Selasa, 08 Juli 2014

Ta'lim 1 Wawasan Islam: Persfektif Islam, Sebuah Pengantar dan Ulasan dari Uraian Syed Muhammad Naquib Al Attas

Cara Pandang Islam terhadap Dunia 

Dunia islam dalam abad modern ini dalam keadaan penuh tantangan dan pergolakan. Berbagai problematika menghadang umat. Di antara tantangan terbesar adalah modernisme yang beriringan dengannya westernisasi serta sekulerisasi dalam derap globalisasi. Peta politik dunia islam pun senantiasa berubah dengan cepat yang menunjukkan dinamika dan instabilitas yang besar. Regim-regim berganti dan proses pergantian itu terlalu sering diwarnai oleh pergolakan dan pertikaian berdarah yang menunjukkan ada energi yang terus bergejolak dan susah payah mengekspresikan dirinya di pentas pergerakan sejarah dunia.

Kita menyaksikan  ekskalasi berbagai kekuatan di timur tengah sebagai lokus utama peradaban islam, mulai dipicu oleh aksi bakar diri  Muhammad Al-Bu'azizi dalam menentang rezim Tunisia, tiba api kecil tersebut bergolak hingga dewasa ini, api perubahan mulai mengganyang rezim-rezim yang selama ini tampak stabil, mulai dari Tunisia, menjalar hingga ke Mesir, Libya, Yaman, Bahrain, Syria.

Pergolakan timur tengah ini, yang kita kenal sebagai "Arab Spring" jelas menunjukkan ada kekuatan-kekuatan yang terus bergesekan bahkan berbenturan secara frontal dalam drama kemanusiaan dunia Islam. Perbenturan demi perbenturan ini juga tidak menunjukkan resolusi dan fase ketenangan  hingga hari ini, hal ini menunjukkan akar perbenturan ini jauh dari sekedar perbenturan yang bersifat sektarian, politik maupun ekonomi yang bersifat regional dan terlokalisasi baik secara geografis maupun problematis. Situasi ini juga mengingatkan kita akan sebuah analisis dari seorang Futurolog S. Huntington yang dikenal sebagai benturan peradaban. Dalam karya kontroversialnya yang selalu diperdebatkan hingga hari ini, The Clash of Civilization and The Remaking of World Order, Huntington memprediksi bahwa akan terjadi benturan antara peradaban barat dan islam. Tragedi 11 September jelas membuat Tesis ini semakin berwibawa dan meyakinkan. Momentum pergolakan demi pergolakan tanpa henti di timur tengah juga membuat kita semakin rajin menelisik tesis Huntington.

Pendekatan dalam tulisan ini adalah berangkat dari keyakinan akan kebenaran tesis benturan peradaban islam dan barat tersebut, sehingga penulis dalam blog ini merasa terpanggil untuk memaparkan sebuah tulisan yang berisi "penekanan" penting akan perlunya kaum muslimin  merumuskan pandangan dunia yang otentik dan kokoh dalam menghadapi perbenturan besar peradaban. Perbenturan peradaban ini bagaikan sebuah pertarungan antara berbagai pandangan dunia khusunya barat sekuler dengan pandangan dunia Islam, dan kaum muslimin semakin dituntut untuk kembali menegaskan pandangan dunia yang jelas agar tidak tergilas oleh gelombang besar implikasi benturan tersebut sehingga krisis demi krisis yang melanda umat ini dapat berakhir.

Dalam bukunya, Prolegomena to The Metaphysics of Islam, Syed Muhammad Naquib Al Attas menulis di bagian pengantarnya "From the perspective of Islam, a "worldview" is not merely the mind's view of the physical world and of man's historical, social, political, and cultural involvement in it as refelcted, for example, in the current Arabic expression of the idea formulated in the phrase nazrat al-islaam li al-kawn. It is incorrect to refer to worldview of Islam as a nazrat al-islaam li al-kawn نظرية الاسلام للكون. This is because, unlike what is conveyed by nazrat, the world view of Islam is not based upon philosophical speculation formulated mainly from observation of the data of sensible experience, of what is visible to the eye; nor is it restricted to kawn, which is the world of sensible experience, the world of created things. If such expressions are now in use in Arabic in contemporary Muslim thought, it only demonstrates that we already being unduly influenced by the modern, secular Western scientific conception of the world that is restricted to the world of sense and sensible experience". Di sini syed Muhammad Naquib Al Attas memberikan sebuah sudut pandang pembuka yang strategis dengan langsung menusuk kepada akar persoalan, bahwa pandangan dunia kaum muslimin di zaman ini sudah begitu terkontaminasi, bahkan umat sudah sedemikian terkontaminasinya oleh pandangan barat sekuler yang sangat mengagungkan konsepsi saintifik sekuler yang berpijak pada pilosofi bahwa dunia ini hakikatnya hanyalah apa yang dicerap oleh indera belaka. Yaitu pilosofi materialisme. Ini tercermin dari penggunaan kebahasaan yang salah dari apa yang disebut "pandangan dunia" tersebut dalam kosa kata kaum muslimin  نظرية الاسلام للكون.. Kesalahan pemakaian istilah kunci ini bagaikan fenomena gunung es yang menjelaskan kesalahan umat di dalam memahami ide-ide kunci dalam islam secara luas yang menjelaskan semakin tercerabutnya umat akibat berbenturan dengan dunia barat sekuler. 

Syed Muhammad Naquib al-Attas lebih lanjut menegaskan bahwa pandangan dunia yang salah dan terkontaminasi ini menunjukkan akar sekaligus muara persoalan kaum Muslimin jauh dari sekedar persoalan politik, ekeonomi atau sosial. Tetapi akar persoalaannya adalah "kerusakan ilmu pengetahuan dan rusaknya pandangan dunia dan hilangnya adab". 

Lebih lanjut syed Muhammad Naquib Al Attas menulis "Islam does not concede to the dichotomy of the sacred and the profane; the worldview of Islam encompasses both aldunya and al-akhirah, in which the dunya aspect must be related in a profound and in inseparable way to the akhirah-aspect without thereby implying any attitude of neglect or being unmindful of the dunya aspect. Reality is not what is often "defined" in modern Arabic dictionaries as waqi'iyyah, whose use, particularly in its grammatical form waqi'iy , is now in vogue. Reality is haqiqah, which significantly is now seldom use due to the preoccupation with waqi'iyyah which only points to factual occurences. A factual occurence is only one aspect in many of haqiqah, whose ambit  encompasses all of reality. Moreover, a factual occurrence may be an actualization of something false (i.e. batil); whereas reality is the actualization always of something true (i.e. haqq).   (Islam tidak mengakui adanya dikotomi antara yang suci dengan yang duniawi; sudut pandang Islam meliputi dunia dan akhirat, yang mana aspek duniawi harus terkait secara mendasar dan takterpisahkan dengan aspek akhirat tanpa berarti ada sikap pengabaian atau menganggap tidak penting terhadap aspek duniawi. Realitas itu sejatinya bukanlah sebagaimana sering didefinsikan dalam kamus Arab dengan istilah waqi'iyyah, yang mana penggunaan istilah ini dalam bentuk kebahasaan kontemporer begitu kabur. Realitas itu haqiqah, yang secara signifikan jarang digunakan jika dibanding kata waqi'iyyah di mana kata ini hanya menunjuk kepada kejadian faktual. Sedangkan kejadian faktual hanyalah satu aspek dari banyak aspek haqiqah, yang ruang lingkupnya mencakup semua realitas.). 

 What is meant by "worldview", according to the perspective of Islam, is then the vision of reality and truth that appears before our mind's eye revealing what existence is all about; for it is the world of existence in its totality that Islam is projecting. Thus by "worldview" we must mean ru'yat al-islam li al-wujud. (Apa yang dimaksud dengan "pandangan dunia", menurut pandangan Islam, selanjutnya adalah "visi dari kenyataan dan kebenaran yang tampak di hamparan pandangan pikiran kita yang menyingkapkan tentang eksistensi adanya, yakni eksistensi dalam totalitasnya yang diproyeksikan oleh Islam. Jadi yang dimaksud sebagai "pandangan dunia" ini adalah ru'yat al islam li al-wujud. )

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar