BIOGRAFI SYEKH ABDUL WAHAB ROKAN
Riwayat Hidup dan Pendidikan Syekh Abdul Wahab Rokan
Nama lengkap Syekh Abdul Wahab Rokan adalah Syekh Abdul Wahab Rokan
al-Khalidi an-Naqsyabandi, terkenal dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam
(Besilam)”, Faqih Muhammad gelarnya, dan Abu Qosim demikian nama
kecilnya. Beliau dilahirkan pada tanggal 19 Rabi’ul Akhir 1230 H.
bertepatan dengan 28 September 1811
M. di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Sumatera Timur,
(Sekarang Propinsi Riau). Dan wafat pada tanggal 21 Jumadil awal 1345 H.
bertepatan dengan 27 desember 1926 M. di Babussalam, Tanjungpura,
Sumatera Timur (Sekarang Sumatera Utara) .
Ayahnya bernama Abdul Manaf bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai, keturunan dari raja-raja Siak. Sedangkan ibunya bernama Arba’iah binti Datuk Dagi binti Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim mempunyai pertalian darah dengan Sultan Langkat.
Ketika wafatnya, Haji Abdullah Tembusai meninggalkan 670 anak dan cucu. Salah seorang putra beliau bernama M. Yasin menikah dengan seorang wanita dari suku Batu Hampar, dari hasil pernikahan ini kedua sepasang suami istri ini melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Abdul Manaf, yaitu ayah kandung Syekh Abdul Wahab Rokan.
Dengan adanya gambaran tersebut di atas akan jelaslah bagi kita, bahwa Syekh Abdul Wahab Rokan ini adalah keturunan dari bangsawan, dan kebangsawannya itu akan nampak terlihat dengan jelas di dalam kiprah beliau sebagai pemimpin dan sekaligus seorang ulama
Pendidikan Syekh Abdul Wahab Rokan
Basis atau dasar pendidikan bagi seorang tokoh yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan dakwah tentu sangat penting, hal itu dikarenakan akan berkaitan dengan kebijakan yang akan menjadi landasan berfikir dan bertindak. Sosok tokoh yang mempunyai latar belakang pendidikan dan pengalaman yang tinggi dan luas tentunya akan mampu melahirkan kader-kader yang tangguh.
Permulaan berguru Syekh Abdul Wahab Rokan adalah pada Tuan Baqi di tempat kelahirannya, kemudian belajar al-Qurân kepada H.M. Sholeh, seorang alim besar asal Minangkabau sampai tamat. Kemudian Syekh Abdul Wahab Rokan melanjutkan studinya ke Tembusai dan berguru dengan Maulana Syekh Abdullah Halim dan Syekh Muhammad Shaleh Tembusai. Dari keduanya dipelajarinya berbagai ilmu dalam bahasa arab, antara lain kitab-kitab Fathul Qorîb, Minhâju al-Thâlibîn, Iqna’ (Fiqih), Tafsîr Jamâl, Nahwu, Sharaf, Balâghah, Manthiq, tauhîd, Arûdh dan lain-lain. Karena kepintarannya dalam menyerap ilmu-ilmu dari gurunya dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu tersebut, digelarlah ia dengan “Faqih Muhammad”, artinya: orang yang ahli dalam ilmu Fiqih.
Setelah menamatkan studinya dengan dua ulama terkemuka tersebut, pada tahun (1846 M). Abu Qosim (nama kecil Syekh Abdul Wahab Rokan) berangkat ke Semenanjung Melayu untuk menambah ilmu pengetahuan dan tinggal di Sungai Ujung (Simunjung), Negeri Sembilan. Di tempat ini ia belajar kepada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau, seorang ulama terkemuka yang berasal dari minangkabau. Syekh H. Muhammad Yusuf kemudian diangkat sebagai mufti di Kerajaan Langkat dan digelari “Tuk Ongku”. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Faqih Muhammad berdagang di kota Malaka.
Setelah dua tahun di Malaka ia meneruskan pelajaran ke Mekkah. (1848 M). Selama enam tahun di Mekkah ia belajar kepada ulama-ulama terkenal seperti Saidi Syarif Zaini Dahlan (mufti mazhab Syafi’i), seorang ulama terkenal berasal dari Turki. Kemudian ia juga berguru dengan Syekh Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dan ulama bangsa Arab lainnya. Kepada ulama-ulama Jawi Atau Asia ia belajar kepada Syekh Muhammad Yunus bin Abdurrahman Batubara Asahan, Syekh H. Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, Syekh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani, Syekh Abdul Qodir bin Abdurrahman Kutan al-Kalantani, Syekh Wan Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain. Khusus tentang tarekat Naqsyabandiyah ia belajar kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Ia mendapat surat ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-khalidi an-Naqsyabandi. Kemudian, Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Haji Abdul Wahab Rokan kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah.
Di namakan Syekh Abdul Wahab dengan “Rokan”, karena ia berasal dari daerah Rokan, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Di namakan dengan “al-Khalidi”, karena ia menganut tarekat periode Syekh Khalid sampai pada masanya. Dan dinamakan ia dengan “an-Naqsyabandi”, karena ia menganut tarekat yang ajaran dasarnya berasal dari Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Menurut silsilah urutan pengambilan tarikat naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan adalah keturunan ke-32 dari Rasulullah Saw. Adapun silsilah tarekat yang dianut oleh Syekh Abdul Wahab Rokan ini, dapat dilihat pada bait-bait sya’ir beliau.
Ayahnya bernama Abdul Manaf bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai, keturunan dari raja-raja Siak. Sedangkan ibunya bernama Arba’iah binti Datuk Dagi binti Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim mempunyai pertalian darah dengan Sultan Langkat.
Ketika wafatnya, Haji Abdullah Tembusai meninggalkan 670 anak dan cucu. Salah seorang putra beliau bernama M. Yasin menikah dengan seorang wanita dari suku Batu Hampar, dari hasil pernikahan ini kedua sepasang suami istri ini melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Abdul Manaf, yaitu ayah kandung Syekh Abdul Wahab Rokan.
Dengan adanya gambaran tersebut di atas akan jelaslah bagi kita, bahwa Syekh Abdul Wahab Rokan ini adalah keturunan dari bangsawan, dan kebangsawannya itu akan nampak terlihat dengan jelas di dalam kiprah beliau sebagai pemimpin dan sekaligus seorang ulama
Pendidikan Syekh Abdul Wahab Rokan
Basis atau dasar pendidikan bagi seorang tokoh yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan dakwah tentu sangat penting, hal itu dikarenakan akan berkaitan dengan kebijakan yang akan menjadi landasan berfikir dan bertindak. Sosok tokoh yang mempunyai latar belakang pendidikan dan pengalaman yang tinggi dan luas tentunya akan mampu melahirkan kader-kader yang tangguh.
Permulaan berguru Syekh Abdul Wahab Rokan adalah pada Tuan Baqi di tempat kelahirannya, kemudian belajar al-Qurân kepada H.M. Sholeh, seorang alim besar asal Minangkabau sampai tamat. Kemudian Syekh Abdul Wahab Rokan melanjutkan studinya ke Tembusai dan berguru dengan Maulana Syekh Abdullah Halim dan Syekh Muhammad Shaleh Tembusai. Dari keduanya dipelajarinya berbagai ilmu dalam bahasa arab, antara lain kitab-kitab Fathul Qorîb, Minhâju al-Thâlibîn, Iqna’ (Fiqih), Tafsîr Jamâl, Nahwu, Sharaf, Balâghah, Manthiq, tauhîd, Arûdh dan lain-lain. Karena kepintarannya dalam menyerap ilmu-ilmu dari gurunya dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu tersebut, digelarlah ia dengan “Faqih Muhammad”, artinya: orang yang ahli dalam ilmu Fiqih.
Setelah menamatkan studinya dengan dua ulama terkemuka tersebut, pada tahun (1846 M). Abu Qosim (nama kecil Syekh Abdul Wahab Rokan) berangkat ke Semenanjung Melayu untuk menambah ilmu pengetahuan dan tinggal di Sungai Ujung (Simunjung), Negeri Sembilan. Di tempat ini ia belajar kepada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau, seorang ulama terkemuka yang berasal dari minangkabau. Syekh H. Muhammad Yusuf kemudian diangkat sebagai mufti di Kerajaan Langkat dan digelari “Tuk Ongku”. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Faqih Muhammad berdagang di kota Malaka.
Setelah dua tahun di Malaka ia meneruskan pelajaran ke Mekkah. (1848 M). Selama enam tahun di Mekkah ia belajar kepada ulama-ulama terkenal seperti Saidi Syarif Zaini Dahlan (mufti mazhab Syafi’i), seorang ulama terkenal berasal dari Turki. Kemudian ia juga berguru dengan Syekh Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dan ulama bangsa Arab lainnya. Kepada ulama-ulama Jawi Atau Asia ia belajar kepada Syekh Muhammad Yunus bin Abdurrahman Batubara Asahan, Syekh H. Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, Syekh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani, Syekh Abdul Qodir bin Abdurrahman Kutan al-Kalantani, Syekh Wan Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain. Khusus tentang tarekat Naqsyabandiyah ia belajar kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Ia mendapat surat ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-khalidi an-Naqsyabandi. Kemudian, Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Haji Abdul Wahab Rokan kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah.
Di namakan Syekh Abdul Wahab dengan “Rokan”, karena ia berasal dari daerah Rokan, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Di namakan dengan “al-Khalidi”, karena ia menganut tarekat periode Syekh Khalid sampai pada masanya. Dan dinamakan ia dengan “an-Naqsyabandi”, karena ia menganut tarekat yang ajaran dasarnya berasal dari Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Menurut silsilah urutan pengambilan tarikat naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan adalah keturunan ke-32 dari Rasulullah Saw. Adapun silsilah tarekat yang dianut oleh Syekh Abdul Wahab Rokan ini, dapat dilihat pada bait-bait sya’ir beliau.
Silsilah Keturunan Syekh Abdul Wahab Rokan
Syekh Abdul Wahab Rokan mempunyai istri dua puluh tujuh orang. Mereka itu adalah:
(1) Mariah binti Datuk Jaya Perkasa Abdul Jalil, asal Kubu. Mendapat satu orang anak bernama Abdullah. (2) Khadijah binti Abdullah, asal Kualuh. Anaknya: Ahmad, H. Yahya Afandi, dan H. bakri. (3) Halimah binti Datuk Jaya Perkasa Muhammad Dali, asal Kubu. (4) Sa’diyah binti H.A. Manan. Anaknya: Hj. Roqoyyah, H. Abdul Jabbar, Nafisah, dan Ibrohim. (5) Zubaidah binti Nusul, asal Kubu. Anaknya: Musa, Harun, Hamzah, M. Yunus, dan Matin. (6) Zahrah (anak seorang juru tulis dari Negeri Tembusai). (7) Siti Zainab binti Sultan Abdul Hamid, asal Tembusai. Anaknya: Abdul Khaliq dan Abdul Qohar. (8) Maryam binti Syekh Zainuddin, asal Tanah Putih. Anaknya: Suhil, cantik, Zamrud, Faqih Tambah, Faqih Na’im, dan Sufinah. (9) Badariyah, asal Kubu. Anaknya: FaqihTuah. (10) Rukiah binti Abdullah, asal Kubu. Anaknya: Hj. Lathifah, Atikah, Sidiq, H. Ahmad Mujur. (11) Hj. Khadijah Rawa. Anaknya H. Zakaria (12) Namin, Asal Panai. Anaknya: Habibah. (13) Jami’ah, asal Labuhan Tangga. (14) Hawa, asal Deli. (15) Fatimah, asal Tembusai. (16) Aisyah binti H. Ismail, asal Tembusai. Anaknya 7 Orang akan tetapi meninggal waktu kecil. (17) Radhiyah binti khalifah Abu Bakar, asal Tembusai. (18) Siti Indah Rupa, asal Tembusai. (19) Kino, asal Tanah Putih. (20) Hasnah, asal Habsyi. (21) Sa’adah, asal Habsyi. (22) Peti, asal Tembusai. Anaknya: Ismail, M. Daud, Aisyah, Usamah, dan H. Madyan. (23) Padi, asal Langkat. Anaknya: Siti Hawa, Faqih Mahadi, Mansur, dan Abdul Jalil. (24) Asiah, Asal Batu Pahat malaysia. Anaknya: Suhil, Syukur, dan Cahaya. (25) Maryam, asal Tanah Putih. Anaknya: H. Mu’im al-Wahhab, Maimun. (26) Khuzaimah (Taemah) binti H. Abdur Rahman, asal Kubu. (27) Siti, Asal Batu Pahat Malaysia. Anaknya: Hj. Jami’ah (Kembang), dan Hj. Rahimi
Pada tahun 1345 H. jumlah anak-anak Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan tercatat 26 orang, terdiri dari 14 laki-laki dan 12 perempuan.
Laki-laki: (1) Syekh Haji Yahya, (2) Syekh Haji Bakri, (3) Syekh Haji Harun, (4) Syekh Haji Abdul Jabbar, (5) Syekh Faqih Tuah, (6) Syekh Haji Nashruddin, (7) Syekh Faqih Yazid, (Faqih Tambah), (8) Syekh Faqih Mahadi, (9) Syekh Faqih Na’im, (10) Syekh Haji Mu’im al-Wahhab, (11) Syekh Mansur, (12) Syekh Haji Ahmad Mujur, (13) Syekh Muhammad Daud, (14) Syekh Haji Madyan al-Wahhab.
Perempuan: (1) Hajjah Roqoyyah, (2) Habibah, (3) Cantik, (4) Zamrud, (5) Asmah, (6) Hajjah Latifah, (7) Atikah, (8) Nafisah, (9) Hawa, (10) Aisyah, (11) Hajjah Kembang, (12) Hajjah Rahimi.
Syekh Abdul Wahab Rokan mempunyai istri dua puluh tujuh orang. Mereka itu adalah:
(1) Mariah binti Datuk Jaya Perkasa Abdul Jalil, asal Kubu. Mendapat satu orang anak bernama Abdullah. (2) Khadijah binti Abdullah, asal Kualuh. Anaknya: Ahmad, H. Yahya Afandi, dan H. bakri. (3) Halimah binti Datuk Jaya Perkasa Muhammad Dali, asal Kubu. (4) Sa’diyah binti H.A. Manan. Anaknya: Hj. Roqoyyah, H. Abdul Jabbar, Nafisah, dan Ibrohim. (5) Zubaidah binti Nusul, asal Kubu. Anaknya: Musa, Harun, Hamzah, M. Yunus, dan Matin. (6) Zahrah (anak seorang juru tulis dari Negeri Tembusai). (7) Siti Zainab binti Sultan Abdul Hamid, asal Tembusai. Anaknya: Abdul Khaliq dan Abdul Qohar. (8) Maryam binti Syekh Zainuddin, asal Tanah Putih. Anaknya: Suhil, cantik, Zamrud, Faqih Tambah, Faqih Na’im, dan Sufinah. (9) Badariyah, asal Kubu. Anaknya: FaqihTuah. (10) Rukiah binti Abdullah, asal Kubu. Anaknya: Hj. Lathifah, Atikah, Sidiq, H. Ahmad Mujur. (11) Hj. Khadijah Rawa. Anaknya H. Zakaria (12) Namin, Asal Panai. Anaknya: Habibah. (13) Jami’ah, asal Labuhan Tangga. (14) Hawa, asal Deli. (15) Fatimah, asal Tembusai. (16) Aisyah binti H. Ismail, asal Tembusai. Anaknya 7 Orang akan tetapi meninggal waktu kecil. (17) Radhiyah binti khalifah Abu Bakar, asal Tembusai. (18) Siti Indah Rupa, asal Tembusai. (19) Kino, asal Tanah Putih. (20) Hasnah, asal Habsyi. (21) Sa’adah, asal Habsyi. (22) Peti, asal Tembusai. Anaknya: Ismail, M. Daud, Aisyah, Usamah, dan H. Madyan. (23) Padi, asal Langkat. Anaknya: Siti Hawa, Faqih Mahadi, Mansur, dan Abdul Jalil. (24) Asiah, Asal Batu Pahat malaysia. Anaknya: Suhil, Syukur, dan Cahaya. (25) Maryam, asal Tanah Putih. Anaknya: H. Mu’im al-Wahhab, Maimun. (26) Khuzaimah (Taemah) binti H. Abdur Rahman, asal Kubu. (27) Siti, Asal Batu Pahat Malaysia. Anaknya: Hj. Jami’ah (Kembang), dan Hj. Rahimi
Pada tahun 1345 H. jumlah anak-anak Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan tercatat 26 orang, terdiri dari 14 laki-laki dan 12 perempuan.
Laki-laki: (1) Syekh Haji Yahya, (2) Syekh Haji Bakri, (3) Syekh Haji Harun, (4) Syekh Haji Abdul Jabbar, (5) Syekh Faqih Tuah, (6) Syekh Haji Nashruddin, (7) Syekh Faqih Yazid, (Faqih Tambah), (8) Syekh Faqih Mahadi, (9) Syekh Faqih Na’im, (10) Syekh Haji Mu’im al-Wahhab, (11) Syekh Mansur, (12) Syekh Haji Ahmad Mujur, (13) Syekh Muhammad Daud, (14) Syekh Haji Madyan al-Wahhab.
Perempuan: (1) Hajjah Roqoyyah, (2) Habibah, (3) Cantik, (4) Zamrud, (5) Asmah, (6) Hajjah Latifah, (7) Atikah, (8) Nafisah, (9) Hawa, (10) Aisyah, (11) Hajjah Kembang, (12) Hajjah Rahimi.
Adapun
murid-murid Syekh Abdul Wahab Rokan yang diangkat menjadi khalifah dan
turut andil meneruskan cita-cita beliau dalam penyebaran dakwah Islam
dan ajaran tarekat adalah sebagai berikut:
Langkat: Khalifah Sultan Musa al-Muazzamsyah penguasa tertinggi Kerajaan Langkat, Khalifah H. Muhammad Arsyad.
Deli Serdang: Khalifah Abdul Majid, Khalifah Kasim, Khalifah H.M. Daim, Khalifah H. Abbas.
Tebing Tinggi: Khalifah Tuanku Haji
Asahan: Khalifah H. Muhammad Nur, Khalifah Ramadhan, Khalifah Abdur Rahman, Khalifah H. M Nur bin H. M. Tahir.
Labuhan Batu, (Bilah): Khalifah H. Abdul Muthalib, Khalifah H. Abdur Rauf, Khalifah Abbas Khalifah H. Sulaiman, Khalifah Ahmad, Khalifah Ja’far, Khalifah H. M. Nur, Khalifah M. Yusuf, Khalifah Junid. (Kota Pinang) Khalifah Tuanku Haji, Khalifah H. M. Thaib, Khalifah Maarif, Khalifah M. Arif, Khalifah Daim, Khalifah Aman, Khalifah Ibrahim.
Tapanuli Selatan: Khalifah H. Abdul Manan, Khalifah H. M. Arsyad, Khalifah M. Nur, Khalifah Kasim, Khalifah Abdul Kadir, Khalifah Mukmin, Khalifah H. Sulaiman Khalifah Malim Itam, Khalifah M. Rasyid, Khalifah M. Salih, Khalifah Ahmad, Khalifah Yakin, Khalifah Sulaiman, Khalifah Ramadhan.
Aceh, (Alas): Khalifah Panjang.
Riau, (Kubu): Khalifah H. M. Saleh, Khalifah H.M. Arsyad, Khalifah H. Abdur Razak, Khalifah H. Umar, Khalifah H. Abdul Ghani, Khalifah H.M. Tahir, Khalifah H. Abdul Jabbar, Khalifah Maksum, Khalifah Kamaluddin, Khalifah Fakih Panjang, Khalifah Yatim, Khalifah Sajak, Khalifah Muhammadiyah, Khalifah Rasul, H. M. Said, Khalifah H. Abdul Fattah. (Tembusai): Khalifah Daud, Khalifah H. Usman, Khalifah H. Abdul Wahab, Khalifah Muhammad, Khalifah Abu Bakar, Khalifah Ibrahim, Khalifah H. M Saleh, Khalifah Raja Daud, Khalifah H. Mustafa, Khalifah H. M. Zainuddin, Khalifah H. Abdul Majid, Khalifah Abdul Syukur, Khalifah Tahid, Khalifah H. Mahmud, Khalifah Fakih Kamaluddin, Khalifah Maaruf. (Tanah Putih): Khalifah Abdul Hakim, Khalifah Ali, Khalifah M. Nur, Khalifah Usman, Khalifah M. Zein, Khalifah Ibrahim, Khalifah Junid. (Rambah): Khalifah H. M. Arsyad, Khalifah Itam, Khalifah Hasan, KhalifahYusuf. (Kota Intan): Khalifah Imam Besar, Khalifah Jaah. (Inderagiri): Khalifah Muda, Khalifah Mukmin. (Rawa): Khalifah H. Sulaiman, Khalifah H. Ismail, Khalifah H. Abdur Rahman. (Kampar): Khalifah Thaifuri. (Siak): Khalifah Abd. Ghani
Bangka: Khalifah Toha, Khalifah Sya’ban, Khalifah Abdul Manan, Khalifah Ramadhan, Khalifah H. Abdul Ghani Sulaiman.
Sumatera Barat: Khalifah H. M. Yunus, Khalifah Rajab, Khalifah H. Abdullah, Khalifah Ramadhan.
Jawa Barat: Khalifah H. Usman, Khalifah H. M. Zein.
Malaysia, (Batu Pahat): Khalifah H. Umar, Khalifah H. Zakaria, Khalifah Muhammad, Khalifah H. Muhammad, Khalifah Junid. (Kelantan): Khalifah M. Said. (Selangor): Khalifah H. M. Saleh (Perak): Khalifah M. Syarif.
Cina: Khalifah H. M. Saleh.
Putra Tuan Guru: Khalifah H. Yahya Afandi, khalifah H. Zakaria, Khalifah H. Abdul Jabbar, Khalifah H. Harun, Khalifah M. Daud.
Langkat: Khalifah Sultan Musa al-Muazzamsyah penguasa tertinggi Kerajaan Langkat, Khalifah H. Muhammad Arsyad.
Deli Serdang: Khalifah Abdul Majid, Khalifah Kasim, Khalifah H.M. Daim, Khalifah H. Abbas.
Tebing Tinggi: Khalifah Tuanku Haji
Asahan: Khalifah H. Muhammad Nur, Khalifah Ramadhan, Khalifah Abdur Rahman, Khalifah H. M Nur bin H. M. Tahir.
Labuhan Batu, (Bilah): Khalifah H. Abdul Muthalib, Khalifah H. Abdur Rauf, Khalifah Abbas Khalifah H. Sulaiman, Khalifah Ahmad, Khalifah Ja’far, Khalifah H. M. Nur, Khalifah M. Yusuf, Khalifah Junid. (Kota Pinang) Khalifah Tuanku Haji, Khalifah H. M. Thaib, Khalifah Maarif, Khalifah M. Arif, Khalifah Daim, Khalifah Aman, Khalifah Ibrahim.
Tapanuli Selatan: Khalifah H. Abdul Manan, Khalifah H. M. Arsyad, Khalifah M. Nur, Khalifah Kasim, Khalifah Abdul Kadir, Khalifah Mukmin, Khalifah H. Sulaiman Khalifah Malim Itam, Khalifah M. Rasyid, Khalifah M. Salih, Khalifah Ahmad, Khalifah Yakin, Khalifah Sulaiman, Khalifah Ramadhan.
Aceh, (Alas): Khalifah Panjang.
Riau, (Kubu): Khalifah H. M. Saleh, Khalifah H.M. Arsyad, Khalifah H. Abdur Razak, Khalifah H. Umar, Khalifah H. Abdul Ghani, Khalifah H.M. Tahir, Khalifah H. Abdul Jabbar, Khalifah Maksum, Khalifah Kamaluddin, Khalifah Fakih Panjang, Khalifah Yatim, Khalifah Sajak, Khalifah Muhammadiyah, Khalifah Rasul, H. M. Said, Khalifah H. Abdul Fattah. (Tembusai): Khalifah Daud, Khalifah H. Usman, Khalifah H. Abdul Wahab, Khalifah Muhammad, Khalifah Abu Bakar, Khalifah Ibrahim, Khalifah H. M Saleh, Khalifah Raja Daud, Khalifah H. Mustafa, Khalifah H. M. Zainuddin, Khalifah H. Abdul Majid, Khalifah Abdul Syukur, Khalifah Tahid, Khalifah H. Mahmud, Khalifah Fakih Kamaluddin, Khalifah Maaruf. (Tanah Putih): Khalifah Abdul Hakim, Khalifah Ali, Khalifah M. Nur, Khalifah Usman, Khalifah M. Zein, Khalifah Ibrahim, Khalifah Junid. (Rambah): Khalifah H. M. Arsyad, Khalifah Itam, Khalifah Hasan, KhalifahYusuf. (Kota Intan): Khalifah Imam Besar, Khalifah Jaah. (Inderagiri): Khalifah Muda, Khalifah Mukmin. (Rawa): Khalifah H. Sulaiman, Khalifah H. Ismail, Khalifah H. Abdur Rahman. (Kampar): Khalifah Thaifuri. (Siak): Khalifah Abd. Ghani
Bangka: Khalifah Toha, Khalifah Sya’ban, Khalifah Abdul Manan, Khalifah Ramadhan, Khalifah H. Abdul Ghani Sulaiman.
Sumatera Barat: Khalifah H. M. Yunus, Khalifah Rajab, Khalifah H. Abdullah, Khalifah Ramadhan.
Jawa Barat: Khalifah H. Usman, Khalifah H. M. Zein.
Malaysia, (Batu Pahat): Khalifah H. Umar, Khalifah H. Zakaria, Khalifah Muhammad, Khalifah H. Muhammad, Khalifah Junid. (Kelantan): Khalifah M. Said. (Selangor): Khalifah H. M. Saleh (Perak): Khalifah M. Syarif.
Cina: Khalifah H. M. Saleh.
Putra Tuan Guru: Khalifah H. Yahya Afandi, khalifah H. Zakaria, Khalifah H. Abdul Jabbar, Khalifah H. Harun, Khalifah M. Daud.
Haul Syekh Abdul Wahab Rokan
Tanggal 21 Jumadil Awal 1345 H. bertepatan dengan 27 Desember 1926 M. adalah tanggal menjadi kenangan bagi seluruh anak, cucu dan murid-murid beliau, itulah tanggal hari beliau menutup mata berpulang kerahmatullah di Babussalam Langkat Sumatera Utara.
Tangisan yang mencekam hati, menusuk dada yang dirasakan oleh anak cucu serta murid-muridnya semua. Akhirnya setiap tanggal 21 Jumadil Awal dijadikan hari pertemuan oleh seluruh murid-muridnya untuk mengenang mutiara-mutiara yang ditinggalkan oleh beliau, terutama ajaran tarekat Naqsyabandiyah yang menyampaikan beliau ke makam waliyullah, yang termasyhur dengan “Kekeramatan Tuan Guru Babussalam”. Hingga sampai saat ini dapat dilihat keramaian oleh para penziarah ke babussalam, terutama hari jumat dan minggu. Mereka datang dengan berbagai macam keperluan dan kepentingan serta bersilaturrahmi dengan penerus atau pengganti-pengganti beliau.
Pertemuan setiap tanggal 21 Jumadil Awal tersebut dikemas dalam satu hajatan besar yang disebut dengan “Haul Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi” , yang diadakan setiap tahunnya menurut tanggal dan bulan Hijriyah.
Pada setiap peringatan Haul ini, Babussalam melimpah ruah oleh arus manusia yang berdatangan dari segenap jurusan, bahkan dari malaysia, Singapura, Berunai, Filipina dan Thailand juga tak ketinggalan. Tamu-tamu ini adalah murid-murid dan jama’ah murid-murid beliau, bahkan banyak yang tidak diundang. Mereka datang karena cinta dan simpatik kepada beliau dan terhadap Babussalam. Begitulah kebesaran Syekh Abdul Wahab Rokan yang akhirnya meninggalkan nama baik Babussalam yang diwarisi oleh anak cucu dan jama’ah-jama’ah beliau.
Setelah Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan wafat, kedudukan mursyid dan nadzir Babussalam dipercayakan kepada putra-putra beliau. Mereka yang pernah memangku jabatan sebagai Tuan Guru Babussalam dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Syekh Abdul Wahab Rokan al-khalidi al-Naqsyabandi, (Tuan Guru I )
2. Syekh Haji Yahya Afandi (anak, Tuan Guru II)
3. Syekh Haji Abdul Manaf (cucu, Tuan Guru III )
4. Syekh Haji Abdul Jabbar (anak, Tuan Guru IV )
5. Syekh Haji Muhammad Daud (anak, Tuan Guru V )
6. Syekh Haji Faqih Yazid (Faqih Tambah) (anak, Tuan Guru VI )
7. Syekh Haji Muim al-Wahhab (anak, Tuan Guru VII )
8. Syekh Haji Madyan al-Wahhab (anak, Tuan Guru VIII )
9. Syekh Haji Anas Mudawwar (cucu, Tuan Guru IX )
10. Syekh Haji Hasyim al-Syarwani (cucu, Tuan Guru X ).
Pengganti Syekh Abdul Wahab Rokan yang pertama sebagai Tuan Guru Babussalam adalah putranya yang tertua, Syekh H. Yahya Afandi. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâzdir Babussalam berusia pendek, memangku jabatan ini selama 4 tahun (wafat 1929 M.) dalam usia 56 tahun. Kemudian ia digantikan oleh putranya sendiri, Abdul Manaf, yang juga masa kepemimpinannya relatif singkat. Pada gilirannya ia digantikan oleh seorang khalifah tertua yang bernama Muhammad sa’id, yang telah diangkatnya terlebih dahulu untuk menggantikannya bila ia telah tiada. Abdul manaf meninggal dunia di tanah suci Mekkah ketika melaksanakan ibadah haji dan dimakamkan di sana.
Syekh H. Abdul Jabbar merupakan penerus selanjutnya, ia dipilih menjadi mursyid oleh suatu pertemuan semua khalifah yang hadir di Babussalam. Ia wafat pada 19 Jumadil Akhir 1361 H. setelah memangku jabatan mursyid dan nâzdir selama 6 tahun. Inilah pergantian kepemimpinan yang terakhir yang tampaknya berjalan tanpa persaingan. Pergantian-pergantian kepemimpinan berikutnya diwarnai persaingan di dalam keluarga berjalan seiring dengan pertikaian politik, karena berbagai kelompok berusaha mengendalikan Babussalam dan menjadikan wibawa nama besarnya itu sebagai asset politik.
Ketika Syekh Abdul Jabbar wafat (1943 M.) wakilnya (yang juga saudaranya), Syekh Muhammad Daud, menggantikannya sebagai pemimpin Babussalam. Pada waktu terjadi aksi meliter Belanda yang pertama (1947 M.) setelah kekalahan Jepang, Syekh Muhammad Daud meninggalkan Babussalam dan kembali lagi pada tahun 1951 M. Sementara itu khalifah yang lain yang juga saudaranya, Syekh Faqih Tambah (Yazid), telah mengambil kedudukan tertinggi di Babussalam. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâdzir pada waktu itu dikukuhkan oleh sebagaian besar khalifah, dan ahli-ahli tarekat pada 1952 M.
Syekh Muhammad Daud, tetap mengangap dirinya sebagai pemimpin yang sah, sementara Faqih Tambah menyatakan dirinya juga sah dan tidak sudi melepaskan kedudukannya kepada Syekh Muhammad Daud ketika ia kembali lagi ke Babussalam. Sejak saat itu terjadilah konflik yang berkepanjangan yang belum ada penyelesaiannya sampai saat sekarang ini.
Konflik ini telah menjadikan Babussalam terpecah menjadi dua, pertama, kelompok yang menyatakan bahwa Syekh Muhammad Daud yang sah menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam, dan yang lain menyatakan bahwa Faqih Tambahlah yang sah memangku jabatan tersebut. Pada akhirnya Syekh Muahammad Daud mendirikan rumah suluk-nya sendiri, yang letaknya tidak beberapa jauh dari rumah suluk yang dipimpim oleh saudaranya Syekh Faqih Tambah.
Usaha untuk menengahi polemik yang terjadi di antara keduanya, baik dari kalangan keluarga, organisasi Islam maupun dari kalangan pejabat pemerintah tetap tidak membuahkan hasil. Hingga keduanya di panggil kehadhirat Allah Swt. masing-masing tahun 1971-1972 M. keduanya tetap bertindak sebagai mursyid dan nâzdir di Babussalam.
Sepeninggal keduanya, terpilihlah putra Syekh Abdul Wahab Rokan yang lain, Syekh Mu’im al-Wahhab. Pelantikan Syekh Mu’im sebagai mursyid dan nâzdir, pimpinan tertinggi (Tuan Guru Babussalam VII), di hadiri oleh ribuan umat Islam yang datang dari dalam maupun luar negeri. Ia memangku jabatan tersebut lebih kurang 9 tahun (1972-1981 M). Selanjutnya ia di gantikan oleh putra terakhir Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Madyan al-Wahhab. Walaupun demikian, Babussalam tetap terpecah dua. Rumah sulûk peninggalan Syekh Muahammad Daud, terus di kelola oleh putranya Syekh Haji Tajuddin.
Dua orang cucu terkemuka Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Faqih Shaufi bin Syekh Haji Bakri dan Syekh Anas Mudawwar bin Syekh Muhammad Daud, merupakan dua calon terkuat dan di pandang layak untuk memimpin Babussalam sepeninggal Syekh Madyan al-Wahhab. Pemilihan ini tidak hanya melibatkan kalangan keluarga dan khalifah, tetapi juga melibatkan pejabat pemerintah. Dukungan politik yang diberikan oleh pemerintah kepada Syekh Anas Mudawwar merupakan faktor terkuat terpilihnya ia sebagai pimpinan tertinggi di Babussalam.
Keluarga besar Babussalam kembali disibukkan dengan pemilihan calon pemimpin baru sepeninggal Syekh Anas Mudawwar (1997 M.). Masing-masing Bani mengirim utusannya (calon) yang di pandang layak dalam pemilihan tersebut. H. Ahmad Fuad Said bin Syekh Faqih Tuah dan H. Hasyim al-Syarwani bin Syekh Mu’im al-Wahhab merupakan dua calon terkuat yang di pandang memenuhi syarat menjadi pemimpin Babussalam pada saat itu. Pada akhirnya H. Hasyim al-Syarwani terpilih menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam menggantikan Syekh H. Anas Mudawwar setelah sebelumnya H. Ahmad Fuad Said mengundurkan diri dalam pencalonan tersebut.
Wassalam
Tanggal 21 Jumadil Awal 1345 H. bertepatan dengan 27 Desember 1926 M. adalah tanggal menjadi kenangan bagi seluruh anak, cucu dan murid-murid beliau, itulah tanggal hari beliau menutup mata berpulang kerahmatullah di Babussalam Langkat Sumatera Utara.
Tangisan yang mencekam hati, menusuk dada yang dirasakan oleh anak cucu serta murid-muridnya semua. Akhirnya setiap tanggal 21 Jumadil Awal dijadikan hari pertemuan oleh seluruh murid-muridnya untuk mengenang mutiara-mutiara yang ditinggalkan oleh beliau, terutama ajaran tarekat Naqsyabandiyah yang menyampaikan beliau ke makam waliyullah, yang termasyhur dengan “Kekeramatan Tuan Guru Babussalam”. Hingga sampai saat ini dapat dilihat keramaian oleh para penziarah ke babussalam, terutama hari jumat dan minggu. Mereka datang dengan berbagai macam keperluan dan kepentingan serta bersilaturrahmi dengan penerus atau pengganti-pengganti beliau.
Pertemuan setiap tanggal 21 Jumadil Awal tersebut dikemas dalam satu hajatan besar yang disebut dengan “Haul Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi” , yang diadakan setiap tahunnya menurut tanggal dan bulan Hijriyah.
Pada setiap peringatan Haul ini, Babussalam melimpah ruah oleh arus manusia yang berdatangan dari segenap jurusan, bahkan dari malaysia, Singapura, Berunai, Filipina dan Thailand juga tak ketinggalan. Tamu-tamu ini adalah murid-murid dan jama’ah murid-murid beliau, bahkan banyak yang tidak diundang. Mereka datang karena cinta dan simpatik kepada beliau dan terhadap Babussalam. Begitulah kebesaran Syekh Abdul Wahab Rokan yang akhirnya meninggalkan nama baik Babussalam yang diwarisi oleh anak cucu dan jama’ah-jama’ah beliau.
Setelah Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan wafat, kedudukan mursyid dan nadzir Babussalam dipercayakan kepada putra-putra beliau. Mereka yang pernah memangku jabatan sebagai Tuan Guru Babussalam dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Syekh Abdul Wahab Rokan al-khalidi al-Naqsyabandi, (Tuan Guru I )
2. Syekh Haji Yahya Afandi (anak, Tuan Guru II)
3. Syekh Haji Abdul Manaf (cucu, Tuan Guru III )
4. Syekh Haji Abdul Jabbar (anak, Tuan Guru IV )
5. Syekh Haji Muhammad Daud (anak, Tuan Guru V )
6. Syekh Haji Faqih Yazid (Faqih Tambah) (anak, Tuan Guru VI )
7. Syekh Haji Muim al-Wahhab (anak, Tuan Guru VII )
8. Syekh Haji Madyan al-Wahhab (anak, Tuan Guru VIII )
9. Syekh Haji Anas Mudawwar (cucu, Tuan Guru IX )
10. Syekh Haji Hasyim al-Syarwani (cucu, Tuan Guru X ).
Pengganti Syekh Abdul Wahab Rokan yang pertama sebagai Tuan Guru Babussalam adalah putranya yang tertua, Syekh H. Yahya Afandi. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâzdir Babussalam berusia pendek, memangku jabatan ini selama 4 tahun (wafat 1929 M.) dalam usia 56 tahun. Kemudian ia digantikan oleh putranya sendiri, Abdul Manaf, yang juga masa kepemimpinannya relatif singkat. Pada gilirannya ia digantikan oleh seorang khalifah tertua yang bernama Muhammad sa’id, yang telah diangkatnya terlebih dahulu untuk menggantikannya bila ia telah tiada. Abdul manaf meninggal dunia di tanah suci Mekkah ketika melaksanakan ibadah haji dan dimakamkan di sana.
Syekh H. Abdul Jabbar merupakan penerus selanjutnya, ia dipilih menjadi mursyid oleh suatu pertemuan semua khalifah yang hadir di Babussalam. Ia wafat pada 19 Jumadil Akhir 1361 H. setelah memangku jabatan mursyid dan nâzdir selama 6 tahun. Inilah pergantian kepemimpinan yang terakhir yang tampaknya berjalan tanpa persaingan. Pergantian-pergantian kepemimpinan berikutnya diwarnai persaingan di dalam keluarga berjalan seiring dengan pertikaian politik, karena berbagai kelompok berusaha mengendalikan Babussalam dan menjadikan wibawa nama besarnya itu sebagai asset politik.
Ketika Syekh Abdul Jabbar wafat (1943 M.) wakilnya (yang juga saudaranya), Syekh Muhammad Daud, menggantikannya sebagai pemimpin Babussalam. Pada waktu terjadi aksi meliter Belanda yang pertama (1947 M.) setelah kekalahan Jepang, Syekh Muhammad Daud meninggalkan Babussalam dan kembali lagi pada tahun 1951 M. Sementara itu khalifah yang lain yang juga saudaranya, Syekh Faqih Tambah (Yazid), telah mengambil kedudukan tertinggi di Babussalam. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâdzir pada waktu itu dikukuhkan oleh sebagaian besar khalifah, dan ahli-ahli tarekat pada 1952 M.
Syekh Muhammad Daud, tetap mengangap dirinya sebagai pemimpin yang sah, sementara Faqih Tambah menyatakan dirinya juga sah dan tidak sudi melepaskan kedudukannya kepada Syekh Muhammad Daud ketika ia kembali lagi ke Babussalam. Sejak saat itu terjadilah konflik yang berkepanjangan yang belum ada penyelesaiannya sampai saat sekarang ini.
Konflik ini telah menjadikan Babussalam terpecah menjadi dua, pertama, kelompok yang menyatakan bahwa Syekh Muhammad Daud yang sah menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam, dan yang lain menyatakan bahwa Faqih Tambahlah yang sah memangku jabatan tersebut. Pada akhirnya Syekh Muahammad Daud mendirikan rumah suluk-nya sendiri, yang letaknya tidak beberapa jauh dari rumah suluk yang dipimpim oleh saudaranya Syekh Faqih Tambah.
Usaha untuk menengahi polemik yang terjadi di antara keduanya, baik dari kalangan keluarga, organisasi Islam maupun dari kalangan pejabat pemerintah tetap tidak membuahkan hasil. Hingga keduanya di panggil kehadhirat Allah Swt. masing-masing tahun 1971-1972 M. keduanya tetap bertindak sebagai mursyid dan nâzdir di Babussalam.
Sepeninggal keduanya, terpilihlah putra Syekh Abdul Wahab Rokan yang lain, Syekh Mu’im al-Wahhab. Pelantikan Syekh Mu’im sebagai mursyid dan nâzdir, pimpinan tertinggi (Tuan Guru Babussalam VII), di hadiri oleh ribuan umat Islam yang datang dari dalam maupun luar negeri. Ia memangku jabatan tersebut lebih kurang 9 tahun (1972-1981 M). Selanjutnya ia di gantikan oleh putra terakhir Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Madyan al-Wahhab. Walaupun demikian, Babussalam tetap terpecah dua. Rumah sulûk peninggalan Syekh Muahammad Daud, terus di kelola oleh putranya Syekh Haji Tajuddin.
Dua orang cucu terkemuka Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Faqih Shaufi bin Syekh Haji Bakri dan Syekh Anas Mudawwar bin Syekh Muhammad Daud, merupakan dua calon terkuat dan di pandang layak untuk memimpin Babussalam sepeninggal Syekh Madyan al-Wahhab. Pemilihan ini tidak hanya melibatkan kalangan keluarga dan khalifah, tetapi juga melibatkan pejabat pemerintah. Dukungan politik yang diberikan oleh pemerintah kepada Syekh Anas Mudawwar merupakan faktor terkuat terpilihnya ia sebagai pimpinan tertinggi di Babussalam.
Keluarga besar Babussalam kembali disibukkan dengan pemilihan calon pemimpin baru sepeninggal Syekh Anas Mudawwar (1997 M.). Masing-masing Bani mengirim utusannya (calon) yang di pandang layak dalam pemilihan tersebut. H. Ahmad Fuad Said bin Syekh Faqih Tuah dan H. Hasyim al-Syarwani bin Syekh Mu’im al-Wahhab merupakan dua calon terkuat yang di pandang memenuhi syarat menjadi pemimpin Babussalam pada saat itu. Pada akhirnya H. Hasyim al-Syarwani terpilih menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam menggantikan Syekh H. Anas Mudawwar setelah sebelumnya H. Ahmad Fuad Said mengundurkan diri dalam pencalonan tersebut.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar