Kamis, 30 Oktober 2014

Dikumpulkan bersama Kekasih

(Bloger) Hati diciptakan untuk menampung rahasia cinta. Namun hati yang tertipu akan mencintai sesuatu yang buruk, misalkan dunia yang fana ini dengan segala pernak-perniknya, baik itu harta benda, tahta wanita, kemasyhuran dan lain sebagainya. Rasulullah telah memberi isyarat dalam sebuah hadist beliau SAW tentang bahayanya sembarang mencintai sesuatu. 

Namun kita juga menemukan fenomena yang disebut sebagai mengaku-ngaku sebagai pecinta,. bagaimanakah persoalan ini dalam pandangan para arifbillah? berikut ulasannya...

Tanya
As-Sayyid al-Jalil 'Isa bin Muhammad al-Habsyi bertanya mengenai Hadist Rasulullah SAW:

Seseorang (akan dikumpulkan) bersama yang ia cintai 
                                                                (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud)

"Apakah Hadis ini berlaku bagi orang yang perbuatan dan ucapannya bertentangan dengan perilaku orang yang di cintainya?"

jawab
Habib 'Abdullah al-Haddad rodhiyallohu 'anhu menjawab:
Ketahuilah, semoga Allah memberimu pengertian, sesungguhnya hadis ini memuat berita gembira sekaligus ancaman. Karena yang dicintai dalam konteks Hadis ini bisa dari golongan orang yang taat kepada Allah (abror) dan bisa juga dari kelompok orang yang durhaka (fujjar). Seseorang yang mencintai dunia yang penuh dengan hal-hal yang terkutuk, tentu ia akan terkutuk pula bersamanya.

Sesungguhnya kebersamaan ini dapat diperoleh oleh setiap pencinta. Namun, cinta tidaklah sah tanpa ada usaha untuk menyesuaikan diri dengan yang dicintai, yaitu dengan meneladani sebatas kemampuan apa yang dilakukan (disukai) dan ditinggalkan (dibenci) oleh sang kekasih. Cinta hanyalah pengakuan yang rapuh kecuali terdapat kesesuaian dengan pribadi yang dicintai. Seseorang yang mengaku cinta tetapi memiliki maksud dan tujuan yang bertentangan dengan maksud dan tujuan orang yang dicintai-meskipun ia mampu menyesuikan diri-dan ia tidak bersedia membantu orang yang membantu orang yang dicintai, dan tidak memusuhi orang yang memusuhi orang yang dicintainya, maka  akan menghukumi bahwa cintanya palsu. Meskipun demikian, untuk memperoleh kebersamaan tersebut tidak disyaratkan bahwa kita harus menyamai orang yang kita cintai dalam segenap urusannya, sebab hal itu memerlukan peneladanan total. Siapa yang mampu berbuat demikian! Jadi, ketahuilah, bahwa cinta selamanya tidak akan diakui tanpa adanya peneladanan.
(An-Nafaisul 'Uluwiyyah:78-79)




   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar