan di pandang layak untuk memimpin Babussalam sepeninggal Syekh Madyan al-Wahhab. Pemilihan ini tidak hanya melibatkan kalangan keluarga dan khalifah, tetapi juga melibatkan pejabat pemerintah. Dukungan politik yang diberikan oleh pemerintah kepada Syekh Anas Mudawwar merupakan faktor terkuat terpilihnya ia sebagai pimpinan tertinggi di Babussalam.
Keluarga besar Babussalam kembali disibukkan dengan pemilihan calon pemimpin baru sepeninggal Syekh Anas Mudawwar (1997 M.). Masing-masing Bani mengirim utusannya (calon) yang di pandang layak dalam pemilihan tersebut. H. Ahmad Fuad Said bin Syekh Faqih Tuah dan H. Hasyim al-Syarwani bin Syekh Mu’im al-Wahhab merupakan dua calon terkuat yang di pandang memenuhi syarat menjadi pemimpin Babussalam pada saat itu. Pada akhirnya H. Hasyim al-Syarwani terpilih menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam menggantikan Syekh H. Anas Mudawwar setelah sebelumnya H. Ahmad Fuad Said mengundurkan diri dalam pencalonan tersebut.
Wassalam

Habib Zain bin Ibrahim bin Smith

Biografi berikut Bloger kutip dari Wikipedia berbahasa Indonesia yang menjelaskan sosok seorang ulama besar dari madinah.

Zain bin Smith

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Zain bin Ibrahim bin Smith
الحبيب زين بن سميط.jpg
Gelar asy-Syaikh, as-Sayyid, al-Habib
Nama Zain
Nasab bin Ibrahim bin Zain bin Smith Ba'alwi
Lahir 1357 H/1936
Jakarta,  Indonesia
Etnis Arab
Firkah Sunni, Asy'ariyah
Mazhab Fikih Syafi'i
Zain bin Ibrahim bin Zain bin Smith Ba'alwi (bahasa Arab: زين بن إبراهيم بن زين بن سميط با علوي) (lahir di Jakarta, Indonesia pada tahun 1357 H/1936)[1] adalah seorang ulama dibidang nahwu dan fikih yang saat ini tinggal di Madinah.

Kelahiran dan masa kecil

Lahir pada tahun 1357 H/1936 di Jakarta, Indonesia di lingkungan keluarga yang religius, orang tuanya dikenal dengan kebaikan dan kesalehan. Ayahnya menjadi Imam di Masjid Abdullah bin Muhsin al-Aththas di Kota Bogor pada akhir hayatnya, kemudian anak-anaknya yang masih kecil pergi ke kota Tarim, Hadhramaut, karena takut terhadap ujian dan kerusakan (moral), kemudian kembali ke Indonesia, dan setelah beberapa tahun lamanya sampailah surat dari anaknya (Zain) yang telah unggul dalam beberapa ilmu kepada ayahnya, maka ayahnya mengambil surat tersebut dan menaruhnya diatas kepalanya dan ia menangis karena sangat gembira, dan keduanya tidak bertemu hingga sang ayah pindah ke hadhramaut beberapa tahun kemudian, keduanya bertemu di tanah suci ketika sedang menunaikan ibadah haji, kemudian ayahnya kembali lagi ke Indonesia, dan wafat di Kota Bogor. Ayahnya membawa Zain ketika masih kecil ke majelis Alawi bin Muhammad al-Haddad, di Bogor, terkadang juga membawanya ke gurunya Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, yang kediamannya terletak di Kwitang. Zain tinggal di kediaman ayahnya di Tarim. Zain memiliki tiga anak: Muhammad, Umar dan Ahmad.

Menuntut ilmu

Setelah belajar membaca dan menulis di Madrasah di pulau Jawa, kemudian ia mempelajari al-Qur'an dan tajwid, dan pada tahun 1371 H/1950 ia pindah ke Hadhramaut, pada usia sekitar 14 tahun. Di kota Tarim, ia belajar berpindah-pindah dari satu madrasah ke madrasah lainnya di kota tersebut, khususnya di Rubath Tarim, ia mempelajari mukhtashar-muktashar ilmu fikih dari Muhammad bin Salim bin Hafidz, dan menghafal shafwatu az-zubad karya Imam Ibnu Ruslan asy-Syafi'i, dan menghafal kitab al-Irsyad karya Syaraf bin al-Maqurri sampai bab jinayat, kemudian ia mempelajari kitab tersebut dalam bab ilmu waris dan nikah, serta mempelajari sebagian kitab al-Minhaj, dan bebebrapa kitab yang membahas akhlak dan kelembutan hati, dan sebagian ilmu falak, serta menghafal nazham Hadiyatu ash-Shadiq karya Imam Abdullah bin Husain bin Thahir. Ia belajar dari Umar bin Alawi al-Kaff ilmu nahwu, ilmu ma'ani, ilmu bayan, dan mempelajari pelengkap al-Ajurrumiyyah, dan menghafal al-Fiyah Ibnu Malik dan memulai dalam syarahnya. Ia belajar fikih dari al-Muhaqqiq asy-Syaikh Mahfudz bin Salim az-Zabidi, asy-Syaikh al-Faqih Mufti Tarim Salim Sa'id Bukayyir Baghaitsan, dan mempelajari Malhatu al-I'rab karya al-Hariri dari Salim bin Alawi Khird, dan mempelajari ilmu ushul fiqh dari asy-Syaikh Fadhl bin Muhammad Bafadhal dan asy-Syaikh Abdurrahman bin Hamid as-Siriyyi, belajar kepada keduanya matan al-Waraqat.
Ia menghadiri majelis-majelis asy-Syaikh Alawi bin Abdullah bin Syihabuddin, dan mengajar Rubath setiap setelah salat subuh pada hari Sabtu dan Rabu, dan majelis asy-Syaikh Ali bin Abi Bakr as-Sakran. Ia juga belajar dari Ja'far bin Ahmad al-Aydrus, dan sering mengunjunginya, sehingga ia mendapatkan banyak sanad darinya. Ia mempelajari Musnad dari Ibrahim bin Umar bin Aqil dan Abu Bakar al-'Aththas bin Abdullah al-Habsyi, dan mempelajari padanya al-Arba'in al-Ashl karya al-Ghazali.

Pindah ke kota al-Baidha

Setelah delapan tahun tinggal di kota Tarim, gurunya, Muhammad bin Salim bin Hafidz menunjuk Zain untuk pindah ke kota al-Baidha', yang terletak di ujung selatan Yaman untuk mengajar di Rubathnya, dan ikut serta dalam kewajiban berdakwah kepada Allah ditempat tersebut, dan itu merupakan permintaan Mufti al-Baidha', Muhammad bin Abdullah al-Haddar, maka ia pun pindah kesana, dan dalam perjalanan di kota Aden ia bertemu dengan Salim asy-Syathiri (Direktur Rubath Tarim sekarang), dan pada waktu itu Salim merupakan khatib dan imam di daerah Khormaksar di wilayah Aden. Ketika bertemu, Salim sedang membawa kitab-kitab dan mengulang-ngulang pelajaran. Kemudian ia mengikuti ke kota al-Baidha', dan disambut oleh Muhammad al-Haddar.

Pindah ke Madinah

Setelah 21 tahun tinggal di kota al-Baidha', ia pindah ke Madinah, kemudian ia dipanggil untuk membuka Rubath Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah, kemudian diselesaikan pembangunan tempat tersebut sejak Ramadhan tahun 1406 H. Ia dan Salim asy-Syathiri bertanggungjawab atas jalannya Rubath al-Jufri selama 12 tahun, kemudian Salim pindah ke kota Tarim untuk mengurus Rubath Tarim setelah dibuka ulang, dan menetaplah Zain untuk mengajar dan mengarahkan para murid di rubath Madinah, dimana rubath tersebut didatangi banyak murid dari berbagai negara, sebagaimana ia telah menuntut ilmu dari banyak ulama yang tinggal di Madinah. Ia mempelajari ilmu ushul fiqh dari al-Ushuli al-Faqih Syaikh Zaidan asy-Syinqithi al-Maliki, dan mempelajari kitab at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masa'ili Jam'il Jawami karya Abu Bakr bin Syihab dan juga nazham Maraqi as-Su'ud karya Abdullah al-'Alawi asy-Syinqithi. yang merupakan mutun tertinggi dalam ilmu ushul fiqih. Ia mempelajari langsung di halaqah khusus yang ada di Masjid Nabawi, hingga wafatnya Syaikh Zaidan dalam keadaan sujud, Dan juga ia mempelajari ilmu bahasa dan ushuluddin dari Ahmad bin Muhammad Hamid asy-Syinqithi, termasuk mempelajari Syarh Qathru an-Nada, sebagian Syarh Alfiyah Ibnu Malik karya Ibnu Aqil, Idha'atu ad-Dajnah karya al-Imam al-Muqri dalam bidang akidah, as-Sulam al-Murunq karya al-Imam al-Akhdari, dan Itmam ad-Dariyah li Qurra'i an-Niqayah karya as-Suyuthi, Al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyatu al-Af'al karya Ibnu Malik, jilid pertama dari Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dan dua kitab dalam ilmu sharaf serta al-Jauharu al-Maknun dalam ilmu Balaghah.

Karya tulis

Ia memiliki banyak karya tulis, diantaranya:
  • Al-Manhaj as-Sawi Syarh Ushul Thariqah Alu Ba'alwi
  • Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah min Anfasi as-Sadah al-'Alawiyyah
  • Al-Futuhat al-'Aliyyah fi al-Khuthab al-Minbariyyah
  • Al-Ajwibah al-Ghaliyah fi Aqidati Firqati an-Najiyyah
  • Hidayatu az-Zairin ila Ad'iyati az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa Masyahid ash-Shalihin
  • An-Nujum az-Zahirah liSalik Thariqi al-Akhirah
  • Al-Fatawa al-Fiqhiyyah
  • Tsabat Asaniduhu wa Syuyukhuhu

Referensi

^ bin Smith, Zain (2014). Menjawab Hal-hal yang sering jadi Perdebatan Terjemahan Kitab Al-Masail Katsura Khaulahu An-Nuqas Wa Al-Jidal. Mutiara Media, Yogyakarta. ISBN 978-979-878-301-2.