Habib Umar bin Hafidz
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz | |
---|---|
Nama asli | عمر ﺁبن حفيظ |
Lahir | عمر 27 Mei 1963 [1] Tarim, Hadhramaut, Yaman |
Tempat tinggal | Tarim, Hadhramaut, Yaman |
Kewarganegaraan | Yamani |
Suku | Arab |
Pekerjaan | Ulama, guru, Da'i |
Organisasi | Dar-al Musthafa |
Dikenal karena | Pendiri dan ketua Dar-al Musthafa, Risalah Amman |
Agama | Islam |
Denominasi | Sunni (Syafi'i) sufi thariqah Ba'alawi |
Orang tua | Muhammad bin Salim bin Hafiz (ayah) |
Situs web | |
www.alhabibomar.com |
Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz dilahirkan pada hari senin, 27 Mei 1963 M [Kalender Hijriyah: 4 Muharram 1383][1]. Adalah seorang ulama dunia era modern. Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman dimana ia mengawasi perkembangan di Dar-al Musthafa
dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemennya. Ia
masih memegang peran aktif dalam dakwah agama Islam, sedemikian aktifnya
sehingga ia meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai
negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya[2].
Kehidupan awal
Habib Umar lahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman
yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para
ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad[2].
Kota ini juga dikenal sebagai kota wali dari para Aulia yang menjamur bagai cendawan di musim hujan. Ia dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam
dan kejujuran akhlak dengan ayahnya yang adalah seorang Syahid
yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Al Allamah Muhammad bin Salim bin
Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim[2].
Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan
hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Syari'at serta
aturan-aturan mulia dalam Islam[2]. Beliau secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal[2].
Demikian pula kedua kakek Habib Umar, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib
Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat
dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya[2].
Nasab [2][3].
Ia adalah al-Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Abd-Allah bin Abi Bakr bin‘Aidarous bin al-Hussain bin al-Shaikh Abi Bakr bin Salim bin‘Abd-Allah bin ‘Abd-al-Rahman bin ‘Abd-Allah bin al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Daweela bin ‘Ali bin
‘Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Sahib al-Mirbat bin ‘Ali Khali‘ Qasam bin
‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Ubaidallah bin al-Imam al-Muhajir Ila Allah Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad bin ‘Ali al-‘Uraidi bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zain al-‘Abidin bin Hussain sang cucu laki-laki, bin ‘Ali bin
Abu Talib dan Fatimah al-Zahra puteri dari Rasul Muhammad s.a.w.
Masa Kecil [2]
Ia telah mampu menghafal Al-Qur'an pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai teks inti dalam fikih, hadits, Bahasa Arab
dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam
lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama
tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl
Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim.
Ia pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan
dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang
darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah dan
bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya
begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya
di dalam lingkaran ilmu dan zikir.
Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya
untuk sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang
‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik
ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini
menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan
pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti
seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di
masa kecil sebelum ia mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera
dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan
penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis
dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan
pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi
anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan
berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar
ilmu-ilmu tradisional.
Dikirim ke kota Al Bayda [2]
Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia
telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih
muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya
dan akhirnya diputuskan ia dikirim ke kota Al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan ia. Masuk
sekolah Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional
dibawah bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah
al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama
mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya.
Janji ia terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai seorang guru tak
lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan
dalam bidang Da‘wah.
Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa
disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk
mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya s.a.w pada hati
mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai
dan orang-orang dibimbing. Usaha ia yang demikian gigih menyebabkannya
kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi
mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya
telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini
telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup
memiliki tujuan, mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai
orang Islam, mengenakan sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan
perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang
Rasul Pesuruh Allah s.a.w.
Perjuangan Da'wah
Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhi ia mulai berkumpul mengelilingi ia dan membantunya dalam perjuangan da‘wah maupun keteguhan ia dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, ia mulai mengunjungi banyak kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta'iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan pada ia perhatian dan cinta yang besar sebagaimana ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri ia terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.Ibadah haji
Tak lama setelah itu, ia melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul s.a.w di Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, ia diberkahi kesempatan untuk mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal disana, terutama dari al-Habib 'Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya s.a.w dan sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga ia dicintai al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu pula ia diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan al-Habib 'Attas al-Habashi.Awal dikenal dunia [2]
Setelah Perjalanan ke Hijaz nama al-Habib Umar bin Hafiz mulai tersebar luas terutama dikarenakan kegigihan usaha ia dalam menyerukan agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak sedikitpun mengurangi usaha pengajaran ia, bahkan sebaliknya, ini menjadikannya mendapatkan sumber tambahan dimana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat dipertahankan. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah dalam berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku ia yang paling terlihat jelas sehingga membuat nama ia tersebar luas bahkan hingga sampai ke Dunia Baru.Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari ajarannya, ia meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman. Disana ajaran-ajaran ia mulai tertanam dan diabadikan dengan pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran pada masa depan.
Pulang ke Tarim
Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang ia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah[2]. Pada tahun 1993 M atau sekitar 1414 H, Al Habib umar mengabadikan ajaran-ajarannya dengan membangun Dar-al Musthafa/Pondok Pesantren Darul Musthafa[4]. Pesantren ini didirikan dengan tiga tujuan :- Mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman secara bertatap muka(talaqqi) dan para pengajarnya adalah para ahli yang memiliki sanad keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan.[4]
- Menyucikan diri dan memperbaiki akhlaq[4]
- Menyebarkan ilmu yang bermanfaat serta berdakwah menyeru kepada jalan yang dirihai Allah swt dan sesuai dengan apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW serta para salafunassahlihin[4]
Dakwah di Indonesia
Awal kedatangan Habib Umar ke Indonesia adalah pada tahun 1994[5]. Ia diutus oleh Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf yang berada di Jeddah untuk mengingatkan dan menggugah ghirah(semangat atau rasa kepedulian) para Alawiyyin Indonesia, disebabkan sebelumnya ada keluhan dari Habib Anis bin Alwi al-Habsyi seorang ulama dan tokoh asal Kota Solo/ Kota Surakarta, Jawa Tengah tentang keadaan para Alawiyyin di Indonesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para leluhurnya[5].Dakwah ia juga sangat dirasakan kesejukannya dan disambut dengan hangat oleh umat Islam di Indonesia[1]. Masyarakat menyambut ia dengan sangat antusias dan hangat, mengingat bahwa kakek ia yang kedua, Al Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim, berasal dari Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Dakwah ia yang sangat indah dan sejuk itu yang bersumber dan kakek ia Nabi Muhammad saw, sangatlah diterima oleh berbagai kalangan, baik pemerintah maupun rakyat, kaya ataupun miskin, tua muda[1].
Di Indonesia Al Habib Umar sudah beberapa kali membuat kerjasama dengan pihak bahkan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Ditjen Kelembagaan Keagamaan Kementerian Agama Indonesia meminta pembuatan kerjasama dengan Al Habib Umar dan Dar-al Musthafa untuk pengiriman Sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya para kiai pimpinan pondok pesantren untuk mengikuti program pesantren kilat selama tiga bulan dibawah bimbingan langsung Al Habib Umar[1]. Sampai saat ini, banyak sudah santri-santri di Indonesia yang menuntut ilmu di pondok pesantren yang ia pimpin, Dar-al Musthafa di Hadhramaut, dan telah melahirkan banyak da’i-da’i yang meneruskan perjuangan dakwahnya di berbagai daerah di Indonesia[1].
Penghargaan & Kiprah Internasional
- Pada tanggal 22 Februari sampai dengan 2 Maret 2003 (26-29 Dzul Hijjah 1423 H) di Dar-al Musthafa, Tarim ia merintis upaya persatuan dalam aktifitas dakwah, dengan mengadakan multaqa ulama atau simponsium yang dalam pertemuan itu di hadiri oleh berbagai ulama dari belahan dunia, dan kemudian berlanjut pada pertemuan berikutnya diberbagai penjuru dunia dalam skala lokal maupun internasional[6]
- Habib Umar termasuk sebagai salah seorang penandatangan dari dua dokumen internasional yang berpengaruh, yaitu Risalah Amman pada tahun 2005, pada urutan tandatangan nomor 549[7], dan A Common Word (bahasa Inggris: A Common Word Between Us and You) pada tahun 2007 dalam urutan tandatangan nomor 42[8], yang keduanya ditandatangani oleh tokoh-tokoh Muslim dunia, termasuk di antaranya beberapa pemimpin Muslim Indonesia[6]
- Di Indonesia, Habib Umar mendeklarasi berdirinya Majelis Almuwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar Ulama pada tahun 1327 H / 2007 M.
- Tahun 2009, New York Times menampilkan Al Habib Umar dan Darul Musthafa dalam salah satu pemberitaannya[6]
- Al Habib Umar bin Hafizh termasuk salah satu dari 50 Urutan teratas dari The Muslim 500: The Wordl's 500 Most Influential Muslims(bahasa Inggris: The 500 Most Influental Muslims), yang diterbitkan oleh Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University(bahasa Inggris: Georgetown University), Amerika Serikat, yang dipimpin oleh sarjana studi Islam ternama John Esposito[6][9](bahasa Inggris: John Esposito).
Wasiat dan Nasihat
- Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu, niscaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah[10]
- Barang siapa semakin mengenal kepada Allah niscaya akan semakin takut kepada-Nya.[10]
- Barang siapa yang tidak mau duduk dengan orang-orang yang beruntung, bagaimana mungkin ia akan menjadi orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang duduk dengan orang-orang yang beruntung, bagaimana mungkin ia tidak akan menjadi orang yang beruntung.[10]
- Barang siapa menjadikan kematiaannya sebagai pertemuan dengan Sang Kekasih (Yaitu Allah swt dan Rasul-Nya), maka kematian itu merupakan hari raya baginya.[10]
- Barang siapa percaya dan yakin pada risalah diutusnya Nabi Muhammad saw, maka ia akan mengabdi dan menannggung sabar karenanya. Dan barang siapa percaya yang membenarkan risalah kerasulan Muhammad saw, maka ia akan mengorbankan harta dan jiwa untuknya.[10][11]
- Kedekatan seseorang dengan para nabi di hari kiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah saat orang tersebut berada di alam dunia.[11]
- Betapa anehnya penduduk bumi ini, semua yang berada di bumi ini adalah pelajaran, namun mengapa mereka tidak mau belajar darinya. Kukira tidak ada sejengkal tanahpun di muka bumi, kecuali di situ ada ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mau mempelajarinya.[11]
- Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti.[11]
- Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia sama sekali tidak akan sampai pada Tuhannya. Ketahuilah bahwa kedekatan manusia terhadap Allah swt menurut kadar kebersihan jiwanya.[11]
- Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka ia akan mendapatkan apa yang diinginkannya.[12]
- Barang siapa yang mempunyai samudra ilmu, kemudian kejatuhan setetes hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut.[12]
- Sesaat dari saat-saat khidmat (pengabdian), lebih baik daripada melihat Arsy(singgasana Allah swt) dan seisinya seribu kali.[12]
- Menyatunya seorang murid dengan gurunya, merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah SAW. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah SAW, merupakan permulaan untuk lupa kepada yang selain Allah swt[12]
- Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan. Golongan pertama adalah, golongan yang diwajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud. Sedangkan golongan kedua adalah, golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran.[12][13]
- Barang siapa yang menuntut keluhuran, maka tidak akan peduli terhadap pengorbanan.[13]
- Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat, yang mana apabila cahanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat kepala dari sujudnya.[13]
- Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi da’i(menyampaikan apa yang kita ketahui) dan tidak harus menjadi qodli(hakim/orang yang memutuskan suatu perkara dalam agama) ataupun mufti (orang yang memberikan fatwa)[13]
- Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah swt dan dari keberpalingan kembali menuju Allah swt, serta dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik[13]
- Syetan itu mencari sahabat-sahabatnya dan Allah pula yang menjaga kekasih-kekasih-Nya.[14]
- Apabila semakin agung nilai ibadah dalam hati seseorang maka ringanlah semua kebiasaan baginya dan akan keluar keagungan kebiasaan dari dirinya.[14]
- Apabila benar keluarnya seseorang di dalam berdakwah, maka ia akan naik ke derajat yang tinggi.[14]
- Keluarkanlah rasa takut kepada makhluk dari dalam hatimu, niscaya engkau akan tenang dengan rasa takut kepada Sang Khaliq (Allah swt yang Maha Pencipta). Dan keluarkanlah rasa berharap pada makhluk dari dalam hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan hanya berharap pada Sang Khaliq.[14]
- Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah swt dan merupakan tanda-tanda dari lemahnya keimanan seseorang.[14]
- Hakikat tauhid adalah membaca Al Qur’an dengan merenungi artinya(Tadabbur) dan bangun diwaktu malam(untuk mengisi kemuliaan diwaktu malam dengan berbagai ibadah yang mendatangkan keridhaan Allah swt).[15]
- Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat).[15]
- Barang siapa memperhatikan waktu, maka ia akan selamat dari murka Allah.[15]
- Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis dalam keheningan malam.[15]
- Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah swt, maka Allah swt akan memenuhi hatinya dengan rahmat-Nya di setiap waktu.[15]
- Janganlah urusan dunia kita mengalahkan urusan akhirat kita.[16]
- Carilah dunia sebanyak mungkin, namun janganlah urusan duniamu mengalahkan urusan akhiratmu.[16]
- Selalulah bersyukur kepada segala pemberian Allah, baik yang besar maupun yang kecil. Contoh yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Seperti menjilati tangan sehabis makan adalah salah satu bentuk perwujudan syukur kita kepada Allah swt.[16]
- Tidak menyisakan nasi dalam piring bidangan kita juga merupakan bentuk rasa syukur kita, mengambil sebutir nasi yang terjatuh dari piring kita untuk dimakan adalah juga suatu bentuk perwujudan syukur kita kepada Allah swt.[16]
- Kita harus bersyukur walau hanya dapat makan dengan nasi putih saja. Karena Allah swt telah berfirman: "Barangsiapa bersyukur atas nikmat-Ku, maka Aku akan tambahkan nikmat kepadanya"(QS.Ibrahim-14:7). Wahai para hadirin, kata"Aku" disini adalah Allah, jadi Allah sendiri yang akan menambahkan dan memberi tambahan nikmat-Nya atas orang yang mau bersyukur.""[16]
- Sungguh agung dan suci anugrah-Nya. Dikatakan bahwa barangsiapa yang taat dan patuh kepada Allah, maka memerintahkan dunia untuk tunduk dan mendatanginya serta melayani hamba-Nya itu.[17]
Daftar Kitab Karangan
Al Habib Umar juga merupakan ulama yang produktif dalam menulis, di antara kitab karangan Ia adalah :- Is'af at Thalibi[1][18]
- Ridha al-Khalaq bi bayan Makarimal Akhlaq[18]
- Taujihat at-Thullab[1][1][18]
- Syarah Mandzumah Sanad al-'Ulwi[18].
- adz-Dzakirah al-Musyarrafah(Fiqih)[1][3][18]
- Dhiyaullami'bidzikri Maulid an-Nabi asy-Syafi'(Maulid Nabi Muhammad SAW)[1][3][18]
- Khuluquna[1]
- Khulasoh madad an-nabawiy(Dzikir)[1][3]
- Syarobu althohurfi dhikri siratu badril budur[1]
- Taujihat nabawiyah[1]
- Nur aliman(Aqidah)[1][3]
- Almukhtar syifa alsaqim[1]
- Al washatiah[1]
- Mamlakatul qa’ab wa al ‘adha’[1]
- Muhtar Ahadits (Hadits)[3]
- Durul Asas (Nahu)[3]
- Tsaqafatul Khatib (Panduan Khutbah)[3]
Sejarah Maulid Adh Dhiya Ulami [19]
Maulid Adh-Dhiya Ullami (Cahaya Yang Terang Benderang). Kitab yang disusun oleh Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad Al-Hafizh ini merupakan Kitab Maulid mutakhir.Disuatu malam Al Musnid Habib Umar bin Hafidh memanggil salah seorang muridnya, lalu diperintahnya membawa pena dan kertas, seraya berkata : "Tulis..”, lalu ia mengucapkan maulid dhiya’ullami itu mulai sepertiga malam, dan sebelum waktu subuh telah selesai.
Maulid ini mulia, karena angka angkanya disebutkan menuliskan sejarah Nabi SAW, bait-bait shalawat pembukanya berjumlah 12 yang melambangkan kelahiran Nabi SAW yg tanggal 12 rabiul awal.
Alinea pertamanya dipadu dari 3 surat, yaitu surat Alfath, surat Attaubah dan Surat Al Ahzab. 3 surat ini melambangkan kelahiran Nabi Saw adalah pada bulan tiga, yaitu rabiul awal, alinea pertama hingga Qiyam jumlahnya 63 yaitu melambangkan usia Nabi SAW 63 tahun, maulid ini angka-angkanya memperhitungkan sejarah Nabi SAW, tahun Hijrah Nabi SAW, jumlah sahabat dll.
Al Habib Umar yang ahli dalam bahasa, syairnya bukan hanya Maulid Dhiya’ullami’, namun lebih dari seribu alinea syair telah diterbitkan dari ucapan ia, dengan jumlah yang mencapai ratusan ribu bait.
Ia digelari Al Musnid, didasarkan karena setiap menyebut hadits ia mampu ataupun hafal menyebut sanadnya hingga Nabi SAW atau kutubusshahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar