Rabu, 22 Oktober 2014

Baik Sangka dan Sikap Positif para Arif

Jiwa yang bersih dan berbaik sangka, tidak mudah menduga yang buruk-buruk kepada sesama saudara muslimin adalah sifat dari manusia yang arif. Namun kita lihat berbaik sangka dan melihat sesama muslimin dengan keyakinan yang baik dan positif adalah fenomena yang semakin luntur di jaman ini. Dengan mudah kita lihat dan kita temukan orang yang tampak "berakal" namun rajin berprasangka buruk kepada sesama, sedikit saja praduga muncul dari syaithan soal saudaranya dengan mudah mereka tanggapi dan yakini. 

Bahkan hal ini dicapai dengan kesibukan mencari-cari dan menduga-duga berbagai kesalahan saudaranya seiman. Dengan enteng label-label buruk akan segera dilontarkan, seperti suka melempar tuduhan-tuduhan, yang terkadang berwujud menjadi sebentuk pembid'ahan, pensyirikan, pengkafiran dan berbagai pelabelan berbahaya dan buruk  lainnya. Begitu juga melemparkan berbagai isyu-isyu yang tidak jelas ketentuannya di bidang politik maupun ekonomi. Hal ini tidak dapat tidak lahir dari jiwa yang suram yang penuh dengan hasad dan dengki dan tidak tersentuh suluh hidayah. Jiwa yang buruk akan melihat keburukan di mana-mana, padahal yang ia lihat keburukan tersebut boleh jadi hanyalah cermin jiwanya yang gelap.

Mari kita hayati bagaimana orang yang berjiwa arif dan bersih bersikap dan betapa bening jiwa-jiwa mereka yang bercahaya dalam melihat cermin dunia ini pada sesama saudaranya kaum muslimin. Para arif biasa mendorong orang pada kondisi yang baik meski yang bersangkutan melakukan sesuatu yang secara kasat mata berbentuk pelanggaran. 

Pada suatu ketika ada seseorang yang mengaku mencuri kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda "Setahuku, kau tidak pernah mencuri." (HR. Darimi).

Sahabat Ma'iz ra saat mengakui telah berbuat Zina, Rasulullah SAW bersabda "Mungkin kau hanya mencium atau merangkulnya" (HR. ALBUKHARI). 

Seorang sahabat telah membunuh orang kafir yang telah mengucapkan kalimat "lailahaillallah" nabi SAW bersabda, "apakah engkau telah membelah hatinya?" 

Beliau juga pernah bersabda 
"Janganlah engkau mengira satu kalimat yang keluar dari mulut seorang muslim sebagai kalimat yang buruk, padahal engkau mengenali orang itu ahli berbuat baik." (HR. Al-Baihaqi dalam Syu'ab al Iman)

Al-Allamah al Manawi menyebutkan dalam ath-Thabaqat pada Biografi Imam Ahmad bin Hambal; As-Salafi meriwayatkan dalam athuyurat dari Al-Atiqi  dari Ath-Thurtusi dari Ath-Thabrani dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal, ia berkata, "Aku mendengar ayahku ditanya, 'Orang-orang sufi itu duduk-duduk saja di masjid seraya bertawakkal tanpa disertai ilmu.' Imam Ahmad berkata, 'Ilmu yang membuat mereka duduk di masjid.' Dikatakan kepadanya, 'yang mereka pikirkan hanya makanan dan pakaian.' Imam Ahmad berkata, aku tidak mengetahui uzur yang lebih besar dari orang yang cirinya seperti itu.' Dikatakan kepadanya, 'Saat mendengarkan zikir, mereka bangun lalu menari.' Imam Ahmad berkata , 'Biarkan saja mereka bersenang-senang dengan Rabb mereka'." (sumber kisah dari kitab Tahdzir Al-Ikhwan al allamah al muhaqiq Zainal Abidin Ba'alawi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar