إِنْ قَنَتَ فِى الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ.
Jika melakukan qunut maka itu baik dan jika meninggalkannya itu juga baik.(3)Tetapi sayang sikap saling menghargai perbedaan furu`iyah ini mulai hilang, ada kelompok yang mengaku paling mengikuti salaf, dengan gigih memperuncing masalah ini dan menyatakan bahwa Qunut Subuh merupakan bid`ah yang pelakunya dapat dikatakan sebagai ahlul bid`ah, mereka tidak sadar bahwa dengan perkataanya ini berarti mereka telah menuduh Imam sekaliber Imam Syafi`i dan Imam Malik sebagai ahlul bid`ah. Harusnya bagi mereka yang tidak melakukan qunut, cukup diam saja tanpa mempermasalahkan mayoritas muslimin yang melakukan qunut, apalagi sampai menyalahkan atau membid’ah-bid’ahkan.
Artikel saya kali ini mengupas tuntas persoalan qunut dari sisi radd terhadap artikel Abul Jauza yang berusaha melemahkan hujjah-hujjah pelaku qunut subuh.
Abul Jauza mengatakan :
Melazimkan qunut shubuh secara terus menerus menurut pendapat yang paling shahih bukan merupakan sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan hadits :
حدثنا أحمد بن منيع أخبرنا
يزيد بن هارون عن أبي مالك الأشجعي قال: قلت لأبي: يا أبت إنك قد صليت خلف
رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي بن أبي طالب هاهنا
بالكوفة، نحوا من خمس سنين، أكانوا يقنتون؟ قال: أي بني محدث.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manii’[1] : Telah mengkhabarkan kepada kami Yaziid bin Haaruun[2], dari Abu Maalik Al-Asyja’iy[3], ia berkata : “Aku pernah bertanya kepada ayahku[4] : ‘Wahai ayahku, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, dan ‘Aliy di sini, yaitu di Kuufah selama kurang lebih lima tahun. Apakah mereka semua melakukan qunut ?”. Ayahku menjawab : “Wahai anakku, itu adalah perbuatan muhdats (perkara baru yang tidak pernah mereka lakukan- Abul-Jauzaa’)” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 402, dan ia berkata : “Hadits ini hasan shahih”].
Saya jawab :
Riwayat yang menetapkan adanya qunut subuh itu lebih banyak daripada riwayat yang menafikannya, maka sesuai kaidah bahwa “ al-Mutsbit muqaddamun ‘ala an-naafi “ yakni Yang menetapkan itu harus didahulukan daripada yang menafikan “. Terlebih di dalam itsbat itu terdapat tambahan ilmu, oleh sebab inilah imam Nawawi mengatakan :
أَصْحَابُنَا الَّذِينَ رَوَوْا إثْبَاتَ الْقُنُوتِ أَكْثَرُ وَمَعَهُمْ زِيَادَةُ عِلْمٍ فَتُقَدَّمُ رِوَايَتُهُمْ
“ Para ulama kami yang meriwayatkan penetapan adanya qunut (subuh)
itu lebih banyak dan bersama mereka ada tambahan ilmu, maka riwayat
mereka lebih didahulukan “[1]Imam al-Baihaqi mengatakan :
طارق بن أشيم الأشجعي لم يحفظه عمن صلى خلفه ، فرآه محدثا ، وقد حفظه غيره ، فالحكم له دونه
“ Thariq bin Asyam al-Asyja’i tidak menghafal orang yang sholat di
belakang Rasulullah, maka ia memandangnya hal itu perkara baru,
sedangkan selainnya telah menghafalnya, maka hukum itu ditetapkan kepada
yang menghafalnya bukan padanya “[2]Hadits-hadits sahih yang meriwayatkan qunut subuh di antaranya :
وعن العوام بن حمزة قال «سألت أبا عثمان عن القنوت في الصبح
قال: بعد الركوع قلت: عمن؟ قال: عن أبي بكر وعمر وعثمان رضي الله تعالى
عنهم» هَذَا إِسْنَادٌ حَسَنٌ
Dari Awwam bin Hamzah berkata, “Aku bertanya pada Aba Utsman mengenai qunut dalam subuh, maka ia berkata “setelah rukuk”, dari siapa ? ‘ dari Abu Bakar, Umar, dan Utsman ra “ (HR Baihaqi, sanad hadits ini Hasan )[3]Sedangkan mengenai Sayidina Ali terdapat hadits :
قنت علي رضي الله عنه في الفجر» رواه البيهقي وقال: هذا عن علي صحيح مشهور
Ali ra melakukan qunut di waktu fajar (HR Baihaqi, Beliau berkata, hal ini shohih dari Ali dan masyhur)[4]Sahabat Barra` berkata :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلّم كان يقنت في الصبح والمغرب
“Sesungguhnya Rasulullah saw melakukan qunut di shalat subuh dan magrib”(HR Muslim)Di dalam riwayat Abu Dawud hanya disebutkan Subuh saja tanpa Magrib, penyebutan Magrib disini tidak berpengaruh meski tidak ada yang melakukannya di waktu ini karena qunut bukanlah hal wajib atau telah terjadi ijma mengenai dihapusnya Qunut Maghrib.[5]
Riwayat dari Anas bin Malik :
عن أنس بن مالك رضي الله عنه: “أن النبي صلى الله عليه وسلم
قنت شهرًا يدعو عليهم ثم ترك، فأمَّا في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق
الدنيا
“ Dari Anas bin Malik radhialllahu ‘anhu “ Sesungguhnya Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam berqunut satu bulan penuh mendoakan mereka
(para pembunuh sahabat Nabi yang diutus untuk mengajarkan al-Quran),
kemudian beliau meninggalkannya, adapun dalam sholat subuh, maka Nabi
senantiasa qunut hingga meninggalkan dunia “[6]Imam an-Nawawi mengomentari hadits tersebut :
وهو حديث صحيح رواه جماعة من الحفاظ وصححوه، وممن نص على صحته
الحافظ أبو عبد الله محمد بن علي البلخي والحاكم أبو عبد الله في مواضع من
كتبه والبيهقي, ورواه الدارقطني من طرق بأسانيد صحيحة
“ Hadits itu sahih, telah diriwayatkan oleh sekelompok huffadz
dan mensahihkannya. Di antara yang menash atas kesahihannya adalah
al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi dan al-Hakim Abu
Abdillah di beberapa tempat dari kitabnya dan juga al-Baihaqi.
Ad-Daruquthni juga meriwayatkannya dari jalan yang sanad-sanadnya sahih
“.[7]Hadits ini telah dishahihkan oleh para hafidz di atas antaranya; Al Hafidz Abu Abdillah Muhammad Al Balkhi, Al Hakim, Al Baihaqi, dan Ad Daruqutni. di dalam sanad riwayat terdapat Abu Ja`far Ar Razi yang telah ditsiqohkan lebih dari seorang Hafidz, Ibnu Jauzi menyelisihi mereka dengan mendhaifkanya, tetapi hal ini tidak diterima karena hanya ia saja yang berkata demikian.
Ironisnya hadits yang terakhi ini dilemahkan oleh Abul Jauza dengan alasan yang jauh dari keilmiyyahan dan terkesan memaksakan diri dalam berhujjah, seolah ia merasa lebih hebat dan alim daripada para huffadz hadits yang mensahihkan hadits tersebut. Pembahasan ini akan saya tanggapi pada tempatnya nanti dalam artikel ini.
Abul Jauza mengatakan :
Menilik perkataan Ahmad Syaakir di atas – dan juga para ulama mutaqaddimiin – , memang benar ada beberapa hadits yang dianggap sebagai hujjah masyru’-nya qunut Shubuh secara terus-menerus. Di antaranya :
Apa yang dijadikan hujjah oleh madzhab Syaafi’iyyah dan yang lainnya dari Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu, sebagaimana dinukil oleh Abul-Husain Asy-Syaafi’iy Al-Yamaniy rahimahullah adalah hadits berikut :
وحدثني عمرو الناقد وزهير بن
حرب. قالا: حدثنا إسماعيل عن أيوب، عن محمد. قال: قلت لأنس : هل قنت رسول
الله صلى الله عليه وسلم في صلاة الصبح؟ قال: نعم. بعد الركوع يسيرا.
Dan telah menceritakan kepadaku ‘Amru An-Naaqid dan Zuhair bin Harb, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, dari Ayyuub, dari Muhammad, ia berkata : Aku bertanya kepada Anas : “Apakah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada shalat Shubuh ?”. Ia menjawab : “Benar, sebentar setelah rukuk” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 677 (298). Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy no. 1001, Ibnu Maajah no. 1184, Abu Daawud no. 1444, dan yang lainnya].
Akan tetapi,….. mari kita perhatikan jalan periwayatan yang lainnya dari Anas :
وحدثني عبيدالله بن معاذ
العنبري وأبو كريب وإسحاق بن إبراهيم. ومحمد بن عبدالأعلى (واللفظ لابن
معاذ) حدثنا المعتمر بن سليمان عن أبيه، عن أبي مجلز، عن أنس بن مالك :
قنت رسول الله صلى الله عليه وسلم شهرا بعد الركوع. في صلاة الصبح. يدعو
على رعل وذكوان. ويقول “عصية عصت الله ورسوله”.
حدثنا محمد بن المثنى. حدثنا
عبدالرحمن. حدثنا هشام عن قتادة، عن أنس؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
قنت شهرا. يدعو على أحياء من أحياء العرب. ثم تركه.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Qataadah, dari Anas : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan qunut selama sebulan mendoakan kejelekan kepada sebagian orang-orang ‘Arab, kemudian beliau meninggalkannya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 677 (304). Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhaariy no. 4089].
أنا أبو طاهر نا أبو بكر نا
محمد بن محمد بن مرزوق الباهلي حدثنا محمد بن عبد الله الأنصاري حدثنا سعيد
بن أبي عروبة عن قتادة عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم كان لا يقنت
إلا إذا دعا القوم أو دعا على قوم
Telah memberitakan kepada kami Abu Thaahir[10] : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr[11] : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin Marzuuq Al-Baahiliy[12] : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah Al-Anshaariy[13] : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi ‘Aruubah[14], dari Qataadah[15], dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan qunut, kecuali jika mendoakan kebaikan pada satu kaum atau mendoakan kejelekan pada satu kaum” [Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah no. 620; shahih].[16]
Tiga hadits di atas menjelaskan bahwa qunut Shubuh yang dimaksudkan Anas adalah qunut nazilah karena peristiwa Bi’r Ma’uunah. Itupun tidak dilakukan terus-menerus, karena hanya dilakukan selama sebulan dan kemudian ditinggalkan.
Saya Jawab :
Abul Jauza kurang cermat melihat hadits-hadits sahih yang ada. Hadits yang ia sebutkan di atas dan dijadikan dasar penolakan qunut subuh, sama sekali tidaklah menunjukkan penafian qunut subuh sepanjang waktu. Mari kita buktikan…
Hadits pertama :
وحدثني عبيدالله بن معاذ العنبري وأبو كريب وإسحاق بن
إبراهيم. ومحمد بن عبدالأعلى (واللفظ لابن معاذ) حدثنا المعتمر بن سليمان
عن أبيه، عن أبي مجلز، عن أنس بن مالك : قنت رسول الله صلى الله عليه وسلم
شهرا بعد الركوع. في صلاة الصبح. يدعو على رعل وذكوان. ويقول “عصية عصت
الله ورسوله”.
Dan telah menceritakan kepadaku ‘Ubaidullah bin Mu’aadz Al-‘Anbariy, Abu Kuraib, Ishaaq bin Ibraahiim, Muhammad bin ‘Abdil-A’laa – dan lafadh hadits ini adalah milik Ibnu Mu’aadz – : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’tamir bin Sulaimaan, dari ayahnya, dari Abu Mijlaz, dari Anas bin Maalik : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut selama sebulan setelah rukuk dalam shalat Shubuh. Beliau mendoakan kejelekan kepada Bani Ri’l, dan Bani Dzakwaan, dan bersabda : “’Ushayyah telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”
Tanggapan saya :
Hadits ini justru menunjukkan awal mula adanya qunut subuh. Sayyidina Anas memberitahukan bahwa sebelum peristiwa itu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut, dan setelah peristiwa itu Rasulullah pertama kali melakukan qunut subuh. Perhatikan hadits sahih berikut ini :
من حديث عبد العزيز بن صهيب عن أنس قال: بعث النبي صلى الله
عليه وسلم سبعين رجلا لحاجة يقال لهم: القراء فعرض لهم حيان من بني سليم
رعل وذكوان عند بئر يقال له: بئر معونة فقال القوم: والله ما إياكم أردنا
وإنما نحن مجتازون في حاجة النبي صلى الله عليه وسلم فقتلوهم فدعا النبي
صلى الله عليه وسلم عليهم شهرًا في صلاة الغداة وذلك بدء القنوت وما كنا نقنت
“ Dai hadits Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas, ia berkata, “ Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh sahabat untuk keperluan,
mereka semua merupakan para penghafal al-Quran, lalu Hayyan dari Bani
Sulaim menyodorkan mereka kepada Bani Ri’il dan Dzakwan di dekat sumur
yang bernama sumur Ma’unah. Maka kaum itu mengatakan, “ Demi Allah kami
tidak butuh pada kalian, kami hanya butuh pada Nabi shallahu ‘alaihi wa
sallam “, lalu mereka membunuh tujuh puluh sahabat Nabi itu, maka Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan buruk kepada mereka selama satu
bulan dalam sholat subuh, dan itulah permulaan qunut, dan sebelumnya kami tidak pernah melakukan qunut “[8]Maka jelas, hadits pertama ini yang dijadikan hujjah penafian oleh Abul Jauza adalah berkenaan ikhbar Anas tentang awal munculnya qunut dalam sholat subuh dan terus dilakukan sebagaimana dalil-dalil lainnya nanti.
Hadits kedua :
حدثنا محمد بن المثنى. حدثنا عبدالرحمن. حدثنا هشام عن قتادة،
عن أنس؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قنت شهرا يدعو على أحياء من
أحياء العرب. ثم تركه.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Qataadah, dari Anas : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan qunut selama sebulan mendoakan kejelekan kepada sebagian orang-orang ‘Arab, kemudian beliau meninggalkannya”
Tanggapan saya :
Hadits ini sabab wurudnya sebagaimana yang telah saya jelaskan di atas yaitu sebab yang mendorong Rasulullah mendoakan keburukan bagi kaum tersebut adalah bahwa mereka Bani Ri’il dan Dzakwan telah membunuh tujuh puluh sahabat Rasulullah, hal ini membuat Beliau sangat marah sebab sahabat yang dibunuh merupakan para penghapal al-Qur`an, sehingga beliau melaknat mereka selama satu bulan sampai Allah melarangnya dan Rasulullah saw akhirnya berhenti mendoakan keburukan bagi mereka. Sahabat Ibnu Umar berkata :
أنه سمع النبي صلى الله عليه و سلم يقول في صلاة الفجر ورفع
رأسه من الركوع قال ( اللهم ربنا ولك الحمد ) في الأخيرة ثم قال ( اللهم
العن فلانا وفلانا ) فأنزل الله عز و جل { ليس لك من الأمر شيء أو يتوب
عليهم أو يعذبهم فإنهم ظالمون }
Ia mendengar Rasulullah saw ketika mengangkat kepalanya dari ruku
terakhir dalam Shalat Shubuh berdoa “Wahai tuhan kami bagimu segala
puji” kemudian berkata “ Wahai tuhan laknatlah fulan dan fulan “, maka
Allah Azza wa Jalla menurunkan “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka ituatau
Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya
mereka itu orang-orang yang zalim (QS Ali Imran : 128)” (HR Bukhari)Dari sini menjadi Jelas bahwa yang dilarang bukan qunut secara keseluruhan akan tetapi adalah mendoakan jelek pada orang-orang tertentu di dalam qunut. Jadi yang dimaksud dengan perkataan sahabat Anas ثُمَّ تَرَكَهُ (kemudian Rasulullah meninggalkannya) adalah meninggalkan doa buruk pada mereka, bukan meninggalkan qunut secara keseluruhan. karena Qunut Shubuh masih dilakukan oleh Rasulullah sampai akhir hayatnya.
Makna ini semakin jelas jika kita melihat redaksi hadits riwayat sahabat Anas yang lain :
أن النبي صلى الله عليه وسلّم قنت شهرا يدعو عليهم ثم ترك فأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا
Sesungguhnya Nabi saw melakukan qunut dan mendoakan keburukan bagi mereka kemudian meninggalkannya sedangkan qunut shubuh, maka nabi selalu malakukannya sampai meninggal dunia. (HR Ahmad, Musnad : 27/26, al-Baihaqi, Sunan : 2/201, ad-Daraqutni, Sunan : 4/406)Al-Hafidz Ibnu Hajar setelah menyebutkan hadits-hadits semisal di atas, beliau kemudian mengatakan :
فَهَذِهِ الْأَخْبَارُ كُلُّهَا دَالَّةٌ عَلَى أَنَّ الْمَتْرُوكَ هُوَ الدُّعَاءُ عَلَى الْكُفَّارِ
“ Maka hadits-hadits ini semuanya menunjukkan bahwasanya yang
ditinggalkan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa buruknya
terhadap kaum kafir “[9]Imam an-Nawawi mengatakan :
إنما ترك اللعن ويوضح هذا التأويل رواية أبي هريرة السابقة, وهي قوله “ثم ترك الدعاء لهم
“ Sesungguhnya (yang dimaksud) adalah meninggalkan laknat “,
Takwil ini diperjelas oleh riwayat dari Abu Hurairah yang telah berlalu
yaitu “ Kemudian Nabi meninggalkan doa untuk mereka “[10]Hadits ketiga :
أنا أبو طاهر نا أبو بكر نا محمد بن محمد بن مرزوق الباهلي
حدثنا محمد بن عبد الله الأنصاري حدثنا سعيد بن أبي عروبة عن قتادة عن أنس
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان لا يقنت إلا إذا دعا القوم أو دعا على قوم
Telah memberitakan kepada kami Abu Thaahir[10] : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr[11] : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin Marzuuq Al-Baahiliy[12] : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah Al-Anshaariy[13] : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi ‘Aruubah[14], dari Qataadah[15], dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan qunut, kecuali jika mendoakan kebaikan pada satu kaum atau mendoakan kejelekan pada satu kaum”.
Tanggapan saya :
Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits qunut subuh yang telah saya sebutkan tadi.
Pertama : Suatu hadits dinilai saling bertentangan itu adalah : jika keduanya tidak bisa dikompromikan dari segi mana saja. Sedangkan hadits ini masih bisa dikompromikan sebagaimana anda akan lihat sebentar lagi.
Kedua : hadits itu sifatnya masih mujmal (global), maka diarahkan pada hadits kedua yakni bahwasanya Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah qunut dan berdoa buruk kepada suatu kaum kecuali jika ada peristiwa buruk dan tetap qunut subuh tanpa doa buruk hingga akhir usianya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :
وَجَمَعَ بَيْنَهُمَا مَنْ أَثَبَتَ الْقُنُوتَ بِأَنَّ الْمُرَادَ تَرْكُ الدُّعَاءِ عَلَى الْكُفَّارِ لَا أَصْلَ الْقُنُوتِ. وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ مِثْلَ هَذَا الْجَمْعِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَهْدِيٍّ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ
“ Kelompok ulama yang menetapkan qunut, mengkompromikan kedua hadits tersebut, bahwasanya yang dimaskud dengan ucapan “ Kemudian Nabi meninggalkannya “, adalah meninggalkan doa buruk kepada kaum kafir bukan asal qunutnya.
Al-Baihaqi telah meriwayatkan sikpa pengkompromian (penggabungan) kedua
hadits ini dari Abdurrahman bin Mahdi dengan sanad yang sahih “[11]Al-Hafidz Ibnu Hajar kemudian melanjutkan :
رَوَى الْقُنُوتَ فِي الصُّبْحِ عَنْ الْخُلَفَاءِ
الْأَرْبَعَةِ, الْبَيْهَقِيُّ مِنْ طَرِيقِ الْعَوَّامِ بْنِ حَمْزَةَ
قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا عُثْمَانَ عَنْ الْقُنُوتِ فِي الصُّبْحِ. فَقَالَ:
بَعْدَ الرُّكُوعِ, قُلْتُ: عَنْ مَنْ ؟ فَقَالَ: عَنْ أَبِي بَكْرٍ ,
وَعُمَرَ , وَعُثْمَانَ.
وَمِنْ طَرِيقِ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي رَافِعٍ:
أَنَّ عُمَرَ كَانَ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ. وَمِنْ طَرِيق حَمَّادٍ, عَنْ
إبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ فِي
الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ فَمَا كَانَ يَقْنُتُ إلَّا فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ
..
وَرَوَى أَيْضًا بِسَنَدٍ صَحِيحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مَعْقِلِ بْنِ مُقَرِّنٍ, قَالَ: قَنَتَ عَلِيٌّ فِي الْفَجْرِ. وَرَوَاهُ
الشَّافِعِيُّ أَيْضًا.
“ al-Baihaqi telah meriwayatkan qunut dalam sholah subuh dari
khalifah yang empat dari jalan al-Awwam bin Hamzah, ia bekata, “ Aku
telah bertanya kepada Abu Utsman tentang qunut dalam sholat subuh, lalu
ia menjawab, “ Setelah ruku’ “. Aku bertanya lagi : “ dari siapa
perbuatan itu ? “, ia menjawab, “ Dari Abu Bakar, Umar dan Utsman “. Dan dari jalan Qatadah dari al-Hasan dari Abi Rafi’, “ sesungguhnya Umar melakukan qunut di dalam subuh “. Dan dari jalan Hammad dari Ibrahim dari al-Aswad, ia berkata, “ Aku sholat di belakang Umar sama ada ditempat ataupun bepergian, beliau tidaklah melakukan qunut kecuali di dalam sholat subuh “.
Beliau juga meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abdullah bin Ma’qil bin Muqarrin, ia berkata, “ Ali melakukan qunut di dalam sholat subuh “. Imam Syafi’i juga meriwayatannya “. [12]
Dari penjelasan al-Hafidz ini dapat kita ketahui bahwasanya khalifah yang empat yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali melakukan qunut dalam sholat subuh. Semua riwayat ini sahih dan tidak boleh mengesampingkan atau membuangnya. Maka wajib dikompromikan dengan hadits-hadits yang dhahirnya bertentangan, sehingga semua hadits sahih itu bisa sama-sama diamalkan. Inilah manhaj dan kaidah yang benar dalam ilmu hadits.
Abul Jauza kemudian mengkritik hadits yang diriwayatkan Abu Ja’far ar-Razi yang disahihkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dan para huffadz hadits lainnya, Abul Jauza dengan percaya diri mengatakan :
Perkataannya Al-Baihaqiy ini layak mendapat kritik. Hadits ini lemah, bahkan munkar. Riwayat Abu Ja’far Ar-Raaziy tidak diterima jika menyendiri atau menyelisihi riwayat para perawi tsiqaat, karena jeleknya hapalannya. Dalam riwayat Ad-Daaruquthniy dibawakan dengan lafadh :
أن النبي صلى الله عليه وسلم قنت شهرا يدعوا عليهم ثم تركه وأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا
Riwayat Anas bin Maalik yang dibawakan Abu Ja’far ini menyelisihi riwayat yang telah disebutkan di atas dari Anas yang menyebutkan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanya qunut nazilah selama sebulan kemudian berhenti (HR. Al-Bukhaariy no. 4089 dan Muslim no. 677). Anas pun memberi kesaksian bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan qunut kecuali qunut nazilah dengan mendoakan kebaikan atau kejelekan pada satu kaum (HR. Ibnu Khuzaimah no. 620). Apalagi Ibnu ‘Abbaas menguatkan kesaksian tersebut (HR. Ibnu Khuzaimah no. 619). Oleh karena itu, riwayatnya di sini munkar.
Saya jawab :
Pertama : Alasan Abul Jauza terlihat sangat mengada-ngada. Riwayat Abu Jakfar ar-Razi dinilai sahih oleh banyak ulama hafidz di antaranya al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Bajali, al-Hakim, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, an-Nawawi dan selainnya. Ulama Jarh wa ta’dil yang menilainya Abu Jakfar ar-Razi tsiqah adalah : Yahya bin Ma’in, Ali Ibnul Madini, Abu Hatim ar-Razi dan selainnya. Dengan hujjah para ulama ini, riwayat ini tidak bisa dikatakan lemah.
Al-Hafidz Ibnu Katsir sering menampilkan riwayat Abu Jakfar ar-Razi dari ar-Rabi’ bin Anas dan selalu membawakan tashih (penilaian sahih) al-Hakim atasnya, salah satu contohnya :
“أخبرنا أبو زكريا العنبري ، ثنا محمد بن عبد السلام ، أنبأ إسحاق ، أنبأ حكام بن سلم الرازي وكان ثقة ، ثنا أبو جعفر الرازي ، عن الربيع بن أنس
، عن قيس بن عباد ، عن ابن عباس رضي الله عنهما ، في قوله عز وجل : ( وما
أنزل على الملكين ببابل هاروت وماروت ) الآية . قال : « إن الناس بعد آدم
وقعوا في الشرك اتخذوا هذه الأصنام ، وعبدوا غير الله ، قال : فجعلت
الملائكة يدعون عليهم ويقولون : ربنا خلقت عبادك فأحسنت خلقهم ، ورزقتهم
فأحسنت رزقهم ، فعصوك وعبدوا غيرك اللهم اللهم يدعون عليهم ، فقال لهم الرب
عز وجل : إنهم في غيب فجعلوا لا يعذرونهم » فقال : اختاروا منكم اثنين
أهبطهما إلى الأرض ، فآمرهما وأنهاهما « فاختاروا هاروت وماروت – قال :
وذكر الحديث بطوله فيهما – وقال فيه : فلما شربا الخمر وانتشيا وقعا
بالمرأة وقتلا النفس ، فكثر اللغط فيما بينهما وبين الملائكة فنظروا إليهما
وما يعملان ففي ذلك أنزلت ( والملائكة يسبحون بحمد ربهم ، ويستغفرون لمن
في الأرض ) الآية . قال : فجعل بعد ذلك الملائكة يعذرون أهل الأرض ويدعون
لهم » هذا حديث صحيح الإسناد
“ Telah mengabarkan pada kami Abu Zakariyya al-‘Anbari, telah
menceritakan pada kami Muhammad bin Abdisalam, telah mengabarkan pada
kami Ishaq, telah mengabarkan pada kami Hakkam bin Sallam ar-Razi dia
adalah seorang tsiqah, telah menceritakan pada kami Abu Jakfar ar-Razi dari ar-Rabi’ bin Anas
dari Qais bin Abbad, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat
Allah Ta’ala “ Dan apa yang diturunkan atas dua malaikat di Babil yaitu
Harut dan Marut “, beliau menafsirkan, “ Sesungguhnya manusia setelah
nabi Adam terjerumus pada kesyirikan, mereka menjadikan berhala-berhala
ini dan menyembah selain Allah “, ia berkata, “ Maka para malaikat
mendoakan buruk pada mereka “ Ya Tuhan kami, Engkau telah menciptakan
makhluk lalu memperbagus bentuk mereka, Engkau telah menciptakan rezeki
mereka lalu memperbagusnya, lalu mereka durhaka pada-Mu dan menyembah
selain-Mu, Ya Allah, ya Allah..”, maka Allah menjawab, “ Mereka dalam
dunia yang gaib, maka tidak ada keringanan bagi mereka “, “ Pilihlah dua
dari kalian untuk aku turunkan ke bumi “, maka mmerintakan keduanya dan
melarang keduanya, lalu mereka memilih Harut dan Marut, ia berkata dan
menyebutkan hadits yang panjang..kemudian berkata, “ Maka ketika
keduanya meminum khomer, lalu mabuk maka mereka berzina dengan seorang
wanita dan membunuh seseorang, maka keduanya salin ribut dan juga para
malaikat lainnya, kemudian mereka melihat keduanya dan apa yang
dilakukan keduanya “, maka dalam hal ini turunlah “ Dan para malaikat
bertasbih dengan memuji Tuhan mereka, serta meminta ampunan bagi
penduduk bumi “, Hadits ini sanadnya sahih “.[13]Hadits Abu Jakfar di atas pun memiliki syawahid (hadits penguat) yang sahih yang luput dari pandangan Abul Jauza :
عن عاصم قال: سألت أنس بن مالك رضي الله عنه عن القنوت في
الصلاة، فقال: نعم، فقلت: كان قبل الركوع أو بعده. قال: قبله. قلت: فإن
فلانًا أخبرني عنك أنك قلت بعده. قال: كذب
“ Dari ‘Ashim, ia berkata, “ Aku bertanya kepada Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu tentang qunut di dalam sholat, lalu beliau menjawab, “
Ya “, lalu aku bertanya lagi, “ Apakah sebelum ruku’ atau sesudahnya ?
“, beliau menjawab, “ Sebelum ruku’ “, aku katakana, “ Sesungguhnya fula
telah mengabarkan padaku bahwa dari engkau bahwa engkau mengatakan
setelah ruku’?”, beliay menjawab “ Dusta”. (Muttafaq ‘alaih)‘Ashim pun tidak menyendiri, ada mutabi’ dari Abdul Aziz bin Shuhaib :
وسأل رجل أنسًا عن القنوت أبعد الركوع أو عند الفراغ من القراءة؟ قال: لا بل عند فراغ من القراءة
“ Seseorang bertanya kepada Anas tentang qunut, apakah setelah
ruku’ atau setelah membaca surat ? Anas menjawab “ Tidak akan tetapi
setelah membaca surat “ (HR. Bukhari)
عن أيوب، عن محمد قال: ” سئل أنس أقنت النبي صلى الله
عليه وسلم في الصبح ؟ قال : نعم فقيل له : أو قنت قبل الركوع ؟ قال بعد
الركوع يسيرا “
“ Dari Ayyub, dari Muhammad, ia berkata, “ Anas ditanya : “
pakah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut di dalam
sholat subuh ? “, beliau menjawab : “ Ya “, lalu ditanyakan, “ Apakah
Rasul melakukan qunut sebelum ruku’ ? Ia menjawab : “ Setelah ruku’
sejenak “. (HR. Bukhari : 1001 dan Muslim : 677)Hadits-hadits yang membicarakan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’ adalah saat kaum muslimin mendapat musibah yaitu terbunuhnya 70 sahabat Nabi yang hafal al-Quran. Adapun hadits-hadits sahih yang membicarakn Nabi qunut subuh sebelum ruku’ adalah saat Nabi telah meninggalkan doa buruk kepada kaum kafir artinya tidak ada musibah. Sebagaiman kelanjutan hadits riwayat ‘Ashim di atas sebagai berikut :
إنما قنت رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرًا أنه
كان بعث ناسًا يقال لهم القراء وهم سبعون رجلا إلى ناس من المشركين وبينهم
وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد قبلهم فظهر هؤلاء الذين كان بينهم
وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد فقنت رسول الله صلى الله عليه وسلم
بعد الركوع شهرًا يدعو عليهم
“ Sesungguhnya Nabi shallahu alaihi wa sallam melakukan qunut
hanyalah satu bulan saja, (karena) sesungguhnya Nabi mengirim 70 sahabat
yang hafal al-Quran kepada kaum musrikin, yang di antara mereka dan
Nabi ada perjanjian sebelumnya. Lalu kaum musrikini tersebut melanggar
janji itu, maka Nabi melakukan qunut setelah ruku’ selama satu bulan
penuh mendoakan buruk pada mereka “. (Muttafaq ‘alaihi)Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :
ومجموع ما جاء عن أنس من ذلك؛ أنّ القنوت للحاجة بعد الركوع
لا خلاف عنه في ذلك، وأمّا لغير الحاجة فالصحيح عنه أنه قبل الركوع. وقد
اختلف عمل الصحابة في ذلك، والظاهر أنه من الاختلاف المباح
“ Kumpulan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik
adalah bahwasanya qunut untuk hajat setelah ruku’, tidak ada khilaf akan
hal ini. Adapun jika tidak ada hajat maka yang sahih adalah sebelum
ruku’. Dan sungguh perbuatan para sahabat Nabi dalam hal ini
berbeza-beza. Yang zahir bahwasanya ini adalah termasuk perbezaan yang
mubah (diperbolehkan) “[14]Memang Abu Jakfar ar-Razi ada perbincangan oleh beberapa ulama, akan tetapi perbincangan itu hanya berputar pada masalah kejelekan hafalannya atau wahmnya, namun tidak seorang pun dari ulama jarh dan ta’dil yang mengkritik sifat ke’adalahannya (keadilan). Kasus seperti ini, tidak boleh menolak riwayatnya secara muthlaq akan tetapi wajib tawaqquf dari apa yang diriwayatkannya sampai menemukan syahidnya. Jika menemukan ada syahid bagi riwayatnya, maka diketahui bahwa riwayat tersebut termasuk riwayat yang dihafalnya dan tidak tersilap, sebagaimana sudah ma’lum dalam ilmu musthalah hadits.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :
الحسن لغيره هو رواية المستور والمرسل والمدلس وسيئ الحفظ إذا
اعتضد بمعتبر ؛ لأن كلا من الطرق الموصوفة بذلك يحتمل كونه صواباً أو غير
صواب ، فيتوقف فيه حتى توجد قرينة ترجح أحد الاحتمالين
“ Hadits Hasan li ghairihi adalah riwayat mastur, mursal, mudallas dan buruk hafalan jika dikuatkan dengan riwayat yang mu’tabar, kerana semua jalur yang disifati dengan itu dimungkinkan statusnya benar (sahih) atau tidak benar, maka tawaqquf di dalammnya hingga menemukan qarinah (indikasi) yang menguatkan salah satu kemungkinan itu “.
Nah kasus Abu Jakfar ini sama persis dengan kasus Hasan li ghairihi ini dan ternyata riwayat Abu Jakfar ini memiliki syahid yang sahih sebagaimana telah saya sebutkan di atas. Sehingga haditsnya paling tidak bernilai menjadi Hasan li ghoirihi. Oleh sebab inilah al-Hafidz Ibnu Hajar menilai hadits tersebut hasan.
Kesimpulan :
1. Qunut subuh disunnahkan bagi madzhab syafi’iyyah berdasarkan dalil-dalil hadits sahih dan pemaparan para ulama yang telah kami jelaskan.
2. Mazhab selain syafi’iyyah (seperti Hanafiyyah dan Hanbaliyyah) tidak mensunnahkan qunut subuh, mereka pun memiliki landasan dalil dan hujjah.
3. Qunut subuh secara mudawamah (terus-menerus) bukanlah bid’ah, akan tetapi justru sunnah bagi kami (syafi’iyyah) sebagaimana dalil dan hujjah yang telah kami kemukakan.
4. Persoalan ini adalah hanyalah persoalan ikhtilaf furu’ ijtihadi yang tidak boleh ada ingkar kepada siapapun yang bertentangan atau berbeza pandangan. Sebagaimana kaidah yang agung ini :
لا ينكر المختلف فيه, وإنما ينكر المجمع عليه
“ Tidak boleh mengingkari perkara yang masih diikhtilafkan,
sesungguhnya pengingkaran hanya boleh dalam perkara yang sudah ijma’ “[15]Shofiyyah an-Nuuriyyah
Kota Santri, 31-12-12
[1] Al-Badr al-Munir : 2/620
[2] Sunan al-Baihaqi : 2/363
[3] Sunan al-Baihaqi : 2/363, disebutkan juga dalam kitab Jami’ al-Ahadits : 25/63, Kanzul ‘Ummal : 21943
[4] Sunan al-Baihaqi : 2/371
[5] Sahih Muslim : 2 /137
[6] HR Ahmad, Baihaqi, Daruqutni
[7] Al-Majmu’, juz III, hal. 504
[8] Lihat Sahih al-Bukhari : 3860
[9] Nashbu ar-Rayah fi Takhrij Ahadits al-Hidayah : 3/190
[10] Al-Majmu’ :3/484
[11] At-Talkhish al-Habir : 1/442-446
[12] At-Talkhish al-Habir : 1/442-446
[13] Tafsir Ibnu Katsir :
[14] Fath al-Bari : 2/491
[15] Al-Asybah wa an-Nadzhair : 158
Tidak ada komentar:
Posting Komentar