Artikel berikut penulis kutip serta merupakan sebuah ulasan atas pemikiran dan konsepsi seorang Ilmuwan Muslim Indonesia kontemporer prof. Bobby Eka Gunara tentang sains dan kewajiban bagi kaum muslimin menguasainya, Prof. Bobby adalah seorang Ilmuwan fisika Teoretis di ITB yang aktif melakukan riset frontier di berbagai bidang kajian sains fisika teoretis.
Islam Wajibkan Umatnya Belajar Sains
Rabu, 02/07/2014 14:24 WIB
Masruri – detikRamadan
Ilmuwan Muslim (Foto:Ilustrasi)
Jakarta – Persatuan Pelajar
Indonesia (PPI) di Italia mengadakan kajian online setiap dua pekan
dengan pembicara dari Italia ataupun dari Negara Eropa lain bahkan dari
Arab Saudi . Tujuan kajian ini untuk memfasilitasi dahaga ilmu keislaman
dan menambah persaudaraan.Kajian kali ini mengambil tema Kewajiban
Belajar Sains dalam Islam dengan pembicara Prof. Dr. rer. nat. Bobby Eka
Gunara, profesor Fisika Matematika ITB (lulus PhD dari Halle
University, German) yang sedang kunjungan riset atas fasilitas (award)
the Abdus Salam international centre for theoretical physics (ICTP),
Trieste. Sebagai moderator adalah Dr. Abdul Muizz Pradipto, PostDoc di
CNR (Consiglio Nazionale delle Ricerche, semacam LIPI) di Chietti.
Para peserta tersebar di berbagai kota di Italia seperti tercatat
dari Torino, beberapa mahasiswa dari Bolzano, Trento, Pisa, Chietti,
Trieste, dan masyarakat Indonesia di Parma dan Brescia. Setelah
pemaparan materi, mahasiswa dan masyarakat Indonesia dipandu moderator
antusias berdiskusi mengenai materi yang disampaikan oleh pembicara.
Dalam pemaparannya, Prof. Bobby menyampaikan bahwa pada zaman keemasan, umat Islam hampir 7 abad menjadi superpower dala segala bidang termasuk dalam ilmu pengetahuan. Karena dalam Islam ketika mengamalkan dengan benar maka diperlukan pengetahuan, misalnya dalam menentukan waktu salat dan puasa kita dituntut mengetahui peredaran bulan.
Bagaimana pun dalam ibadah yang kita lakukan baik salat ataupun puasa ternyata kita harus mempelajari tanda-tanda alam. Oleh karena itu Islam menganjurkan kita untuk memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda alam seperti perputaran matahari, perputaran bulan, orbit matahari, orbit bulan, dan lain-lain. Menurut Prof. Agus Purwanto, penulis “Ayat-ayat Semesta” beliau mengatakan bahwa ada sekitar 800 ayat dalam Al Quran yang berkaitan dengan alam semester.
Ayat-ayat tentang alam semesta yaitu ayat-ayat yang menggambarkan bumi langit beserta isinya. Sedangkan ayat-ayat tentang salat dan puasa hanya beberapa. Alam semesta dalam hal ini kita belajar Sains secara luas, alam semesta dan isinya, termasuk juga manusia baik dari sisi penciptaannya maupun dari sisi sosiologinya. Salah satu mengapa Islam mewajibkan belajar alam semesta karena dalam penciptaannya meliputi penciptaan langit dan bumi, silih bergantian malam dan siang, bahkan penciptaan manusia itu sendiri merupakan tanda-tanda bagi orang yang berfikir. Orang orang yang berpikir, berarti dia harus menggunakan akalnya.
Ada 5 aspek dari manusia yaitu: akal, ruh (QS 17:85), qolbu, nafsu, jasad (QS 38:71, 25:54). Jasad ini terkait dengan penciptaan manusia yang berasal dari tanah atau air mani. Dalam Islam kita harus memenuhi atau memberikan makanan kelima unsur tersebut. Nafsu ada nafsu yang baik (mutmainnah) atau nafsu yang tidak baik (madzmumah). Akal harus kita penuhi dengan ilmu, ruh harus diisi dengan mempelajari ayat-ayat Al Quran yang berkenaan dengan ketenangan jiwa. Jasad seperti kita ketahui harus dipenuhi kebutuhan nutrisi dengan makanan yang sehat dan halal. Ruh juga berkaitan dengan aspek sosial di mana manusia tidak bisa hidup sendiri tetapi membutuhkan kehadiran orang lain baik dalam keluarga (suami-istri) maupun dalam masyarakat.
Dalam pemaparannya, Prof. Bobby menyampaikan bahwa pada zaman keemasan, umat Islam hampir 7 abad menjadi superpower dala segala bidang termasuk dalam ilmu pengetahuan. Karena dalam Islam ketika mengamalkan dengan benar maka diperlukan pengetahuan, misalnya dalam menentukan waktu salat dan puasa kita dituntut mengetahui peredaran bulan.
Bagaimana pun dalam ibadah yang kita lakukan baik salat ataupun puasa ternyata kita harus mempelajari tanda-tanda alam. Oleh karena itu Islam menganjurkan kita untuk memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda alam seperti perputaran matahari, perputaran bulan, orbit matahari, orbit bulan, dan lain-lain. Menurut Prof. Agus Purwanto, penulis “Ayat-ayat Semesta” beliau mengatakan bahwa ada sekitar 800 ayat dalam Al Quran yang berkaitan dengan alam semester.
Ayat-ayat tentang alam semesta yaitu ayat-ayat yang menggambarkan bumi langit beserta isinya. Sedangkan ayat-ayat tentang salat dan puasa hanya beberapa. Alam semesta dalam hal ini kita belajar Sains secara luas, alam semesta dan isinya, termasuk juga manusia baik dari sisi penciptaannya maupun dari sisi sosiologinya. Salah satu mengapa Islam mewajibkan belajar alam semesta karena dalam penciptaannya meliputi penciptaan langit dan bumi, silih bergantian malam dan siang, bahkan penciptaan manusia itu sendiri merupakan tanda-tanda bagi orang yang berfikir. Orang orang yang berpikir, berarti dia harus menggunakan akalnya.
Ada 5 aspek dari manusia yaitu: akal, ruh (QS 17:85), qolbu, nafsu, jasad (QS 38:71, 25:54). Jasad ini terkait dengan penciptaan manusia yang berasal dari tanah atau air mani. Dalam Islam kita harus memenuhi atau memberikan makanan kelima unsur tersebut. Nafsu ada nafsu yang baik (mutmainnah) atau nafsu yang tidak baik (madzmumah). Akal harus kita penuhi dengan ilmu, ruh harus diisi dengan mempelajari ayat-ayat Al Quran yang berkenaan dengan ketenangan jiwa. Jasad seperti kita ketahui harus dipenuhi kebutuhan nutrisi dengan makanan yang sehat dan halal. Ruh juga berkaitan dengan aspek sosial di mana manusia tidak bisa hidup sendiri tetapi membutuhkan kehadiran orang lain baik dalam keluarga (suami-istri) maupun dalam masyarakat.
Shubungan dengan pemenuhan akal dengan ilmu, Allah Swt berfirman dalam QS Ali Imran: 190-191.“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulil albab),
[yaitu] orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi [seraya berkata]: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke
dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi
orang-orang yang zalim seorang penolongpun.”
Dalam ayat 190 yang dimaksud ulil albab tidak sekedar orang yang
berakal tetapi adalah orang-orang yang mempunyai daya analisis yang
tajam. Agar supaya kita mempunyai hasil analisis yang tajam maka
sebagaimana dijelaskan dalam ayat 191 kita dituntut untuk mengingat
Allah baik sambil berdiri, duduk atau dalam berbaring. Berdiri, duduk
dan berbaring merefleksikan seluruh kegiatan kita sehari-hari. Kegiatan
berdiri dapat berupa berdiri sambil berjalan atau berdiri diam. Duduk
misalnya ketika kita sedang belajar dengan serius.
Bagi pembicara yang bergulat dalam fisika teori (fisika matematika), duduk yang dilakukan adalah duduk untuk menghitung. Bagi yang bergulat dalam ekperimen aktifitasnya bisa meliputi berdiri atau duduk. Duduk juga berarti pada saat kita sedang makan. Berbaring ketika kita sedang tidur, meskipun pada umumnya tidur tidak untuk berpikir namun bagi para peneliti (mahasiswa PhD) yang sedang menyelesaikan problem-problem dalam penelitiannya (lab), terkadang masalah tesebut terbawa dalam mimpi. Di semua kegiatan dalam hidup kita itu, kita memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, atau apa yang terjadi di alam. Dan hal itu diperintahkan oleh Allah Swt.
Menurut pembicara, umat Islam itu wajib mempelajari mekanika kuantum, teori relativitas baik umum maupun khusus, dan ilmu yang berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi. Sehingga segala aspek hidup kita baik berdiri, duduk dan berbaring benar2 akan seperti ini.
Jika kita cukup sampai di sini yaitu dalam kegiatan kita, kita dedikasikan untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi dan menganalisis alam semesta, maka akan sama juga dengan yang dilakukan oleh para ilmuwan barat (Eropa, USA) dan jepang pada umumnya yang juga melakukan hal yang sama. Tetapi rata-rata dari mereka adalah atheis atau religionless, karena mungkin traumatis dengan ketuhanan pada gereja. Kita sebagai orang yang beriman tidak cukup sampai di sini, tetapi ketika kita mengingat penciptaan Allah kita akan kembali kepada Allah Swt dan mengingat-Nya. Jangan sampai kita disesatkan dengan apa yang kita pelajari. Dalam ayat 191 yang menjadi ciri keimanan seorang ilmuwan adalah ketika dia berdoa
“Rabbana maa kholaqta hadza baatila”
Bagi pembicara yang bergulat dalam fisika teori (fisika matematika), duduk yang dilakukan adalah duduk untuk menghitung. Bagi yang bergulat dalam ekperimen aktifitasnya bisa meliputi berdiri atau duduk. Duduk juga berarti pada saat kita sedang makan. Berbaring ketika kita sedang tidur, meskipun pada umumnya tidur tidak untuk berpikir namun bagi para peneliti (mahasiswa PhD) yang sedang menyelesaikan problem-problem dalam penelitiannya (lab), terkadang masalah tesebut terbawa dalam mimpi. Di semua kegiatan dalam hidup kita itu, kita memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, atau apa yang terjadi di alam. Dan hal itu diperintahkan oleh Allah Swt.
Menurut pembicara, umat Islam itu wajib mempelajari mekanika kuantum, teori relativitas baik umum maupun khusus, dan ilmu yang berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi. Sehingga segala aspek hidup kita baik berdiri, duduk dan berbaring benar2 akan seperti ini.
Jika kita cukup sampai di sini yaitu dalam kegiatan kita, kita dedikasikan untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi dan menganalisis alam semesta, maka akan sama juga dengan yang dilakukan oleh para ilmuwan barat (Eropa, USA) dan jepang pada umumnya yang juga melakukan hal yang sama. Tetapi rata-rata dari mereka adalah atheis atau religionless, karena mungkin traumatis dengan ketuhanan pada gereja. Kita sebagai orang yang beriman tidak cukup sampai di sini, tetapi ketika kita mengingat penciptaan Allah kita akan kembali kepada Allah Swt dan mengingat-Nya. Jangan sampai kita disesatkan dengan apa yang kita pelajari. Dalam ayat 191 yang menjadi ciri keimanan seorang ilmuwan adalah ketika dia berdoa
“Rabbana maa kholaqta hadza baatila”
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia”
Hal ini menggambarkan perkawinan atau titik
temu antara ilmu dan iman pada puncak, dan merupakan kesimpulan atas
perenungan terhadap penciptaan alam semestayang Allah Swt ciptakan tidak
dengan sia-sia. Ilmuwan yang atheis pada pandangan Allah Swt, segala
apa yang dia lakukan baik dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring akan
sia-sia, tidak ada nilainya di hadapan Allah Swt.Dari
sini kita melihat bahwa keimanan adalah hak prerogatif Allah semata,
dia tidak memandang seseorang itu pinter atau bodoh. Belajar sains
hendaknya akan menambah keimanan kita kepada Allah Swt. Tidak ada
penciptaan oleh Allah Swt yang sia-sia, yang ada adalah karena
keterbatasan kita dalam memahaminya. Contohnya, dulu orang tidak terlalu
care masalah kegunaan galaksi. Tata surya kita terletak di pinggiran
galaksi bima sakti (milky way). Mengapa Allah Swt tidak meletakkan tata
surya kita sedikit ke tengah agar lebih terang. Pusat galaksi bima sakti
lebih terang tetapi di pusat itu diduga ada lubang hitam yang bersifat
menyerap materi. Jika misalnya tata surya terletak di tengah galaksi,
bisa jadi tata surya itu menjadi tidak akan ada karena terserap lubang
hitam. Di tengah galaksi, suhunya juga lebih tinggi sehingga bisa jadi
tidak cocok untuk manusia hidup. Oleh karena Allah Swt menempatkan tata
surya di pinggir galaksi bima sakti.
Lebih jauh lagi mungkin kita bertanya apa sih kegunaan dari galaksi?
Kan tata surya sudah cukup. Hal ini tentu saja Allah Swt yang tahu dan
hal itu memerlukan penelitian. Secara teoritis (dugaan) bisa jadi
hal-hal yang terjadi di pusat galaksi memiliki pengaruh terhadap
kehidupan kita. Ilmuwan telah mengembangkan teori yang disebut teori
nolocal di mana peristiwa di sana berpengaruh pada kehidupan kita di
sini. Hanya saja kita masih punya keterbatasan sabagai manusia baik dari
sisi peralatan maupun pengetahuan. Apalagi kalau kita perhatikan
luasnya langit, bisa jadi luasnya langit itu keberadaaanya untuk
menopang kehidupan di bumi, hanya saja kita tidak mengetahu efeknya.
Betapa luasnya ilmu Allah Swt, kita manusia memiliki keterbatasan.
Bahkan mengenai ilmu tentang diri kita sendiri, misalnya dokter
spesialis jantung atau superspesialis bahkan sub spesialist bisa jadi
tidak mengetahui bagaimana kinerja jantung, bagaimana jantung terbentuk.
Kita masih belum tahu mengenai diri kita apalagi mengenai sesuatu di
luar sana.
Kita harus terus belajar, jangan sampai ilmu yang tidak disertai dengan mengingat Allah Swt menjadikan manusia sombong. Kesombongan ibarat dalam grafis matematika sebagai maksimum global yang tidak ada lagi maksimum selain titik itu, sehingga setelah itu yang ada adalah jatuh karena labil.
Bagaimana Islam menghargai kita untuk belajar. Dalam Al Quran 2:23-24. Allah Swt berfirman:
“Dan jika kamu [tetap] dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami [Muhammad], buatlah [6] satu surat [saja] yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (23) Maka jika kamu tidak dapat membuat [nya] dan pasti kamu tidak akan dapat membuat [nya], peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (24)”.
Di ayat tersebut Allah Swt yang menciptakan Al Quran dan Allah Swt mengajak kita untuk menguji untuk membuat satu surat saja yang semisal dengan Al Quran dengan mengikut sertakan para pakar. Dalam ayat 24 adalah closingnya di mana, kita tidak mungkin membuat satu surat dan itu terbukti sampai sekarang yang merupakan tanda kemukjizatan Al Quran. Al Quran mengajak kita untuk menguji jika kita tidak ragu terhadap Al Quran dan itu tidak ditemui di kitab yang lain, hanya ditemui kata-kata tersebut di Al Quran.
*)penulis adalah anggota PPI Italia, koordinator Keluarga dan Komunitas Islam Indonesia (KeKita), dan mahasiswa S3 bidang Teknologi Informasi, University of Parma, Italia.
Kita harus terus belajar, jangan sampai ilmu yang tidak disertai dengan mengingat Allah Swt menjadikan manusia sombong. Kesombongan ibarat dalam grafis matematika sebagai maksimum global yang tidak ada lagi maksimum selain titik itu, sehingga setelah itu yang ada adalah jatuh karena labil.
Bagaimana Islam menghargai kita untuk belajar. Dalam Al Quran 2:23-24. Allah Swt berfirman:
“Dan jika kamu [tetap] dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami [Muhammad], buatlah [6] satu surat [saja] yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (23) Maka jika kamu tidak dapat membuat [nya] dan pasti kamu tidak akan dapat membuat [nya], peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (24)”.
Di ayat tersebut Allah Swt yang menciptakan Al Quran dan Allah Swt mengajak kita untuk menguji untuk membuat satu surat saja yang semisal dengan Al Quran dengan mengikut sertakan para pakar. Dalam ayat 24 adalah closingnya di mana, kita tidak mungkin membuat satu surat dan itu terbukti sampai sekarang yang merupakan tanda kemukjizatan Al Quran. Al Quran mengajak kita untuk menguji jika kita tidak ragu terhadap Al Quran dan itu tidak ditemui di kitab yang lain, hanya ditemui kata-kata tersebut di Al Quran.
*)penulis adalah anggota PPI Italia, koordinator Keluarga dan Komunitas Islam Indonesia (KeKita), dan mahasiswa S3 bidang Teknologi Informasi, University of Parma, Italia.
Sumber : http://ramadan.detik.com/read/2014/07/02/141928/2625651/626/3/islam-wajibkan-umatnya-belajar-sains
Tidak ada komentar:
Posting Komentar